Mengenai Saya

Foto saya
Malang, East Java, Indonesia
Uhibbuka Fillah...

Laman

Selasa, 07 Desember 2010

Tujuh ( 7 ) Sebab Kamu Patah Hati

Bismillaahirrahmaanirrahiim Assalamaualaikum warahmatullahi wabarakatuh ============================ Kamu Yang Patah Hati, kamu yang lagi bersedih, kamu yang lagi merasa sendiri, kamu yang merasa pingin mati, kamu yang…pokoknya kamu yang merasa tersakiti, maksudnya kamu yang berstatus ukhti. Kenapa ukhti? Iya, karena ukhti atau akhwat yang biasanya jadi korban patah hati. Karena akhwat yang biasanya suka nangis bombay kalo ta’aruf gak jadi, atau diputusin sepihak sama ikhwan. Ukhti fillah, Kenapa sih kamu patah hati? Karena ikhwan idamanmu mutusin kamu? Karena ikhwan yg udah taruf bertahun2 trnyata memilih akhwat lain drpd kmu? Karena kamu gak sesuai dengan kriteria yang dia mau? atau karena keluarga nggak setuju? Atau bisa jadi semua pertanyaan tadi kamu setuju alias emang sedang menimpamu? KETAHUILAH..Patah hati itu terjadi karena harapan kamu lebih besar daripada kenyataan yang menimpamu. Ingat , ajang ta’aruf ( dalam islam ) atau pacaran, atau apapun istilahnya itu.. tidak harus selalu terus dan berakhir bahagia di pelaminan. Kemungkinan antara gagal dan terus sekitar fifty-fifty. Namanya aja sedang dalam proses, untuk saling mengenal diri satu sama lain. Kalo ada salah satu pihak, atau malah kedua belah pihak merasa nggak cocok, maka persiapkan hatimu untuk menerima segala kemungkinan. Termasuk ta’aruf putus di tengah jalan. Tapi kan pedih. Iya, siapa yang gak merasa sedih ketika harapan sudah di depan mata dan proses tinggal selangkah saja? Tapi kalo bukan jodoh, biar kata juga kamu nangis tujuh hari tujuh malam sampe kering air matamu, atau keluar air mata darah tetep aja gak bakal nyambung. Jadi, nangis dan bersedih secara wajar boleh. Tapi jangan keterusan. Rugi banget kalo itu terjadi pada dirimu. Si ikhwan yang mutusin kamu saat ini pasti udah lagi asyik proses taaruf sama akhwat lain. Atau bisa jadi ia malah sudah gak ingat sama sekali sama kamu yang pernah diajaknya ta’aruf. Memang nggak semua ikhwan kayak gini. Ada juga yang mungkin aja sama-sama lagi bersedih kayak kamu saat ini. Tapi ikhwan biasanya cepet banget ngelupainnya. Apalagi bila ini menyangkut perasaan. Dia pasti sudah menyibukkan diri dengan pekerjaan or aktivitas lain sekedar untuk ngelupain kamu. Maka rugi banget kalo kamu berlarut-larut dalam masa patah hati. Nah, daripada kamu cuma manyun mending kita telaah dan analisa disini…Cuma butuh waktu 20 menit utk membaca notes ini sampe selesei. Penyebab patah hati. Ada banyak banget sebab-sebab kenapa sebuah proses ta’aruf menjelang khitbah ( lamaran ), atau bahkan sudah khitbah itu sendiri, putus di tengah jalan. Tulisan ini dibuat sekedar cermin buat Saudariku semua agar lebih berhati-hati ke depannya. Agar tidak mengulang kesalahan yang sama. Bukankah orang buta tak mau kehilangan tongkatnya untuk kedua kali? Apalagi kamu kan bukan termasuk kategori orang buta ini. Jangan mau kehilangan hatimu yang kedua kali. Trus bagi kamu yang belum pernah patah hati, tulisan ini bisa jadi pelajaran tanpa maksud menggurui. Bukankah orang bijak itu adalah dia yang bisa mengambil pelajaran dan hikmah dari pengalaman orang lain? Sebutir mutiarapun, biarpun jatuh ke lumpur akan tetap berkilau. Dan kata2 hikmah yg keluar dari mulut si miskin, akan lebih bermakna drpd kata2 kasar dari si Kaya. Setuju..? Tujuh macam penyebab kamu patah hati: 1. Keluarga. Kamu dan si ikhwan sudah sama-sama setuju untuk proses ta’aruf menuju ke pernikahan. Setelah mantap, si dia datang menghadap keluargamu. Awalnya baik-baik saja. Tapi ketika ditanyakan Maisyah alias sumber nafkah, ortu merasa masa depan anaknya akan suram kalo jadi menikah dengan ikhwan tersebut. Dengan berbagai alasan seperti: - anak saya masih pingin sekolah lagi - adik-adiknya masih butuh banyak biaya. Biar anak saya cari duit dulu untuk bantu keluarga - kakaknya belum nikah. Gak boleh sebagai adik mendahului kakak ( di adat jawa, hal ini msih berlaku ). - Kalo jodoh gak akan lari ke mana - Dll Nah, kalo ortu udah pake kalimat alasan di atas padahal kamu sudah ngebet banget pengin menyempurnakan separuh agama, alamat ada batu terjal menghadang langkah kalian berdua untuk proses lebih lanjut. Kalo kamu gigih meyakinkan ortu trus kemudian mereka luluh tidak masalah. Tapi kalo ternyata pendirian ortu jauh lebih gigih daripada perjuanganmu, ini merupakan indikasi bagi kamu untuk patah hati. Atau mungkin bukan maisyah atau nafkah yang jadi alasan. Bisa juga karena domisili yang jauh. Kamu di pulau Jawa, si calon ada di Kalimantan atau Sulawesi misalnya. Ortu kamu gak tega berjauhan dari putri tercinta. Tapi si dia juga gak mungkin pindah ke Jawa karena beberapa alasan tertentu. Atau, alasan lain semisal beda suku. Kamu dari Jawa, calonmu orang Sunda. Atau sebaliknya. Pokoknya ortu pingin anaknya dapat jodoh yang sama asal sukunya. Sehingga ta’aruf gak nyambung dan gak bisa berlanjut menjadi khitbah. Kamu kudu pasrah dengan keputusan keluarga untuk gak jadi meneruskan proses dengan ikhwan tersebut. Apalagi kalo kamu gak punya alasan kuat atau daya tawar dalam keluarga. Misal : kamu selama ini kolokan banget dalam keluarga. Apa-apa mama, sedikit-sedikit papa, kesana-kemari minta antar, gak mandiri, jadi ortu dan keluarga gak tega kalo kamu dinikahi ikhwan tersebut. Khawatirnya anak kesayangan mereka bakal kelaparan. Padahal kamunya udah setengah mati siap lahir batin untuk hidup sengsara dengan ikhwan pujaan karena menurutmu ia baik dan sholeh. Tapi apa daya, keluarga juga siap lahir batin untuk tetap menghalangi niatmu jadian dengan pilihan hatimu. 2. Kelompok ngaji . Kamu merasa udah “KLIK” sama seorang ikhwan dan berniat melanjutkan proses ke arah ta’aruf yang lebih serius. Keluarga pun juga gak ada masalah. Tapi ternyata, ada hal lain yang membuat proses kalian tersendat. Turut campurnya pembina pengajian tentang siapa yang akan menjadi jodohmu. Mulai dari anggapan kamu belum cukup siap untuk membina rumah tangga karena baru aja mengawali ngaji hingga ternyata calonmu ternyata tidak satu kelompok pengajian. Wejangan-wejangan pun mulai dilancarkan untuk ‘menyadarkan’ kamu. ‘Kamu masih kecil. Umur juga masih 20 tahunan. Ngaji dulu yang rajin, jangan mikirin nikah mulu.’ ‘Sudah sampe mana ta’arufnya?’ ‘Kamu yakin dengan ikhwan ini? Dia nggak satu jama’ah dengan kita loh…’ ‘Jangan lama-lama prosesnya. Tiga bulan dari sekarang harus sudah nikah…’ Karena nggak tahan dengan intervensi ini, proses kalian tak bisa berlanjut. Kamu pun patah hati. 3. Pihak si dia. Kali ini si ikhwan yang berinisiatif mengakhiri proses ta’aruf atau bahkan khitbah denganmu. Kok bisa? Apa salahku??? Mungkin itu pertanyaan yang akan menghantuimu ketika diputuskan sepihak. Bukankah selama ini visi dan misi kita sama? Bukankah tak ada masalah serius dalam proses ini? Ortu dan keluarga juga udah setuju. Semua kluarga besar juga udah beri lampu ijo. Lalu apa? ‘Maaf, sepertinya ta’aruf kita sampai di sini dulu saja.’ ‘Sebaiknya kita off dulu aja ta’arufnya. Masih banyak hal yang perlu kita pertimbangkan sebelum dilanjutkan..’ ‘Kita tak usah berhubungan dulu sementara ini. Saya punya banyak hal yang harus dipikirkan.’ Dan banyak alasan lain. Itu masih mending ada kata-kata yang mengisyaratkan ‘kita putus.’ Karena ada juga beberapa tipe yang inginnya ta’aruf STOP tapi tak ada cukup keberanian untuk mengatakannya pada kamu. Yang begini nih malah bikin pusing dan bingung. Dibilang sudah ‘ada yang punya’ tapi belum jatuh khitbah. Atau bagi yang sudah jatuh khitbah tapi tak ada kejelasan kapan nikah. Tapi dibilang masih ‘free’, kok sudah proses setengah jalan. Nah, ribet banget jadinya.! Ikhwan tipe ini sebetulnya pingin mutusin kamu tapi dia gak punya keberanian untuk ngomong langsung. Alasan klisenya, khawatir menyakiti hati perempuan. Padahal dengan sikapnya yang menggantung ini aja sudah cukup menyakitkan, Jadi kalo kamu ngadepin tipe ini, kamu yg kudu tegas dan punya sikap. Secara syar’i, memang tak perlu ada alasan bagi pihak yang memutuskan lebih dulu untuk memberi penjelasan mengapa dan kenapa ia memutuskanmu. Bisa jadi, ia merasa kurang cocok selama proses ta’aruf meski kamunya ngotot sebaliknya. Bisa jadi meski visi dan misi sesuai, tapi ternyata tak bisa sejalan menurut kacamata si ikhwan. Atau…bisa jadi juga ternyata ada akhwat yang ternyata jauh lebih segalanya dari kamu yang menerima panah asmaranya. Dia lebih cantik, lebih kaya, anak pejabat dan konglomerat, dan supaya gak terkesan di cap matre, si ikhwan pun pake alasan kalo nih akhwat dakwah dan pemahamannya jauh lebih kenceng daripada kamu. Kok bisa? Kan dia sedang proses denganku. Bahkan ia sudah menemui ortu dan jatuh khitbah. Bagaimana mungkin ia ternyata dengan enaknya minta putus gitu aja? Dan yang lebih menyakitkan, sebelum putus dengan kamu, ia sudah proses ta’aruf dan khitbah dengan akhwat lain! Kamu benar-benar nggak bisa terima kondisi ini. Padahal kondisi ini bisa saja terjadi. Dan sangat bisa. Jadi, ketika kamu akhirnya menjadi pihak yang diputus karena setelah dibandingkan dan ditimbang memakai kacamata ikhwan tipe ini, ternyata levelmu kalah jauh dengannya, maka jangan menyesal. Bahkan sebaliknya, kamu seharusnya bersujud syukur karena Allah telah menunjukkan “bentuk aslinya” sebelum kalian terlanjur menikah. Meski resikonya kamu jadi patah hati. Dan satu lagi, jangan pernah kamu membenci dirinya, ikhwan yang telah mencuri hatimu. 4. Pihak kamu. Maksudnya? adalah kamu sebagai pihak yang memutuskan. Karena ketika kamu memutuskan dia juga bukan tanpa pertimbangan. Meski konsekuensinya kamu musti menangis lagi. Kamu akhirnya memutuskan dia meski dengan rasa berat hati, tapi memang hal terbaik yang menurutmu perlu diambil. Why? Karena setelah melalui proses ta’aruf ternyata visi misi kalian nggak cocok. Ambil contoh misalnya dia adalah teman lamamu ketika di SMU dulu. Kamu mengenal dia sebagai seorang yang cerdas, baik hati dan tidak sombong, serta menyenangkan. Ketika ia mengajak serius ke pernikahan dan kamu mengajukan syarat bahwa ia harus mau berubah dengan mulai serius mengkaji Islam misalnya, ternyata ia menolak. Ia merasa bahwa waktu dan energinya sudah terkuras untuk bekerja, jadi mana ada waktu untuk ngaji apalagi berdakwah. Masih mending kalau ia mendukung syariat dan khilafah sebagai bagian dari perjuanganmu, tapi kalo ternyata ia malah menganggap itu ide gila alias khayal? Kamu pun merasa berat untuk berjuang seorang diri bila ia yang jadi suamimu nanti ternyata tak bisa diajak seiring sejalan menggapai cita-cita. Atau bisa juga visi dan misi sejalan tapi ternyata kalian berdua tak bisa menjadi mitra yang baik. Sama-sama egonya gede banget. Gak ada yang mau ngalah kalo ada masalah. Misal kamu pingin dia sebagai pihak cowok menghubungi kamu dulu dalam perencanaan ketemu ortu atau hal-hal persiapan pernikahan. Tapi ikhwannya sendiri, ia merasa bahwa harusnya kamu yang menghubungi dia kalo emang ortumu pingin ketemuan sama calon menantu. Satu sama lain merasa ‘yang butuh siapa’. Waduh…kalo udah kayak gini, kamu pun jadi pusing berat. Mending cukup sekian saja. Kamu pun mengambil keputusan besar dengan resiko patah hati. 5. Ajal. Masa-masa ta’aruf sudah terlewati. Khitbah juga sudah dilakukan sang pujaan hati. Hanya tinggal menentukan hari H menuju pernikahan. Semua hal pun sudah dipersiapkan dengan matang. Menjelang seminggu pernikahan, ternyata takdir berkata lain. Sang kekasih meninggalkan dunia fana untuk bertemu dengan sang pencipta. siapa yang bisa menduga kapan ajal datang? Kamu pun patah hati. Rasa-rasanya sebagian hatimu telah dibawanya pergi ke alam baqa. Kamu pun bertekad tak akan jatuh cinta lagi. sampe sebegitunyakah? Padahal, mempunyai suami atau pun calon suami seorang pejuang, apalagi ini pejuang bukan sembarang pejuang, tapi pejuang syariat dan khilafah, salah satu resiko adalah ajal. Terlebih bila perjuangannya benar-benar di garis yang telah ditentukan, no compromise terhadap ide dan sistem kufur. Bukannya malah mencari jalan aman dengan alasan demi perjuangan. Kembali ke ajal. Semua manusia pasti akan pernah merasakannya. Bahkan semua makhluk yang bernyawa pasti akan selalu diintai oleh si ajal ini. Jadi kenapa patah hati? Bukankah itu menunjukkan bahwa Allah mencintai sang calon-mu daripada rasa cinta yang kamu punya? Kenapa tak berusaha mengikhlaskan kepergiannya dan mengiringinya dengan doa? Aku ikhlas kok. Mungkin itu penyangkalanmu. Kalo ikhlas, lalu kenapa menutup hati bagi yang lain? Bukankah life must go on? Hidup masih terus berjalan, meski dengan atau tanpa kekasih hati. Kalo kamu terus menerus menutup diri, ungkapan ikhlas kamu cuma di mulut. Padahal sikap kamu malah menunjukkan sebaliknya. Ini nggak konsisten namanya. Siapa sih yang pingin dijemput maut di saat menjelang hari H pernikahan? GAK ADA ! Si dia pun gak akan rela seandainya melihat kamu yang terus-menerus bersedih menangisi kepergiannya. Sedih boleh. Menangis juga boleh. Tapi kalo terus-terusan? Udah nggak bagus untuk kesehatan fisik dan mentalmu, juga nggak bagus bagi kelangsungan aktifitas dan dakwahmu. 6. Sama-sama gengsi. Gengsi? ini adalah jenis makanan mental terburuk untuk ditelan. Kamu punya rasa merah jambu ke salah satu ikhwan alias kamu pingin banget untuk mendampingi perjuangannya alias lagi, kamu pingin banget jadi istrinya. Tapi apa daya, kamu merasa kalo jadi akhwat tuh gak boleh mengungkapkan perasaan duluan. Tabu dan pamali katanya, kalo hukum social masyarakat diserahkan pada perasaan manusia, memang repot. Bagaimana kalo akhwat nembak ikhwan duluan. Ada nggak sih contoh teladan kita? Ada..yaitu ibunda Khatijah yg menginginkan Nabi Saw utk menjdi suaminya..! Kembali ke gengsi. Kamu gak ada inisiatif untuk mengungkapkan isi hati ke ikhwan pujaan. Ternyata si ikhwan juga mengalami hal yang sama. Bukannya gak berani, tapi si ikhwan mengidap sakit minder yg berlebihan. Si ikhwan pingin nikah tapi apa daya Maisyah ( harta ) yang ia punya pas-pasan. Padahal dalam hatinya ia udah ngebet pingin banget dapetin Aisyah alias punya istri. Belum apa-apa ia udah minder duluan, khawatir gak ada akhwat yang mau. Belum lagi kalo kamu bertipe ‘high’ alias Tajir. Kamu udah cantik, cerdas, ortumu pejabat dan pengusaha sekaligus, kamu pun berdarah biru di sukumu, dakwahmu oke, jam terbangmu tinggi, wah…pokoknya tipe ‘Yang semua lelaki inginkan’. Si dia yang telah memikat hatimu jadi gak PD untuk pedekate atau taaruf. Meski ikhwan-ikhwan yang lain antri kayak nagih utang, kamu tetap gak bisa ke lain hati. Nah, kalo kamu tetap bertahan pada gengsimu dan si ikhwan pujaan juga bertahan pada gengsi dan mindernya, sampe kapan pun kalian sulit bersatu..! SOLUSINYA: Si akhwat yg harus berkata duluan ! Bukanlah hal yg hina dan murahan ketika seorg akhwat mengajukan diri utk dilamar ikhwan jika memang si ikhwan sudah diridhoi dari segi agamanya. Bahkan itu suatu hal yg mulia. Itulah yg terjadi pada ibunda Khadijah. 7. Dipersulit segala sesuatunya. Semua pihak udah oke dari segala segi. Kamu dan keluarga udah mantap, calon dan keluarga juga sudah siap. Materi yang biasanya jadi kendala, juga tak ada masalah kali ini. Tinggal menentukan hari H. Tapi ternyata tak dinyana tak diduga, ternyata kerabat dekat calon ada yang meninggal. Nenek yang begitu dicintai seluruh anggota keluarga ternyata dipanggil Allah. Jadwal kalian mundur. Gak mungkin kan pernikahan dilanjutkan di saat ada kerabat yang meninggal? Ketika suasana sudah mulai kembali normal, ternyata ayahnya sakit dan masuk rumah sakit. Kolesterol dan darah tingginya kambuh. Ketika si ayah sembuh, ternyata calon mendapat tugas kerja ke luar pulau. Padahal ortu terutama ibu kamu gak ngijinin anaknya dibawa jauh dari tanah kelahirannya. Kondisi seperti ini silih berganti, ada saja aral melintang ketika kalian berusaha meneruskan pernikahan. Seakan-akan ada ‘Tangan’ lain yang tak terlihat dan jauh lebih kuat kekuatannya yg membuat semua ini terjadi. Menyalahkan takdir? JANGAN SAMPAI Saudariku! Takdir tak pernah salah. Ingat..Tuhan tidak pernah salah menuliskan takdirNya. Tuhan tidak pernah dzalim terhdap hambaNya. Malah sebaiknya, everything happen for the best alias semua pasti ada hikmahnya. Ini cuma salah satu tanda kekuasaanNya bahwa ada rencana yang jauh lebih baik daripada yang kalian punya. **************************** Nah, setelah kamu baca ketujuh penyebab itu, kamu bisa menelaah dan menganalisa diri kamu sendiri, golongan yang manakah saya? Atau, kamu pernah mengalami ketujuh-tujuhnya? Saya ingat sebuah artikel yang saya baca di internet tentang seorang akhwat yang melalui masa ta’aruf hingga belasan kali. Semua itu berakhir di tengah jalan tanpa ada ujung yang bernama pernikahan. Tahu nggak apa reaksi akhwat tersebut? Kesan yang saya tangkap ia begitu tabah dan tawakal. Ia tak pernah lelah dan bosan dari satu ta’aruf ke ta’aruf berikutnya. Dan yang utama, ia nggak kenal yang namanya menangis apalagi patah hati. Subhanallah..beginilah harusnya sikap seorang akhwat sejati.. Dia menyandarkan nasib jodohnya kepada Allah Yang Maha Menggenggam hati, tidak pernah sekalipun dia suudzon kepada Rabbnya, karena kacamata IMAN adalah benteng yg dia pakai, bukan PERASAAN ! Lalu bagaimana obatnya untuk mengatasi 7 penyebab Patah Hati tersebut..?? Saya tidak akan mengulasnya disini, juga tidak akan membuat note baru utk menjawab pertanyaan tersebut. Jawaban dari pertanyaan trsebut beberapa waktu lalu sudah saya jelaskan dan saya posting di Catatan sebelumnya berjudul: "Tujuh ( 7 ) Motivasi Mengubah Patah Hati Jadi Pelangi". Silahkan dibuka2 kembali dalam postingan2 sebelumnya di page RDM ini. Selamat membaca. Barakallahufikum..semoga bermanfaat Wassalam 


http://www.facebook.com/notes/renungan-dan-motivasi-ifta-istiany-notes/renungan-tujuh-7-sebab-kamu-patah-hati/167170086644980