Mengenai Saya

Foto saya
Malang, East Java, Indonesia
Uhibbuka Fillah...

Laman

Jumat, 11 Februari 2011

Selamat Tinggal Rokok


Dikisahkan oleh Syaikh Dr. Muhammad al-‘Arifi Hafidzhahulloh

Aku pernah diundang di malam Ramadhan dua tahun yang lalu untuk menjadi pembicara dalam satu siaran live di salah satu siaran televisi. Siaran kala itu berkisar tentang ibadah pada bulan Ramadhan. Siaran itu dilakukan di Makkah al-Mukarramah pada satu kamar di salah satu hotel yang bisa melongok di atas Masjidil al-Haram.Kala itu, kami berbicara tentang Ramadhan. Para pemirsa televisi bisa melihat dari sela-sela jendela kamar di belakang kami pemandangan orang-orang yang umrah dan thawaf secara langsung.
Kala itu pemandangannya sungguh mengagumkan dan mengharukan, membuat pembicaraan pun semakin berkesan. Hingga pembawa acara menjadi lembut hatinya, dan menangis di tengah halaqah itu. Sungguh suasana itu adalah suasana keimanan, dan tidak merusak suasana itu kecuali salah satu kameramen. Dia memegang kamera dengan satu tangan, dan tangan yang kedua memegang “Tuhan Sembilan Senti” menurut istilah Penyair Taufik Ismail, yaitu rokok. Seakan-akan tidak ada satu waktu yang tersia-siakan dari malam bulan Ramadhan kecuali dia kenyangkan paru-parunya dengan asap rokok.
Hal ini banyak menggangguku. Penghisap rokok itu benar-benar mencekikku, tetapi harus bersabar, karena itu adalah siaran langsung, dan tidak ada alasan, kecuali terpaksa melaluinya. Berlalulah satu jam penuh, dan berakhirlah kajian itu dengan salam.
Kameramen itu pun mendatangiku –sementara rokok masih ada di tangannya- sembari dia mengucapkan terima kasih dan memuji. Maka kukeraskan genggaman tanganku dan kukatakan, ‘Anda juga, saya berterima kasih atas keikutsertaan Anda dalam menyuting acara keagamaan ini. Saya memiliki satu kalimat, barangkali Anda mau menerimanya.’
Dia pun menjawab, ‘Silahkan… silahkan.”
Kukatakan, ‘Rokok dan siga…” (maksudku sigaret), namun dia memutus pembicaraanku seraya berkata, ‘Jangan menasihatiku… demi Allah, tidak ada faidahnya wahai syaikh.’
Kukatakan, ‘Baik, dengarkan saya… Anda tahu bahwa rokok haram, dan Allah berfirman…’
Dia pun memotong pembicaraanku sekali lagi, ‘Wahai Syaikh, janganlah menyia-nyiakan waktu Anda… saya telah merokok selama 40 tahun… rokok telah mengalir dalam urat nadi saya… tidak ada faidah… selain Anda lebih pandai lagi..!!
Kukatakan, ‘Apa yang ada faidahnya?’
Dia pun merasa tidak enak dariku lalu berkata, ‘Do’akanlah saya… do’akanlah saya.’
Maka akupun memegang tangannya seraya berkata, ‘Mari bersama saya..’
Kukatakan, ‘Mari kita melihat kepada Ka’bah.’
Maka kamipun berdiri di sisi jendela yang bisa melongok di atas al-Haram. Dan ternyata setiap jengkal dipenuhi dengan manusia. Antara yang ruku’, sujud, yang sedang umrah, dan sedang menangis. Sungguh pemandangan yang sangat mengesankan.
Kukatakan, ‘Apakah Anda melihat mereka?’
Dia menjawab, ‘Ya.’
Kukatakan, ‘Mereka datang dari setiap tempat, yang putih, yang hitam… orang Arab dan ‘ajam… yang kaya dan miskin… semuanya berdo’a kepada Allah agar menerima ibadah mereka dan mengampuni mereka…’
Dia menjawab, ‘Benar… benar…’
Kukatakan, ‘Tidakkah Anda menginginkan Allah memberikan kepada Anda apa yang Dia berikan kepada mereka?’
Dia menjawab, ‘Ya… tentu saja.’
Kukatakan, ‘Angkatlah tangan Anda, saya akan berdo’a untuk Anda… dan aminilah do’a saya.’
Akupun mengangkat kedua tanganku lalu kukatakan, ‘Ya Allah, ampunilah dia…’
Dia berkata, ‘Aamiin.’
Aku berdo’a, ‘Ya Allah, angkatlah derajatnya, dan kumpulkanlah dia bersama dengan orang-orang yang dikasihinya di dalam sorga… ya Allah…’
Dan tidak henti-hentinya aku berdo’a hingga hatinya lembut dan menangis… seraya mengulang-ulang, ‘Aamiin… aamiin…’
Tatkala aku ingin menutup do’a kukatakan, ‘Ya Allah, jika dia meninggalkan rokok, maka kabulkanlah do’a ini, jika tidak, maka haramkan dia atas terkabulnya do’a ini.’
Maka pecahlah tangisan laki-laki tersebut, sembari menutupi wajahnya dengan kedua tangannya dan keluar dari kamar tersebut.
Berbulan-bulan telah berlalu, akupun diundang lagi di studio televisi tersebut untuk melakukan siaran langsung.
Saat aku masuk ke bangunan tersebut, tiba-tiba ada seorang laki-laki yang tampak taat beragama menemuiku, kemudian dia mengucapkan salam dengan hangat, lalu mencium kepalaku, dan merendah meraih kedua tanganku untuk menciumnya, dan sungguh dia sangat terkesan.
Kukatakan kepadanya, ‘Mudah-mudahan Allah mensyukuri kelembutan dan adab Anda… saya sungguh menghargai kecintaan Anda… akan tetapi maaf, saya belum mengenal Anda…’
Maka dia berkata, ‘Apakah Anda masih ingat dengan kameramen yang telah Anda nasihati untuk meninggalkan rokok dua tahun yang lalu.’
Kujawab, ‘Ya…’
Dia berkata, ‘Sayalah dia… demi Allah wahai syaikh… sesungguhnya aku tidak pernah meletakkan rokok di mulutku sejak saat itu.’ Alhamdulillahi Rabbil ‘alamiin.


http://www.facebook.com/notes/melati/selamat-tinggal-rokok/178772135494503

Broken


catatan buat yang patah hati.... ( sebuah renungan)
 oleh Safir Alkatiri
Ini hanya sebuah catatan, ehm… catatan patah hati !!
jika mendengar kata itu pasti yang terlintas dibenak saya dan pasti kita semua adalah tentang cinta yang kandas, tentang cinta yang putus sampai disini saja, tentang perpisahan, tentang airmata yang berlinang, tentang perihnya hati seperti tersobek sobek, berdarah darah, teriris iris, dan semua yang menyebabkan dunia serasa mengalami kiamat kubro, kata nya “lebih baik sakit gigi daripada sakit hati” hahahha apa iya sih patah hati seperih itu lukanya tanya aja sama diri lo sendiri De* untuk yang kesekian kalinya hati nurani saya menjerit kejepit
Hati sanubari saya kadang berputar putar menari nari mencari jawaban kenapa sih cinta yang putus itu diberi judul patah hati, apa tidak ada istilah lain yang lebih indah gitu, misalnya “reinkarnasi cinta” atau “metamorposis hati” atau “kepompong basi” hahaha… pokoknya jangan pake istilah hati yang patah lah, padahal kan sebenarnya gak separah itu bukan? tapi sudahlah, toh apapun istilahnya tetap saja putus kan? jadi gak penting lagi istilah yang penting adalah bagaimana ketika cinta itu kandas, ketika cinta itu tak lagi tersambung, ketika cinta itu tidak lagi mau menjadi milik saya, dan ketika si dia tak mau lagi menjadi tempat penitipan hati saya
Jika begini keadaannya maka patah hati sama dengan atau identik dengan airmata, apa iya? gak juga, patah hati itu identik dengan hikmah, coba lihat catatan saya dibawah ini:
Ah seharusnya saya bersyukur masih diberi rasa patah ini oleh ALLAH, masih bisa menangis, itu artinya saya masih punya hati kan? bukan hanya sekedar hati, tapi hati yang sensitive,yang lembut dan yang mampu bahagia dan luka, dan airmata yang mengalir ini bisa membersihkan kelopak mata saya yang kusam menjadi bening kembali karena airmata yang berlinang membawa semua kotoran dimata sehingga bening kembali kelopak mata belo milik saya bayangkan kalo kita gak nangis sebulan, apa gak perih tuh mata, menagislah karena mencintai ALLAH pada saat kita sendiri… airmata ini lebih bernilai pahala daripada nangisin si dia, orang yang ditangisin gak tahu koq kita nangis
Maka nikmat yang mana lagikah yang sanggup saya pungkiri, bahkan didalam air yang berlinang melalui mata ini, ALLAH menitipkan kasih sayangnya.
Kemudian saya mulai berpikir mungkin ada lagi nikmat ALLAH di balik kata patah hati ini, coba bayangkan, pada saat jatuh cinta kemarin mendengar suara telephon si dia lebih indah ditelinga saya dari suara adzan, sms mesra dari sang pujaan hati lebih sering saya baca baca dan berulang ulang agar lebih mengerti artinya dan lebih bergetar mencintainya, lalu seberapa sering saya membaca ulang sms sms dan surat cinta, email dari si dia daripada saya membaca surat cinta dari ALLAH yang tertuang lewat AlQuran? ah sungguh cara mencintai yang salah kaprah
Dan kini setelah tak ada lagi sms darinya, tak ada lagi suara indahnya, hikmah mulai terlihat bahwa dibalik hati yang teriris iris berdarah darah ini ALLAH hendak mengembalikan saya kepada cintanya ALLAH, apa ada cinta yang lebih indah dari cinta sang pemilik napas ini? gak ada kan, maka nikmat ALLAH yang mana lagikah yang sanggup saya pungkiri? dibalik patah hati ini ALLAH menyelamatkan saya dari cinta yang salah, sahabat saya bilang “cinta itu berhala jika salah menafsirkan, kita menyembah dan memuja cinta melebihi menyembah dan memuji ALLAH” nauzubillahimindzalik, cinta gak salah sih mungkin hanya tidak tepat ketika saya lebih mencintai sang pujaan hati daripada mencintai ALLAH.
Ketika saya kehilangan si dia, setiap kali saya ingat dia, saya mulai gelisah, keluar keringat dingin, bengong mikirin langit kenapa warnanya biru, padahal sudah dari sananya emang biru warnanya, merasa bahwa hanya saya didunia ini yang hatinya patah, maka saya ingat ucapan guru mengaji saya “De, hanya dengan mengingat ALLAH hati menjadi tenang” maka yang saya lakukan kemudian adalah membeli tasbih yang digital agar saya bisa tetap dzikir dimanapun dan kapanpun,  jika belum tenang juga saya membaca AlQuran sehingga selesai patah hati, khatam saya membaca AlQuran, ah sungguh dari patah hati ini ALLAH mengembalikan saya kepadanya, maka nikmat ALLAH yang mana lagikah yang sanggup saya pungkiri. Ditengah patahnya hati, saya khatam Quran dan berdzikir lebih banyak lagi, sehingga qualitas keimanan saya otomatis meningkat
Ingatlah bahwa ALLAH maha membolak balikan hati dan keadaan, jika hari ini ALLAH masih menitipkan cinta maka janganlah menjadikan cinta itu berhala dengan memujanya seolah olah dunia ini milik berdua, jumlah sms jadi lebih banyak dari jumlah rakaat shalat,  jumlah pulsa telephon jadi lebih banyak dari rupiah yang kita sedekahkan, duduk berduaan ditempat sepi jadi lebih indah dihati daripada duduk tafakur diatas sajadah dan bermesraan dengan ALLAH dan jika ALLAH membolak balikan hati saya dan sidia dari cinta menjadi tak cinta maka ganti kata patah hati dengan syukur hati karena ALLAH lebih mencintai saya dari pada si dia, terbukti ALLAH mengambil saya untuk dikembalikan kedalam haribaan, limpahan kasih sayang dari kekasih hati yang baru dan selamanya yaitu ALLAH. Siapa sih yang gak mau jadi kekasih ALLAH, tenang, damai, indah, cukup rasanya hidup ini.


http://www.facebook.com/notes/melati/broken/178771028827947

Wanita


Wanita yang Membuat RASULULLAH S.A.W l Menangis ( renungan )

oleh Safir Alkatiri

Bismillaahirrahmaanirrahiim
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
============================
Dikisahkan dari Imam Ali bin abi thalib berkata,: "Suatu hari, aku dan Fatimah melihat Nabi sedang menangis tersedu-sedu. Lalu kami bertanya: ”Ya Rasulullah, apa yang membuatmu menangis seperti ini” .
Rasulullah menjawab: ”Di malam Mi’raj,aku melihat sekelompok wanita dari umatku dalam keadaan tersiksa dengan siksaan yang pedih hingga membuatku menangis. Aku melihat perempuan dalam keadaan rambutnya tergantung dan otaknya mendidih. Aku melihat perempuan yang lidahnya terjulur dan disiram dengan air neraka yang panas. Dan sebagian lagi memakan dagingya sendiri, di bawah badan mereka ada api yang menyala, dan sebagian lagi kaki dan tangan dalam keadaan terikat,sedangkan ular dan kalajengking mengelilinginya. Dan wanita yang lainnya dalam keadaan tuli dan bisu dan dia ditaruh dalam peti yang penuh dengan api yang menyala. Otaknya keluar dari hidungnya dan badannya robek-robek sampai terpisah dari tulangnya. Dan berbagai siksaan-siksaan yang aku lihat di sana.”
Lalu Fatimah bertanya,”Ya Rasulullah, mengapa mereka di siksa oleh Allah SWT sedangkan mereka adalah wanita-wanita yang beriman?”.
Rasulullah menjawab: “Wahai Puteriku, wanita yang digantung rambutnya, adalah wanita yang tidak memakai Jilbab padahal kebenaran sudah disampaikan kepadanya, wanita yang lidahnya terjulur dan digunting dengan gunting raksasa adalah wanita yang menyakiti hati suaminya, wanita yang payudaranya di gantung adalah wanita yang tidak mau tidur dengan suaminya, wanita yang kakinya di gantung adalah wanita yang keluar dari rumah tanpa seizin suaminya, Wanita yang memakan dagingnya sendiri adalah wanita yang merias dirinya untuk orang lain ,wanita yang kakinya diikat dan di kelilingi ular dan kalajengking adalah wanita yang sholat dengan pakaian najis serta tidak mandi setelah haid atau bersenggama.
 Wanita yang tuli dan bisu adalah wanita yang berbuat zina dan anak-anaknya di serahkan pada suaminya, wanita yang menggunting badannya sendiri adalah wanita yang membanggakan diri sendiri pada orang lain,wanita yang badannya dan mukanya terbakar dan dia memakan ususnya serta semua isi perutnya adalah wanita yang menyuruh orang lain berbuat zina, wanita yang kepalanya kepala babi dan badannya badan keledai adalah wanita yang suka berbohong dan mengadu domba, dan wanita2 telanjang yang bermuka anjing lalu api neraka dimasukkan dari duburnya dan keluar dari mulutnya adalah wanita yang suka bernyanyi ditempat-tempat maksiat ”.
Suatu hari Aisyah datang menghadap Nabi dan bertanya:”Ya rasulullah ,siapa yang paling berhak terhadap seorang perempuan?” Nabi menjawab:” Suaminya”. Aisyah bertanya: “siapa yang paling berhak terhadap seorang laki-laki” Nabi menjawab:”Ibunya”.
Dalam suatu riwayat Muadz bin Jabal datang dari syam lalu dia sujud dihadapan rasulullah. Rasulullah bertanya:”Apa yang sedang kamu lakukan”. Muadz menjawab:” Ini adalah adat buat kami, apabila seorang pemimpin datang, kami harus bersujud kepada pemimpin tersebut, dan akupun ingin bersujud padamu ya Rasulullah”.
Lalu Rasulullah bersabda:”Janganlah kalian bersujud terhadap sesama manusia. Dan seandainya sujud terhadap manusia itu di perbolehkan, maka aku akan memerintahkan perempuan untuk sujud pada suaminya. Dan aku bersumpah atas nama Allah tidak ada perempuan yang mengerjakan hak Allah kecuali dia mengerjakan hak-hak suaminya”.
Demikian pula Rasulullah Shalallahu’alaihi Wassallam pernah menangis ketika menyaksikan salah satunya cucunya yang nafasnya sudah mulai terputus-putus dan ketika putra beliau Ibrahim meninggal, air mata beliau menetes karena belas kasih beliau kepadanya. Beliau Shalallahu’alaihi Wassallam menangis ketika meninggalnya Ustman bin Madh’un, beliau menangis ketika terjadi gerhana matahari lantas beliau shalat gerhana dan beliau meenangis dalam shalatnya, kadang pula beliau menangis di saat menunaikan shalat malam.
Kerisauan Rasullah kepada kita ummatnya tidak terbatas ruang dan waktu, Beliau sangat mengkhawatirkan kita umatnya hingga dalam sholatnya pun kaki beliau bengkak hanya untuk mendoa’akan bagaimana seluruh manusia bisa selamat.


http://www.facebook.com/notes/melati/wanita/178770485494668

Setulus Hati


Cintailah Dengan Setulus Hati

By: M. Agus Syafii

Pada sore hari, seorang istri dengan hati berbunga-bunga menanti suaminya yang hendak pulang dari kantor. Terbayang dibenak sang istri, mereka akan saling memeluk dan bertukar pikiran tentang apa yang telah terjadi siang hari. Sementara suaminya dikantor terkena marah dari atasannya, hal itu membuat shock dirinya. Sesampai di rumah, suaminya ditegur dengan mesranya oleh sang istri. 'Sayang, apa yang sedang terjadi? Ceritakan kepadaku untuk meringankan beban dihatimu.' Wajahnya terlihat kusut, lemah lunglai dengan nada kesal suaminya menjawab, 'Mengapa kamu harus berbicara setiap saat? Apa kamu nggak bisa diam? Aku sudah bosan, aku tidak ingin mendengarkan suaramu lagi.'
Sang istri terkejut dan terpukul, hatinya tergores dan membuatnya terluka. Tak terbayangkan betapa sakitnya apa yang telah diucapkan oleh suami yang dicintainya dengan sepenuh hati. Ia berjanji untuk tidak bicara lagi dengan suaminya, 'Suamiku tidak ingin mendengarkan suaraku lagi. Aku tidak akan berbicara dengannya lagi!' Ucapnya dalam hati. Hal itu berlangsung selama 30 tahun. Suaminya penuh penyesalan. Berulangkali ia meminta maaf namun luka hati sang istri tidak pernah sembuh. Pada saat suaminya sedang sakit keras, ia memohon agar istrinya memaafkan. 'Istriku, biarkan aku mati dengan tenang. Sekali saja ucapkan bahwa kamu telah memaafkanku.' Sang istri tidak berdaya. Ia tidak dapat lagi mengucapkan kata-kata.
Begitulah realitas kehidupan sehari-hari, hati kita mudah sekali terluka tetapi bila hati seluas samudra penuh kasih sayang tentunya luka hati akan cepat sembuh. Alangkah indahnya bila kita menghargai seseorang dengan setulus hati. Terkadang kita menghargai seseorang hanya setelah ia meninggal dunia. Kita turut berbelasungkawa dan pertemuan duka cita untuk mengenangnya. Mari kita berbuat sesuatu untuk mereka yang kita sayangi selama mereka masih hidup dengan meluaskan hati seluas samudra yang dipenuhi dengan kasih sayang dan membukakan pintu maaf bila orang yang kita sayangi melakukan kesalahan. Itulah yang disebut dengan mencintai dengan setulus hati.
---
Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami, pasangan hidup kami dan keturunan kami sebagai penyejuk hati kami dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertaqwa. (QS. 25:74).


http://www.facebook.com/notes/melati/setulus-hati/178791432159240

Mau ikut Barisan Yang Mana Akhwat ?


12 Barisan di Akhirat
Suatu ketika, Muadz bin Jabal menghadap Rasulullah dan bertanya: "Wahai Rasulullah, tolong uraikan kepadaku mengenai firman Allah: "Pada saat sangkakala ditiup, maka kamu sekalian datang berbaris-baris." (QS An-Naba':18)"
Mendengar pertanyaan itu, baginda menangis dan basah pakaian dengan air mata. Lalu menjawab: "Wahai Muadz, engkau telah bertanya kepadaku, perkara yang amat besar, bahwa umatku akan digiring, dikumpulkan berbaris-baris."
Maka dinyatakan apakah 12 barisan tersebut.....
Barisan Pertama
Digiring dari kubur dengan tidak bertangan dan berkaki. Keadaan mereka ini dijelaskan melalui satu seruan dari sisi Allah Yang Maha Pengasih: "Mereka itu adalah orang-orang yang sewaktu hidupnya menyakiti hati tetangganya, maka demikianlah balasannya dan tempat kembali mereka adalah neraka..."
Barisan Kedua
Digiring dari kubur berbentuk babi hutan. Datanglah suara dari sisi Yang Maha Pengasih: "Mereka itu adalah orang yang sewaktu hidupnya meringan-ringankan sholat,maka inilah balasannya dan tempat kembali mereka adalah neraka..."
Barisan Ketiga
Mereka berbentuk keledai, sedangkan perut mereka penuh dengan ular dan kala jengking. "Mereka itu adalah orang yang enggan membayar zakat, maka inilah balasannya dan tempat kembali mereka adalah neraka..."
Barisan Keempat
Digiring dari kubur dengan keadaan darah seperti air pancuran keluar dari mulut mereka. "Mereka itu adalah orang yang berdusta di dalam jual beli, maka inilah balasannya dan tempat kembali mereka adalah neraka..."
Barisan Kelima
Digiring dari kubur dengan bau busuk dari bangkai. Ketika itu Allah menurunkan angin sehingga bau busuk itu mengganggu ketenteraman di Padang Mahsyar. "Mereka itu adalah orang yang menyembunyikan perlakuan durhaka takut diketahui oleh manusia tetapi tidak pula merasa takut kepada Allah SWT, maka inilah balasannya dan tempat kembali mereka adalah neraka..."
Barisan Keenam
Digiring dari kubur dengan keadaan kepala mereka terputus dari badan. "Mereka adalah orang yang menjadi saksi palsu, maka inilah balasannya dan tempat kembali mereka adalah neraka..."
Barisan Ketujuh
Digiring dari kubur tanpa mempunyai lidah tetapi dari mulut mereka mengalir keluar nanah dan darah. "Mereka itu adalah orang yang enggan memberi kesaksian di atas kebenaran, maka inilah balasannya dan tempat kembali mereka adalah neraka..."
Barisan Kedelapan
Digiring dari kubur dalam keadaan terbalik dengan kepala ke bawah dan kaki ke atas. "Mereka adalah orang yang berbuat zina, maka inilah balasannya dan tempat kembali mereka adalah neraka..."
Barisan Kesembilan

Digiring dari kubur dengan berwajah hitam gelap dan bermata biru sementara dalam diri mereka penuh dengan api gemuruh. "Mereka itu adalah orang yang makan harta anak yatim dengan cara yang tidak sebenarnya, maka inilah balasannya dan tempat kembali mereka adalah neraka..."
Barisan Kesepuluh
Digiring dari kubur mereka dalam keadaan tubuh mereka penuh dengan penyakit sopak dan kusta. "Mereka adalah orang yang durhaka kepada orang tuanya, maka inilah balasannya dan tempat kembali mereka adalah neraka..."
Barisan Kesebelas
Digiring dari kubur mereka dengan berkeadaan buta mata-kepala, gigi mereka memanjang seperti tanduk lembu jantan, bibir mereka melebar sampai ke dada dan lidah mereka terjulur memanjang sampai ke perut mereka dan keluar beraneka kotoran. "Mereka adalah orang yang minum arak, maka inilah balasannya dan tempat kembali mereka adalah neraka..."
Barisan Kedua Belas
Mereka digiring dari kubur dengan wajah yang bersinar-sinar laksana bulan purnama. Mereka melalui titian sirat seperti kilat. Maka, datanglah suara dari sisi Allah Yang Maha Pengasih memaklumkan: "Mereka adalah orang yang beramal saleh dan banyak berbuat baik. Mereka menjauhi perbuatan durhaka, mereka memelihara sholat lima waktu,ketika meninggal dunia keadaan mereka sudah bertaubat, maka inilah balasannya dan tempat kembali mereka adalah syurga, mendapat ampunan, kasih sayang dan keredhaan Allah Yang Maha Pengasih..."
Semoga kita semua kelak berada pada barisan di saf yang Ke-12 yang mendapat Rahmat dari Allah. Amin...
wajah menunduk dan terisak..menyadari semua kesalahan yang telah dilakukan..sekarang menatap diri..dibarisan manakah tempatku kelak berada..tak ada yang tahu..akhir hidup kita..Husnul Khatimah ataukah Su'ul Khatimah...

oleh : Ummu Khansa


http://www.facebook.com/notes/melati/mau-ikut-barisan-yang-mana-akhwat-/178790408826009

Ku Kan Bersabar


menuju kesabaran dengan cinta "

oleh Safir Alkatiri

Suatu waktu beberapa orang sahabat menemui Rasul saw. Mereka hendak menyampaikan uneg-uneg tentang beberapa masalah. Sesampai di hadapan Rasullullah s.a.w  mereka bertanya: "Wahai Baginda, kami mempunyai keinginan dan hajat yang hingga kini belum dikabulkan oleh Allah s.w.t. Mohon sekiranya Baginda berkenan mendoakan kami agar keinginan dan hajat kami tersebut dikabulkan oleh Allah s.w.t."
Sambil tersenyum Baginda Rasul saw menjawab:" Pergilah ke desa Qarn di daerah Yaman, temuilah si Fulan dan mintalah ia mendoakan kalian. Mudah-mudahan tercapai keinginan kalian tersebut".
"Baiklah ya Rasulullah, kami segera berangkat kesana".
Dan berangkatlah mereka menuju desa yang dituju yang ternyata lokasinya cukup jauh dari kota Madinah. Mereka pun bertanya kepada warga desa tentang dimana rumah si Fulan. Setelah diberi petunjuk, akhirnya mereka menemukan rumah yand dicari.
Betapa Terkejutnya mereka mengetahui bahwa si Fulan ternyata adalah seorang yang masih sangat muda dan belum berusia 20 tahun. Sebelumnya mereka berpikir bahwa si Fulan ini tentu seorang yang telah berumur dan istimewa dalam hal ibadah sehingga doanya selalu ijabah.
"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh."
"Walaikumsalam, warahmatullahi wabarakatuh, siapakah gerangan wahai saudara-saudara ini?"
"Kami datang dari kota madinah hendak bertamu."
"Baiklah, silakan masuk."
Para sahabat ini semakin heran melihat keadaan si Fulan dan keluarganya yang terlihat biasa-biasa saja. Diam- diam mereka pun bersepakat hendak menyelidiki apakah kelebihan yang dimiliki oleh si Fulan ini sehingga baginda Nabi s.a.w bahkan menyuruh mereka menemui sang anak muda ini untuk minta didoakan.
Merekapun menginap beberapa waktu dan mengikuti proses kehidupan sehari-hari si Fulan yang tinggal hanya bersama ibunya itu, namun tidak menemukan sesuatu yang menurut pandangan mereka si Fulan ini mempunyai ibadah yang istimewa, baik sholatnya, puasa dan ibadah lainnya dibanding para sahabat di Madinah ataupun Mekkah.
Karena semakin heran, akhirnya mereka memutuskan untuk berterus-terang kepada tuan rumah perihal maksud sebenarnya kedatangan mereka.
Fulan hanya menunduk sambil menghela nafas. Ia lalu bercerita bahwa sekitar 1 atau 2 tahun yang lalu, ketika tersiar berita kedatangan rasul Allah yang telah dinanti sejak lama, ibunya berkeinginan untuk menemui orang mulia tersebut. Namun ibunya sejak lama menderita lumpuh dan ayahnya telah tiada. Sementara mereka sendiri tidak mampu untuk membeli unta atau kuda sebagai kendaraan.
"Lalu bagaimana akhirnya ibumu dapat bertemu Rasulullah?"
"Saya akhirnya menggendong ibu saya," tutur Fulan.
"Subhanallah, engkau menggendong ibumu dengan berjalan kaki dari sini menuju Madinah?" (dalam jarak sekitar 300an km)..
"Di hadapan Rasu s.aw, ibuku meminta kepada Allah agar mengabulkan segala permohonan dan doaku, yang kemudian doa ibuku itu diaminkan oleh baginda Rasul...."

 ****
Sahabat, membawa beban berat di punggung bukanlah perkara ringan, apalagi ketika beban tersebut harus dibawa beratus-ratus kilometer dengan melewati gurun pasir. Seperti layaknya pendaki gunung, membawa perlengkapan dan perbekalan seberat 25-30 kilogram yang harus digendong di punggung sambil mendaki tanjakan yang terjal dan curam. Melewati hutan, Adalah semua itu untuk menguji kesabaran. Selalu harus dimunculkan dalam benak kita, bahwa saya melakukannya demi satu kata ajaib, CINTA. Ya, ujian kesabaran dalam mengarungi kehidupan adalah makna lain dari jalan merengkuh cinta abadi. Semua beban itu tidak ada yang abadi, seperti halnya dunia ini. Sabar, bersabarlah!! Tahan, bertahanlah, beban itu cuma sementara. Sebentar lagi semua ini akan berakhir. Segala beban itupun akan terasa tak berarti. Segala cobaan, godaan itu hanyalah fana, terutama bila orang-orang terdekat tetap berada di-sisimu dan terus mendukungmu. Dan engkau akan mengecap manisnya cinta Illahi..
wallahua'lam bissyawab..... afwan semoga bermanfaat sekali kisah nyata ini dan bisa dijadikan  renungan yg sangat dalam untuk hati kita semua yg masih penuh dosa.t.. afwan .


http://www.facebook.com/notes/melati/ku-kan-bersabar/178770105494706

Ummi…


berbisiklah di telinganya bahwa kamu sayang dia...

oleh Safir Alkatiri

Sudah berapa lama kita hidup? Mungkin sudah terlampau banyak derita yang telah kita torehkan. Kisah sedih, pembangkangan dan mungkin kenakalan yang membekas di hatinya. Kamu pun hanya diam, tak bisa berbuat apa-apa. Walau hanya sekedar mengembalikan hatinya yang telah kau renggut.
Ibu, yah sosok itulah yang selalu membuat kita berlinang air mata. Tulus tanpa pamrih, melayani dengan hati dan kasih sayang. Dari kecil hingga dewasa, tak pernah lelah putus asa. Dengan tangannya yang lembut, menyapa kita dengan senyum tanpa kabut. Cerah membingkai di hati, dekap tiada berhenti. Ibu yang selalu ada di saat kita butuh, membelai kegelisahan dan menggantinya dengan harapan dan pencerahan.
Dia yang mengenalkan kita tentang makna bertahan dan sabar. Ketika diri ini dihantam badai dunia yang sering kali kejam. Dia yang mengajarkan untuk tetap optimis, di saat peluang satu persatu hilang dan tinggal meringis. Ia juga sosok yang selama ini memberi nilai-nilai kehidupan. Nilai tentang perjuangan, militansi, dedikasi dan loyalitas pada dien yang telah kita peluk. Dia yang mengajarkan kita tentang Allah, dan segala yang bermuara pada-Nya.
 Mungkin ia pernah membentak, tapi ia tak pernah membenci kita. Mungkin ia pernah melotot, tapi ia tidak pernah menyesal memiliki kita. Ia ada untuk melayani kita, anak-anaknya.
 Tetapi ketika kegagalan menerpa kita, telunjuk ini dengan mudah menuduhnya. Menyesali kehadirannya, dan malu memiliki dia. Hanya karena dia tidak seperti yang kita harapkan. Tidak se-trendi yang kita miliki. Dan tidak semodern yang kita lakukan. Bentakan kita lebih keras, mata pun nyaris mau keluar saat berbicara dengan dia. Sedih, perih, seolah-olah dia telah menghancurkan hidup kita. Padahal ia hanya bermaksud baik, tapi mungkin salah dalam melangkah. Kita sudah sering membuatnya menangis. Dan kini telunjuk itu bertanya, sudah berapa kalikah kita membuat dia bahagia?
Maka berbisiklah di telinganya bahwa kamu sayang dia kalau dia di sampingmu. Kalau dia nun jauh di sana, ambil teleponmu dan dengarkanlah suaranya yang merdu itu. Suara yang pernah membantumu tidur di masa kecil dulu. Kalau dia masih terjangkau, datangilah dia dan peluk serta cium pipinya. Tetapi kalau dia sudah pergi, dan tak kembali, maka doakanlah hidupnya di sana. Semoga Allah memberi pahala yang tiada terhingga, untuk bunda yang kita harapkan di surga.


http://www.facebook.com/notes/melati/ummi/178769585494758

Wanita ... Mutiara yang Terpelihara


Wahai saudariku, Allah telah memuliakanmu dan mengangkat tinggi kedudukanmu, Ia menginginkan dirimu terpelihara dan terjaga dari tangan-tangan jahat yang ingin menjerumuskanmu ke lembah kehinaan dan memanfaatkan kelemahanmu, oleh karena itu, Ia menetapkan hukum dan peraturan yang dapat menjamin jatidirimu sebagai seorang wanita, karena engkau bukanlah laki-laki dan laki-laki juga bukanlah dirimu, Allah SWT berfirman:
"...dan anak laki-laki tidaklah seperti anak perempuan"(QS. 3:36)
Allah memang menghendaki menciptakan ciptaan-Nya terdiri dari jenis laki-laki dan wanita, Ia berfirman:
"Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah". (QS. 51:49)
Keduanya diciptakan Allah dengan sifat dan karakter yang berbeda untuk saling melengkapi satu sama lain bukan saling berhadapan dan bersaing dalam kehidupan, wilayah peranmu berbeda dengan saudara kandungmu itu, semua itu Allah lakukan semata-mata demi menjadikanmu manusia yang terhormat, berwibawa dan mulia.
Wahai saudariku, aku ingin mengajakmu merenungkan beberapa hukum yang Ia syariatkan untukmu demi memelihara kemulian jati dirimu sebagai wanita.
Pertama, Allah menghalalkan kepadamu memperhias diri dengan perhiasan dari emas dan sutra murni yang Ia haramkan bagi kaum laki-laki, Rasulullah ` bersabda: "Kedua perhiasan ini (emas dan sutra murni) diharamkan bagi laki-laki dan dihalalkan bagi wanita" (HR. Ibnu Majah dari Ali bin Abi Thalib a.). Ia halalkan semua ini untukmu demi menjaga kecantikanmu dan sifatmu yang lembut.
Kedua, Sebaliknya, Allah mengharamkan segala sesuatu yang dapat menghilangkan sifat kewanitaanmu yang halus dan lembut itu baik dalam berpakaian, bertingkah dan perilaku yang menyerupai laki-laki, demikian juga laki-laki diharamkan menyerupai wanita dalam pakaian, gerak dan tingkah laku, karena hal itu tidak sesuai dengan jiwa dan tabiatnya. Rasulullah` bersabda:
"Allah melaknati laki-laki memakai pakaian wanita dan wanita memakai pakaian laki-laki" (HR. Abu Daud dari Abu Hurairah ra.)
Ketiga, Allah melindungi kelemahanmu dan menempatkanmu selalu dalam naungan laki-laki, Ia tidak menuntutmu mencari penghidupan untuk memenuhi kebutuhanmu atau kebutuhan orang lain, tetapi kaum laki-lakilah yang Ia wajibkan memenuhi semua kebutuhan hidupmu, karena Ia tak ingin engkau bergulat dalam kehidupan demi sesuap nasi agar engkau tak terhina. Jika engkau seorang gadis, ayahmu dan saudara laki-lakimulah yang memenuhi kebutuhanmu, jika engkau seorang ibu, anakmu yang laki-laki yang dituntut menjamin kebutuhan hidupmu dan jika engkau seorang istri, suamimu yang harus bertanggung jawab atas semua kebutuhanmu, lalu jika tak ada seorangpun diantara mereka yang menjamin kebutuhan hidupmu maka Allah mewajibkan kepada pemerintah memenuhi semua hajat hidupmu yang asasi.
Keempat, Allah memerintahkan kepadamu menjaga pandanganmu terhadap lawan jenismu agar syetan tidak menjerumuskanmu kedalam kubangan yang hina. Allah lberfirman:
"Katakanlah kepada wanita yang beriman:"Hendaklah mereka menahan pandangan mereka" (QS. 24:31)
Kelima, Allah memerintahkan kepadamu menjaga tubuhmu dari pelecehan tangan-tangan jahil dan penghinaan mata-mata yang usil dengan membalutnya dengan pakaian mulia keculai muka dan telapak tanganmu. Allah berfirman:
"...dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) nampak dari mereka.Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedada mereka" (QS. 24:31)
Keenam, Allah memerintahkan kepadamu tidak menampakan perhiasanmu yang tersembunyi seperti rambut, leher, betis dan lengan tanganmu kecuali kepada suamimu, dan orang-orang yang termasuk mahram bagimu. Allahl berfirman yang artinya: "...dan janganlah menampakkan perhiasan mereka, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara mereka, atau putera-putera saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita..." (QS. 24:31)
Ketujuh, Allah memerintahakan kepadamu berjalan dengan santai dan berbicara dengan nada rendah sehingga engkau nampak berwibawa dan terhormat. Allah lberfirman:
"Dan janganlah mereka memukulkan kaki mereka agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan..." (QS. 24:31)
"Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya."(QS. 33:32)
Kedelapan, Allah memerintahkan kepadamu menghindari segala sesuatu yang dapat menarik perhatian kaum laki-laki kepada dirimu dan tergoda dengan penampilanmu dengan mengikuti prilaku kaum jahiliyah pertama atau kaum jahiliyah abad ini. Rasulullah ` bersabda:
"Wanita yang memakai pafum lalu keluar dari rumahnya agar orang-orang mencium aromanya adalah penzina." (HR. Abu Daud)
Kesembilan, Allah melarangmu berduaan dengan laki-laki selain suami dan mahrammu agar syetan tidak menjatuhkanmu ke jurang kehinaan. Rasulullah ` bersabda:
 "Janganlah seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita dan janganlah pula ia pergi kecuali didampingi mahramnya" (Muttafaqun'alaih)
Saudariku, jika engkau renungkan semua perintah Allah ini dengan hati nurani yang jernih dan jujur, maka engkau akan mendapatkan bahwa Allah sungguh telah menempatkan dirimu bagaikan intan mutiara yang tersimpan di tempat yang terjaga yang tidak boleh dijamah oleh tangan orang yang di hatinya ada penyakit, engkau adalah makhluk mulia dan terhormat di dalam Islam.


http://www.facebook.com/notes/melati/wanita-mutiara-yang-terpelihara/178013858903664

Membandingkan Negara Islam dengan Negara Sekular


oleh Halaqoh Online

Negara demokrasi-sekular sering didengungkan sebagai negara ideal. Pasalnya, yang menjadi bandingannya adalah negara yang cenderung otoriter bahkan totaliter. Dihadapkan dengan pilihan-pilahan tersebut, tidak aneh jika negara demokrasi menjadi alternatif.
Umat Islam tidak jarang juga terjebak dengan alternatif-alternatif tersebut; seolah sistem pemerintahan hanya itu. Padahal masih ada sistem pemerintahan lain, yang tidak masuk dalam katagorisasi semua sistem pemerintahan tersebut. Sistem pemerintah itu adalah sistem Khilafah. Sistem Khilafah bertolak belakang dengan demokrasi, namun juga bertentangan dengan sistem monarki, teokrasi, atau aristokrasi; bahkan dengan semua sistem pemerintahan yang pernah ada di dunia.
Agar tidak dianggap sebagai klaim tanpa dasar, tulisan berikut akan mengungkap perbedaan sejumlah konsepsi seputar sistem pemerintahan demokrasi sekular dengan sistem pemerintahan Khilafah.
Konsep Kedaulatan
Masalah krusial dalam setiap sistem pemerintahan adalah menyangkut konsep kedaulatan (sovereignty/as-siyâdah). Kedaulatan adalah kewenangan untuk menangani dan menjalankan  suatu kehendak tertentu. Dengan ungkapan lain, kedaulatan merupakan kekuasaan tertinggi dan mutlak; satu-satunya yang memiliki hak untuk mengeluarkan hukum.[1] Karena itu, konsep kedaulatan akan menentukan corak masyarakat, arah kebijakan negara, dan semua subsistem yang menjadi turunannya—seperti sistem hukum, peradilan, ekonomi, dan sebagainya.
Dalam negara demokrasi-sekular, kedaulatan berada di tangan rakyat. Konsekuensinya, rakyatlah yang memiliki hak menentukan perjalanan hidup masyarakat. Rakyat pula yang menentukan sistem, hukum, dan kosntitusi yang cocok bagi mereka. Sebagaimana rakyat berhak membuat dan menetapan sebuah undang-undang, rakyat juga berhak membatalkan, mengganti, atau mengubah undang-undang tersebut.
Karena rakyat merupakan sekumpulan orang, sementara keinginan dan kehendak mereka bisa berseberangan satu sama lainnya, maka yang dijadikan sebagai kata pemutus adalah kehendak mayoritas. Ide, aspirasi, atau kebijakan apa pun yang mendapatkan dukungan suara terbanyak harus diterima sebagai keputusan terakhir yang ditaati oleh semua pihak; tidak peduli apakah keputusan tersebut benar atau salah, sejalan atau bertabrakan dengan hukum Allah SWT

Berkaitan dengan suara mayoritas ini, Henry B. Mayo menyatakan bahwa sistem politik yang demokratis adalah sebuah sistem yang kebijaksanaan umumnya ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil rakyat.[2] Lyman Tower Sargent juga menegaskan bahwa kunci yang harus dipenuhi oleh negara demokrasi adalah sistem hukum yang ditentukan oleh mayoritas.[3]
Konsepsi tentang kedaulatan ini jelas kontradiktif dengan sistem Khilafah. Sistem Khilafah menjadikan kedaulatan ada di tangan Allah (syariat). Hal ini didasarkan pada syariat Islam yang hanya mengakui Allah SWT satu-satunya Pemilik otoritas untuk membuat hukum (al-Hâkim) dan syariat (al-Musyarri‘) baik dalam  semua perkara ibadah. Islam tidak memberikan peluang kepada manusia untuk menetapkan hukum, meski satu hukum sekalipun. Justru manusia, apa pun kedudukannya, baik rakyat atau khalifah, semuanya berstatus sebagai mukallaf (pihak yang mendapat beban hukum) yang  wajib tunduk dan patuh dengan seluruh hukum yang dibuat oleh Allah SWT
Konsep kedaulatan di tangan syariat disimpulkan dari banyak dalil. Di antaranya: dalil-dalil yang mewajibkan kaum Muslim untuk taat kepada Allah dan Rasul-Nya secara mutlak (QS an-Nisa’ [4]: 59, 65, 105, 115; al-Baqarah [2]: 20); mengembalikan semua persoalan hukum pada syariat (QS asy-Syura [42]: 10; an-Nisa’ [4]: 59); mengecam semua hukum selain hukum Allah dengan sebutan hukum thâghût dan hukum Jahiliah (QS an-Nisa’ [4]: 60; al-Maidah [5]: 50);  menyebut orang-orang yang berhukum pada selain hukum Allah sebagai kafir, zalim, dan fasik (QS al-Maidah [5]: 44, 45, 47).  
Kaidah ushul Lâ hâkima siwa Allâh, wa lâ hukma illâ ma hâkama bih (Tidak ada Pembuat hukum selain Allah dan tidak ada hukum selain yang Dia tetapkan) adalah kaidah yang tidak dipertentangkan oleh umat Islam.[4] Allah SWT berfirman:
إِنِ الْحُكْمُ إِلاَّ ِللهِ
Menetapkan hukum hanya hak Allah. (QS Yusuf [12]: 40).
Berdasarkan prinsip tersebut maka semua perundang-undangan di negara Khilafah harus bersumber dari al-Quran dan as-Sunnah serta Ijma Sahabat dan Qiyas. Suara mayoritas—yang dalam negara sekular-demokrasi memegang peranan menentukan—dalam sistem Khilafah digunakan dalam medan yang amat terbatas, yakni hanya dalam melaksanakan suatu amal yang dibenarkan oleh syariat dan tidak membutuhkan keahlian khusus. Sebaliknya, penetapan hukum dan perundangan sama sekali tidak memperhatikan suara terbanyak. Seandainya seluruh rakyat berkumpul dan secara aklamasi menyetujui digalakkannya riba, atau bersepakat melegalisasi lokalisasi perzinaan dengan dalih agar perzinaan tidak menyebar luas di tengah masyarakat, maka semua kesepakatan itu tidak ada nilainya sama sekali di hadapan syariat.
Konsep Kekuasaan
Kekuasaan dalam sistem pemerintahan demokrasi-sekular terbagi menjadi tiga institusi yang memiliki kewenangan berbeda-beda, yakni: kekuasaan legislatif  (kekuasaan untuk membuat undang-undang); kekuasaan eksekutif (kekuasaan untuk menjalankan undang-undang); dan kekuasaan yudikatif (kekuasaan untuk mengadili atas pelanggaran undang-undang). Konsep pembagian kekuasaan ini dikenal dengan trias politica. Pembagian kekuasaan itu dimaksudkan untuk mencegah dominasi kekuasaan oleh seseorang atau lembaga tertentu sehingga kedaulatan rakyat dapat terjaga.
Dalam sistem Khilafah kekuasaan ada di tangan umat.
Seorang khalifah hanya bisa memiliki kekuasaan melalui baiat.[5] Kesimpulan ini didasarkan pada hadis-hadis tentang baiat yang semuanya menunjukkan bahwa baiat itu diberikan oleh kaum Muslim kepada khalifah, bukan oleh khalifah kepada kaum Muslim. Ini menunjukkan bahwa Islam telah menjadikan kekuasaan di tangan umat. Artinya, umat berhak mengangkat siapa saja yang mereka pilih dan mereka baiat untuk menjadi khalifah.
Selanjutnya, dengan akad baiat, kekuasaan yang dimiliki umat itu diserahkan kepada khalifah untuk mengatur urusan rakyat berdasarkan Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya. Dalam hal ini, khalifah merupakan wakil umat untuk menjalankan hukum syariat Islam (kedaulatan Allah) dalam kehidupan bernegara, bukan untuk menjalankan kedaulatan rakyat sebagaimana dalam sistem demokrasi-sekular.
Meskipun syariat telah menetapkan bahwa kekuasaan di tangan umat, dalam memilih khalifah umat tetap harus mematuhi kriteria-kriteria yang ditetapkan syariat; semisal harus berakal, balig, Muslim, laki-laki, adil, merdeka, dan berkemampuan. Lagi pula, sekalipun syariat memberikan hak bagi  umat memilih dan mengangkat khalifah, umat tidak berhak memberhentikannya selama akad baiat kepadanya dilaksanakan secara sempurna berdasarkan ketentuan syariat.
Ketentuan ini didasarkan beberapa hadis sahih yang mewajibkan ketaatan kepada khalifah selama ia tidak memerintahkan kemaksiatan dan tidak jelas-jalas kafir. Ibn Abbas yang mengatakan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda bersabda:
»مَنْ رَأَى مِنْ أَمِيْرِهِ شَيْئَا فَكَرِهَهُ فَلْيَصْبِرْ فَإِنَّهُ لَيْسَ أَحَدٌ يُفَارِقُ اْلجَمَاعَةَ شِبْرًا فَيَمُوْتُ إِلاَّ مَاتَ مِيْتَةً جَاهِلِيَّةً«
Siapa saja yang melihat sesuatu dari amirnya dan ia membencinya, hendaknya  bersabar. Sebab, tidak seorang pun yang meninggalkan jamaah sejengkal saja kemudian mati, kecuali mati dalam keadaan  Jahiliah. (HR al-Bukhari).
Kendati demikian, bukan berarti khalifah tidak dapat diberhentikan apa pun keadaannya. Syariat telah menjelaskan keadaan-keadaan tertentu yang memungkinkan khalifah dinyatakan berhenti secara otomatis seperti ketika murtad, gila total, atau ditawan musuh yang tidak mungkin bisa melepaskan diri. Dijelaskan pula keadaan-keadaan tertentu yang memungkinkan khalifah harus diberhentikan oleh mahkamah mazhâlim, seperti ketika ia tidak dapat melaksanakan tugasnya karena suatu sebab, atau kehilangan ‘adalah-nya, yaitu telah melakukan kefasikan secara terang-terangan.
Bentuk Negara

Bentuk negara demokrasi-sekular dapat beraneka ragam; dapat berbentuk kesatuan, seperti Inggris dan Prancis, atau federasi seperti Amerika Serikat dan Malaysia. Dalam negara federasi terdapat negara-negara bagian yang memiliki otonomi sendiri dan bersatu dalam pemerintahan secara umum, semisal dalam hal perjanjian internasional, moneter, pertahanan dan keamanan, dan lain-lain.
Ini berbeda dengan Khilafah yang harus berbentuk kesatuan. Islam tidak membenarkan adanya negara-negara bagian yang memiliki kedaulatan sendiri dalam bidang-bidang tertentu. Sistem pemerintahan Khilafah harus bersifat sentralisasi dengan penguasa tertinggi cukup di pusat. Pemerintahan pusat mempunyai otoritas penuh terhadap seluruh wilayah negara, baik dalam masalah kecil maupun besar. Ketentuan ini didasarkan beberapa hadis Nabi saw. Di antaranya hadis dari Arfajah bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda:
«مَنْ أَتَاكُمْ وَأَمْرُكُمْ جَمِيْعٌ عَلَى رَجُلٍ وَاحِدٍ يُرِيْدُ أَنْ يَشُقَّ عَصَاكُمْ أَوْ يُفَرِّقَ جَمَاعَتَكُمْ فَاقْتُلُوْهُ» 
Siapa saja yang datang kepada kalian,   sedangkan urusan kalian berada di tangan seorang (Khalifah), kemudian dia hendak memecah-belah kesatuan jamaah kalian, maka bunuhlah. (HR Muslim). 
Hadis di atas menjelaskan larangan membelah persatuan kaum Muslim dan membagi-bagi kesatuan negaranya, serta mendorong kepada kaum Muslim agar tidak mentoleransi setiap upaya pembagian negara, termasuk upaya melepaskan diri darinya.
Kesatuan negara Khilafah juga mewujud dalam hal keuangan dan anggaran. Keuangan seluruh wilayah negara Islam dianggap satu, termasuk anggaran belanjanya. Anggaran belanja setiap wilayah akan diberikan sesuai dengan tingkat kebutuhannya, bukan atas besar-kecilnya pendapatan yang dihasilkannya. Perlu diingat, meskipun dalam soal pemerintahan harus sentralisasi, namun sistem administrasinya dapat dilakukan desentralisasi.
Bentuk Pemerintahan
Sistem pemerintahan negara demokrasi-sekular dapat berbentuk republik dengan kepala negara seorang presiden seperti AS atau monarki dengan kepala negara seorang raja seperti Inggris atau kaisar seperti di Jepang.
Ini juga berbeda dengan bentuk pemerintahan Islam yang hanya mengenal satu bentuk, yakni Khilafah. Khilafah adalah kepemimpinan umum bagi seluruh kaum Muslim di dunia untuk menegakkan hukum-hukum syariat dan mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia. Sebutan lain dari Khilafah adalah Imamah.
Dalam pemerintahan monarki, kedudukan raja diperoleh melalui jalan pewarisan. Artinya, seseorang dapat menduduki jabatan raja hanya karena kebetulan menjadi anak keturunan raja. Mekanisme kekuasaan itu bertentangan dengan sistem Khilafah. Kedudukan khalifah hanya didapatkan dengan satu jalan, yakni dengan baiat dari umat secara ridha dan diliputi kebebasan memilih, tanpa ada tekanan atau paksaan. Jika dalam sistem monarki raja memiliki hak-hak istimewa yang dikhususkan untuk raja dan tidak bisa dimiliki selain raja, bahkan dalam beberapa negara kedudukan raja di atas undang-undang, tidak demikian dengan khalifah. Sistem Khilafah tidak memberikan hak-hak istimewa bagi khalifah, kecuali sama dengan rakyatnya. Khalifah adalah wakil umat dalam masalah pemerintahan dan kekuasaan yang mereka baiat buat menerapkan syariat Allah atas diri mereka. Artinya, khalifah juga tetap harus tunduk dan terikat dengan hukum syariat dalam semua tindakan, kebijakan, dan pelayanan terhadap kepentingan umat.
Sistem Khilafah juga berbeda dengan republik. Dalam sistem republik, presiden bertanggung jawab kepada rakyat atau yang mewakili suara rakyat (misal: parlemen). Rakyat beserta wakilnya berhak memberhentikan presiden. Sebaliknya, seorang khalifah, sekalipun bertanggung jawab di hadapan umat dan wakil-wakil mereka, mereka tidak berhak memberhentikannya. Khalifah hanya dapat diberhentikan jika ia menyimpang dari hukum syariat yang menyebabkannya harus diberhentikan. Ada pun yang menentukan pemberhentiannya adalah mahkamah mazhâlim.
Jabatan pemerintahan (presiden atau perdana menetri) dalam sistem republik, baik yang menganut presidensial maupun parlementer, selalu dibatasi dengan masa periode tertentu yang tidak boleh melebihi dari masa jabatan tersebut. Sebaliknya, dalam sistem Khilafah tidak terdapat masa jabatan tertentu. Batasannya hanyalah apakah ia masih menerapkan hukum syariat ataukah tidak. Selama ia masih melaksanakan hukum syariat yang bersumber dari Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya serta mampu menjalankan urusan-urusan negara dan tanggung jawab kekhilafahan, maka dia tetap sah menjadi khalifah, sekalipun masa jabatannya amat panjang. Demikian pula sebaliknya. Ketetapan ini didasarkan pada nash baiat yang ada dalam hadis-hadis, yang semuanya bersifat mutlak, tidak ada batasan masa jabatan tertentu. Di antaranya adalah riwayat Anas bin Malik yang menyatakan bahw Nabi saw. pernah bersabda:
«اِسْمَعُوْا وَأَطِيْعُوْا وَإِنْ اُسْتُعْمِلَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ حَبْشِيٌ كَأَنَّ رَأْسَهُ زَبِيْبَةً»
Dengar dan taatilah, sekalipun yang memimpin kalian budak yang hitam legam, bahkan kepalanya seperti (keluar) bisul-bisulnya. (HR al-Bukhari).
          Dalam riwayat Muslim dari jalur Ummu al-Husain ada ungkapan:
» يَقُوْدُكُمْ بِكِتَابِ اللهِ تَعَالَى«
….selama dia masih memimpin kalian dengan Kitabullah. (HR Muslim).
Di samping itu, Khulafaur Rasyidin masing-masing telah dibaiat sebagaimana baiat yang terdapat dalam banyak hadis. Mereka tidak ada yang dibatasi dengan masa jabatan tertentu. Mereka masing-masing memimpin Khilafah sejak dibaiat hingga meninggal. Hal ini menjadi Ijma Sahabat, bahwa jabatan khalifah tidak mengenal masa jabatan tertentu.
Namun demikian, bukan berarti seorang khalifah pasti terus menjabatnya hingga dia meninggal. Sebab, ada ketetapan syariat berkenaan beberapa keadaan khalifah yang menjadikannya dinyatakan berhenti secara otomatis dari jabatannya, atau harus diberhentikan oleh mahkamah madzalim.
 Kepemimpinan
Kepemimpinan dalam negara demokrasi-sekular bersifat kolektif. Sistem pemerintahannya, baik parlementer maupun presidensial, mengharuskan adanya kabinet yang di dalamnya terdapat menteri-menteri dengan spesialisasi departemen-departemen masing-masing dan wewenang tertentu. Kolektivitas kepemimpinan tampak lebih menonjol dalam sistem parlementer; roda pemerintahan dijalankan oleh kabinet yang dikepalai seorang perdana menteri. Kabinet secara kolektif itu bertanggung jawab terhadap parlemen. Jika parlemen menjatuhkan mosi tidak percaya, kabinet tersebut harus bubar.
Dalam Islam, kepemimpinan bersifat tunggal, tidak bersifat kolektif. Tunggalnya kepemimpinan tersebut didasarkan pada hadis-hadis Nabi saw.  Di antaranya hadis berikut:
«إِذَا بُيِعَ لِخَلِيْفَتَيْنِ فَاقْتُلُوْا الآخِرَ مِنْهُمَا»
Jika dibaiaat dua orang khalifah maka bunuhlah yang terakhir dari keduanya. (HR Muslim).
Prinsip tunggalnya kepemimpinan juga diterapkan dalam kepemimpinan negara. Di dalam sistem khilafah tidak ada menteri maupun kabinet yang menyertai khalifah sebagaimana dalam konsep demokrasi. Yang ada di dalam sistem khilafah hanyalah para mu‘âwin (pembantu khalifah). Tugas mereka adalah membantu khalifah dalam tugas-tugas pemerintahan. Mereka adalah pembantu sekaligus pelaksana. Ketika memimpin mereka, peran khalifah bukan dalam kapasistasnya sebagai perdana menteri atau kepala lembaga eksekutif, melainkan sebagai kepala negara. Dalam sistem khilafah tidak ada kabinet menteri yang bertugas membantu khalifah dengan wewenang tertentu.
Pilar Pemerintahan
Dalam negara demokrasi-sekular, kedaulatan ada di tangan rakyat yang terepresentasi di tangan wakil rakyat. Demikian juga dengan kekuasaan. Rakyat merupakan sumber kekuasaan. Akan tetapi, pada praktiknya keadaulatan dan kekuasaan itu tidak benar-benar berada di tangan rakyat, namun di tangan para kapitalis/pemilik modal raksasa, terutama di bidang industri dan media massa. Di Amerika, para kapitalis inilah yang sebenarnya secara real mengangkat dan memberhentikan orang-orang yang menempati lembaga-lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Siapa saja yang berseberangan dengan para kapitalis akan tergusur dari kekuasaannya. Yang lebih tragis nasib negara-negara Dunia Ketiga. Kedaulatan rakyat di negara-negara tersebut justru telah terampas oleh dominasi negara-negara asing.
Secara praktis, kekuasaan itu dijalankan oleh tiga institusi: yakni legislatif (parlemen), eksekutif (presiden dan kabinetnya), dan yudikatif (lembaga peradilan). Di berbagai negara, yang biasanya dipilih langsung oleh rakyat adalah legislatif dan eksekutif (presiden). Adapun hukum dan undang-undangnya dibuat dan ditetapkan lembaga legislatif. Di beberapa negara, seperti Indonesia, sebuah undang-undang ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara lembaga legislatif dan lembaga eksekutif.

Pilar pemerintahan itu jelas sangat berbeda dengan sistem Khilafah. Di dalam sistem Khilafah dibedakan antara kedaulatan dan kekuasaan. Kedaulatan ada di tangan syariat sehingga tidak boleh ada satu hukum atau undang-undang yang tidak bersumber dari Kitabullah dan Sunnah rasul-Nya, sementara kekuasaan ada di tangan umat. Artinya, umatlah yang berhak memilih dan mengangkat orang yang dikehendaki untuk menduduki jabatan khalifah.
Mengenai hukum-hukum yang didasarkan dalil yang dzannî, sehingga dapat memunculkan beberapa penafsiran, sementara hukum tersebut diperlukan dalam pengaturan urusan rakyat, maka harus ada salah satu yang diadopsi (tabannî). Berdasarkan Ijmak Sahabat, yang memiliki kewenangan untuk mengadopsi hukum syariat sebagai undang-undang hanya khalifah. Namun demikian, khalifah tidak boleh mengadopsi undang-undang yang bertentangan dengan syariat.
Peran Wakil Rakyat
Dalam negara sekular-demokrasi, wakil rakyat menjalankan kedaulatan rakyat. Lembaga perwakilan rakyat inilah yang menetapkan semua hukum dan peraturan dalam negara tersebut. Di beberapa negara, parlemen ini juga memiliki wewenang meminta pertanggungjawaban kepala negara dan memberhentikannya.
Itu sangat berbeda dengan wakil rakyat dalam sistem khilafah. Wakil rakyat yang terwadahi dalam majelis umat sama sekali tidak berfungsi sebagai lembaga legislatif. Dalam Islam, kekuasaan legislatif hanya milik Allah SWT semata, bukan milik manusia. Kalau pun ada hak mengadopsi hukum-hukum yang berkaitan dengan pengaturan urusan rakyat dan pemerintahan, maka itu adalah bagi khalifah. Ini bukan berarti khalifah memegang kekuasaan legislatif. Sebab, khalifah tidak membuat hukum sendiri, namun hanya sekadar mengambil hukum-hukum syariat yang terkandung dalam Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya berdasarkan kriteria dalil melalui proses ijtihad yang benar.
Dalam mengadopsi hukum syariat menjadi undang-undang, khalifah diperbolehkan mengajukannya kepada majelis umat untuk meminta pendapatnya mengenai masalah tersebut. Akan tetapi, pendapat majelis dalam masalah ini tidak mengikat. Tugas utama anggota majelis umat hanyalah mewakili aspirasi kaum Muslim agar menjadi pertimbangan khalifah dan tempat khalifah meminta masukan dalam urusan kaum Muslim. Mereka juga mewakili umat melakukan muhâsabah (kontrol dan koreksi) terhadap pejabat pemerintahan.
Berdasarkan uraian di atas tampak jelas perbedaan sistem Khilafah dengan sistem pemerintahan demokrasi-sekular. Masihkah kita menganggap Islam sama dengan demokrasi? Wallâh a‘lam bi ash-shawâb. []