Bismillaahirahmaanirrahiim
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
============================
Hidup itu penuh perjuangan..
Bekerja membalik tanah, menyingkap rahasia langit dan bumi.
Dakwah itu berat, Cinta juga berat..
Semakin engkau menyelami, semakin engkau tidak mengerti,
Karena keduanya tidak terbatas.
---------------------------------------------
" Lagi ngapain mas? " Dani tersenyum ketika melihat pesan dari
HP-nya. oh Dian. Dengan cekatan dia pencet cepat tombol-tombol HP bututnya.
"Mas lagi di bulan sekarang " kembali kedua bibir itu
senyum-senyum sendiri.
"Eh jangan senyum-senyum sendiri gitu donk, entar jadi kebiasaan lho.
aku nggak mau punya adek di katain orang ‘agak-agak’ gara-gara senyum-senyum
sendiri lho." tawa kembali terurai ketika dia pencet send di HP nya.
Memang Dani dan Dian sudah mendeklarasikan diri sebagai kakak dan adek sejak
setahun lalu.(walaupun hanya mereka yang tahu). Ngga tahu entah dari mana asal
usul itu, padahal nggak ada ikatan darah antara keduanya. Tapi memang kakak dan
adek kelas. Kebetulan mereka berdua belajar di kampus yang sama, hanya
jurusannya yang berbeda. Kebetulan lagi, Dani adalah mantan pengurus organisasi
yang sekarang sedang dihuni oleh Dian.
Organisasi yang paling dihormati seluruh mahasiswa, organisasi yang paling
di benci oleh misionaris-misisonaris kristen dan yahudi. Organisasi yang para
punggawanya berusaha untuk benar-benar menjaga dan memperbaiki
diri.Ya…..organisasi yang paling tidak diminati sejak SMA oleh para mahasiswa
jika diamanahinya. Kenapa? tanya kenapa? Ya..itulah Lembaga Dakwah Kampus atau
yang paling dikenal sebagai Rohis. Tapi kok Dani…?
" Mas jangan bikin adek penasaran ah ? mas lagi dimana ?" begitu
jawaban Dian di HP, mungkin kalo telepon dengan nada sebel.
" Mas lagi di rumah, di kamar, di atas kasur, tiduran sambil baca buku
yang baru beli tadi siang..!” balasnya menggambarkan keadaannya
sedetail-detailnya.
" Afwan ya, di rumah ? rumah mana mas? Jakarta atau yogya? “ Dian balas
lagi dengan pertanyaan. Memang mereka berdua kebetulan melanjutkan kuliah di
luar kota, meninggalkan hiruk pikuk Jakarta yang semrawutnya luar biasa.
Tepatnya kekota gudeg, kota pelajar,
kota wisata, kotanya nyi roro kidul ( ue alah….hari gini percaya
gituan.hehe..).
" di rumah ! Rumah Cinta..hehe.becanda.!!! "Mas lagi di Jakarta !
lagi baca buku nich, tepatnya novel judulnya "Cinta Yang Terlambat".
Bagus dech, mo pinjem ?." Jawabnya terlihat bangga karena bisa membeli
buku.
" Jakarta ? kok pulang ngga’ bilang-bilang. tahu gitu kan adek bisa
bareng! eh..Bagus tuch kedengarannya. ya dah dech, met bermelankolis aja dech
buat mas. Jangan lupa, ntar kalo udah selesai, adek pinjem yach. syukron
ba’dahu. Wass…." Dian mengakhiri percakapan SMS-nya.
" Afwan, mas tadi buru-buru. anak isteri dah kangen katanya. hehehe…..
Insyaallah nanti kalo dah selesai, pasti aku pinjemin. Wa’alaikum salam.."
dan "klik" Dani juga selesai menutup HP-nya.
Mungkin karena sama-sama jauh dari rumah dan asal yang sama juga, mereka
berdua bisa akrab, bahkan kelewat akrab untuk seorang yang mengaku sebagai
"penyeru dan aktivis da’wah", sama-sama senasib katanya. Memang
sebuah alasan klise untuk hubungan seperti itu. Hubungan yang sangat beresiko
membuka peluang bagi para syetan untuk berlomba-lomba menjerumuskan mereka
kedalam kubangan dosa berlabel "pacaran"….
"
Ah…insayallah aku ngga’ akan ada rasa apa-apa dengannya",
gumam dalam hati Dani membenarkan alasannya, sambil melantunkan sebait do’a :
" Ya Allah lindungi hamba, jauhkan hamba dari dosa. Dosa untuk mata yang
melihat tanpa berusaha memalingkannya. Dosa untuk lisan yang tak terjaga dan
berdusta. Dosa untuk telinga yang merasa tenteram mendengar suaranya. Dosa
untuk jantung yang berdebar tenteram ketika bertemu dengannya. Dosa untuk wajah
yang selalu menebar pesona. Dosa untuk cinta yang hadir sebelum waktu
seharusnya. Kabulkanlah Ya Allah. Ami…n."
" SMS dari siapa tuuch….cieeee dari siapa..ce ileeeeh dari siapa
siiiiich ….ayo ngaku ayo ngaku cieeeh.." Bunyi ringtone HP disamping
bantal yang membuat jantungnya sedikit berdegup meninggi. Dengan cekatan,
langsung di ambilnya HP itu…dan…hingga pada sebuah tanda "message"
dia pencet "OK". hampir sepuluh detik-an HP itu loading menmpilkan
pesan, maklum HP butut. !!! Jantung yang belum lama normal dari kaget kembali
harus di paksa berdetak kencang,begitu message itu terbuka …
Saat kumenatap langit
Rasanya ada satu bintang yang hilang dari pandanganku
Bintang yang memiliki sinar sendiri, ketika malam menerangi bumi Dan
selalu bersinar dimanapun ia berada
Dan ternyata…..
Seiring berjalannya waktu
Bintang itu telah menghiasi hati seseorang
Dengan cinta , kerinduan dan harapan.
Deg….deg…deg…. suara detak jantung yang mirip suara drum dari nasyidnya
IZZIS yang didengarnya lewat earphone MP3. Entah mengapa ketika membaca SMS
itu, ada sebuah sensasi yang luar biasa dahsyatnya. Padahal sering kali dia
membaca puisi seperti itu ketika melihat-lihat blog internet. Tapi ini beda,
apakah karena …DIAN??. Ah….. campur aduk rasa yang ada dalam hatinya kembali
bergemuruh. Antara seneng dan sedih, antara suka dan benci bahkan satu rasa
yang mungkin ada pada setiap pemuda karena sebuah puisi seperti itu…yach
"Gede rasa alias GR". Apakah dia…ehm..ehm…. ataukah cuma
ehmmm..ehmmm. " . Pikirannya jadi bertanya dan berprasangka. Dan akhir
sebuah tanya itu dia kembali….
" Astaghfirullah!!! ini belom boleh terjadi " kata Dani dalam
hati. "Percuma kamu mengaku aktivis dakwah, ngakunya ikhwan, liqo’nya
intensif, manusia-manusia ter-tarbiyah, yang seharusnya menjaga ketat hijabnya,
dan menyebar kesholihan ke sekitarnya.Ah…..percuma " kembali kesadaran itu
muncul, kesadaran ilahiyah yang jelas-jelas petunjuk yang benar.
" Tapi bukankah itu manusiawi. bukankah mencintai itu fitrah manusia.
Bukankah mencintai itu hak setiap diri pada makhluk yang Allah namakan An Naas,
manusia. Bukankah jika ngga’ mengungkapkannya ngga’ akan terjadi apa-apa. dan
bukankah……" kembali jiwa kemanusiaannya menjawab sendiri dan pertentangan
hatinya itu terus berlanjut.
" Iya betul, kamu berhak untuk mencintai. tapi, apakah sekarang ini
waktu yang tepat untuk itu, apakah kamu mampu untuk menjaga hatimu, angan-anganmu,
sikapmu, bukankah selayaknya cinta itu tumbuh setelah ada ikatan indah yang
menghalalkanmu " kembali malaikatnya menimpali.
" Tapi semenjak kenal dia, aku jadi tambah rajin ibadah, semangat
belajar, kuliah, hafalan juga lumayan, sering baca hadits karena kita sms-annya
saling nasehatin kok. trus nambah rajin ke mesjid juga ". masih keukeuh
dengan pendiriannya.
" Eit…s. hati-hati Dani !. Sekarang koreksi lagi niatmu melakukan semua
itu. Apakah karena Allah atau karena Dian?, sesungguhnya akan sia-sia semuanya
kalo kau kotori niatmu karena "dia". Jika karena
Allah..Alahamdulillah, tapi tetep juga beresiko, suatu saat nanti terkotori.
karena syetan nggak akan menyerah. Awalnya seperti itu, tapi hisablah diri,
seberapa lama itu dapat bertahan?..masih perdebatan dalam hatinya semakin
berkecamuk.
" Astaghfirullahal ‘adhim. Ya Allah tunjukkan padaku bahwa yang benar
itu nampak benar, hingga aku bisa mengikutinya dan yang salah itu nampak salah
hingga aku bisa menjauhinya ". sebuah do’a yang akhirnya dia panjatkan.
" Lho… bukankah jelas jalan yang baik dan yang buruk. kenapa masih
memohon pada Allah untuk menunjukkannya???. Cinta itu terlarang sebelum ada
ikatan suci indah menghalalkan yaitu pernikahan. !!!". malaikatnya masih
berusaha
" Ya…. semua ini harus segera di akhiri sebelum semuanya terlambat
lebih jauh dan semakin keruh". rasa yakin dengan kebenaran kembali
merasukinya. " Ya ..Allah. berikan hamba kekuatan itu."
------------------------------------------------------------------------------------------
Detik berlalu, menit berganti, jam terus berputar dan haripun berubah.
Semangat yang tadinya menyala-nyala untuk kembali meluruskan hati itupun
sedikit demi sedikit mulai luntur. Ya…… sebuah tekad yang kuat untuk segera
mengakhiri hubungannya dengan Dian terkikis oleh waktu, yang semakin lama
membuat pijakan mulai goyah. Satu yang belum ada " keberanian". Ya..
keberanian untuk mengucapkannya, keberanian untuk meniti jalan ilahi yang
terbentang lurus. Keberanian untuk menghindari jerat-jerat dosa yang sungguh
mudah untuk dilalui. Banyak perasaan-perasaannya sendiri yang membuat itu tidak
mudah dan serasa semakin sulit.
" ah entar aku disangkainnya ke-GeEr-an donk, siapa sich kamu Dan, kok
bisa-bisanya berpikiran dicintai akhwat sesempurna Dian?. ahh…..sekarang kan
baru memasuki masa ujian takutnya kau melukai hatinya, trus belajarnya
terganggu, trus nilainya anjlok, kan aku juga yang salah nanti. ‘ mulai
perasaan-perasaan itu merasuk kedalam hati dan mengikis tepi-tepi keyakinan
hati.
" Tapi kalau tidak kamu katakan, akan lebih sakit dan lebih susah bagi
kamu dan dia. Jika rasa itu memang ada , akan sangat sulit bagi wanita untuk
segera melupakannya !" kembali perasaannya berkecamuk. Ditengah-tengah
kebimbangan yang sangat itu, terus dia berpikir. Bisikan setan dan bisikan
malaikat datang berganti-ganti mengobrak abrik dinding pertahanannya. Bagaimana
dan bagaimana. Hingga suatu saat keyakinan itu muncul, ketika seorang sahabat
memberikan dukungannya. sebuah dukungan yang luar biasa kuatnya.
" Afwan akhi, antum harus sangat bijak , karena memang antum yang
memulainya. Jika antum biarkan juga akan berkepanjangan dan tentunya akan lebih
sulit bagi antum dan dia. Insyaallah ini waktu yang tepat untuk memutuskan.
Jika antum sama-sama siap, Allah sudah memberikan jalan yang begitu indah bagi
kita, berupa pernikahan. Tapi jika antum belum yakin bisa menjaga hati, lebih
baik segera minta pengertiannya, bahwa hubungan yang antum berdua jalani
sungguh besar resikonya, baik bagi antum berdua dan untuk dakwah yang menjadi
jalan kita "begitu seorang sahabat itu menasehati.
" Tapi saya takut karena sekarang baru masuk masa ujian,” Dani
menimpali.
" Yakinlah bahwa Allah akan membantu hamba-hambaNya yang ingin
tetap menjaga kesucian menempuh jalan-Nya. "kembali sahabat itu
meyakinkannya.
" Bersabarlah dan bersyukurlah. bersabar karena antum berhadapan dengan
godaan syetan yang sudah masuk kedalam wilayah perasaan. dan bersyukurlah,
karena ditengah-tengah godaan tersebut, Allah masih membukakan hati kita atas
belenggu-belenggu dosa yang menghijabnya, sehingga Allah menunjukkan jalan
lurus kehadirat-Nya. ".. Kata bijaksana seorang sahabat. Memang sahabat
adalah orang yang bisa mengingatkan ketika kita telah mulai bahkan belum
melamgkah meniti jalan maksiat dan dosa.
-------------------------------------------------
Malam itu seperti malam-malam sebelumnya. Kamar kost yang dia yang dia
tempati sejak tiga tahun lalupun belum banyak berubah, karena memang tidak di
rubah. Kasur busa yang hanya cukup untuk dirinya dengan sprey yang terlihat
kotor ( karena memang malas untuk nyuci) membujur di lantai. Meja belajar
rendah dengan tumpukan buku-buku kuliah berserakan masih tetap setia berada di
tempatnya, pojok ruangan. Sambil berbaring dia layangkan pandang ke rak buku
yang menempel di tembok tepat menghadap ke dirinya. Rak yang penuh dengan buku
islam yang memang mulai dua tahun lalu dia koleksi.
Eh… bukan cuma di koleksi, memang dia berencana untuk membuat perpustakaan
pribadi. seluruh buku itu dia beli dari hasil uang jajan yang disisihkannya
setiap bulan. Target satu buku satu bulan sudah mulai dirintisnya. Sementara
matanya melayangkan pandangan ke rak itu, hingga sebuah suara terdengar di
telinga. Suara ringtone HP yang menggelikan itu berbunyi. Segera diambilnya HP
butut yang ada di meja, dibukanya sambil memilih-milih buku di rak itu, karena
memang loading HP-nya lumayan lama. Bersamaan dengan terbukanya massage di
telepon genggamnya, matanya terhenti ketika sampai sebuah buku ," Jangan
nodai Cinta ", diambilnya buku itu dan kembali ke massage yang telah
terbuka. Dengan berbaring di atas kasur sambil ditopang bantal yang agak tinggi
dia baca ,
Dinding kesetiaan,
Atap pengorbanan
Jendela kejujuran,
Pintu kepercayaan
Dan…… Halaman kasih sayang.
Ah…rumah cinta "
‘Subahanallah’ kata yang ada di benaknya, kagum, bangga dan….ah sebuah
perasaan yang nggak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Hingga akhirnya selantun
do’a terucap dari bibirnya, menutup kembali semangatnya untuk membaca buku yang
telah di pilihnya. " Ya… Allah berikanlah rumah cinta itu untukku.
jadikanlah barakah itu di rumahku….berikanlah yang terbaik untukku dan untuknya
".
------------------------------------------------------------------------
Disuatu siang nampak begitu banyak mahasiswa berkumpul di masjid. Ada yang
nampak sibuk mondar-mandir, kesana kemari sambil berbicara dengan temannya yang
mengikuti di sampingnya. Sebuah name tag kotak agak kecil menggantung di
lehernya. Name tag itu bertuliskan " PANITIA". Ya memang hari ini adalah
jadwal kajian bulanan rutin di masjid kampus temmpat Dani dan Dian kuliah.
Spanduk besar terpampang di dinding, jelas di sana tertulis tema yang begitu
menggelitik dan sungguh menarik., " Ketika Cinta Menyapa " dengan pembicara
Ustadz Ilyas Abdullah.
Berjubel banyaknya peserta yang hadir di tempat itu. Memang untuk urusan
cinta, pasti banyak peminatnya. bukan cuma mahasiswa umumnya tapi juga ikhwan
akhwat pun sangat antusias ketika membahas masalah fitrah manusia ini. Ya
cinta…dan ujung-ujungnya nanti akan mengerucut kepada cinta antara sepasang
kekasih tanpa harus dimulai membahasnya.
Nampak didepan , menghadap para jama’ah, di meja kecil, jelas terpampang
tulisan ‘MC’ , seorang ikhwan berumur kira-kira 20-an, bejenggot tipis khas
ikhwah tanpa kumis, dengan kopyah putih dan baju gamis hijau muda, memegang
microphone dan mempersilakan jama’ah untuk merapikan shaf duduknya. Ba’da salam
dan shalawat, dia memulai acara dan memperkenalkan dirinya. Dari situ bisa di
ketahui namanya Dani, dialah yang akan memandu acara kajian siang itu. Kemudian
dia segera memperkenalkan seseorang ikhwan di sampingnya, dengan penampilan
yang hampir sama dengan dia, hanya bedanya jenggotnya sedikit lebih tebal.
Namanya Ilyas Abdullah, beliaulah yang akan memberi tausyiah kajian tersebut.
Dan tanpa menunggu lama, MC-pun mempersilakan pembicara untuk menyampaikan
tausyiahnya, setelah sebelumnya, dengan hikmat para jama’ah mendengarkan
lantunan kalam ilahi yang di bacakan secara murottal. Dengan suara tegas namun
lembut terdengar di telinga, ustadz Ilyas memulai tausyiahnya. Tak lupa salam,
syukur dan shalawat ke atas rasulullah SAW, beliau memberikan tausyiah kepada
yang hadir. Subahanallah, begitu jelasnya apa yang disampaikan ustadz Ilyas,
hingga semua hadirin seakana tersihir oleh kata-katanya. Semua tersampaikan
secara sistematis dengan bahasa yang mudah di mengerti terutama untuk kalangan
remaja, sesekali dengan kalimat puitis dan juga humor yang sewajarnya.
" Akhi wa ukhti fillah, antum sekalian mungkin sudah sangat familiar
bahkan hafal di luar kepala dengan firman Allah dalam surat Ar Ruum ayat 21.
Bahkan kebanyakan undangan pernikahan yang kita terima, tertulis di sana dengan
tinta emas. Namun sayang beribu kali sayang mereka tak mencoba menghayati
maknanya:
" Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
untuk kalian dari anfus (jiwa- jiwa) kalian sendiri, azwaaj (pasangan hidup),
supaya kalian ber-sakinah kepadanya, dan di jadikan-Nya diantara kalian
mawaddah dan rahmah. sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda
bagi kaum yang berpikir"
Coba kita periksa betapa indah kata-kata Allah dalam ayat ini. Disini Allah
menjelaskan pada kita semuanya, bagaimana seharusnya sebuah alur perayaan
cinta. Yaa….sebuah alur perayaan cinta. antum ingin tahu apa itu perayaan
cinta. ikuti sesi selanjutnya !" ustadz Ilyas behenti untuk tersenyum
sejenak.
" Kata-kata pertama yang dibicarakan alqur’an tentang pernikahan dua
orang manusia adalah
min anfusikum, dari jiwa-jiwa kalian.
Ya…pertama adalah kesejiwaan. Persamaan visi dan misi dalam membangun rumah
tangga. apa itu? komitmen kepada Allah dan agamanya,
sehingga rasulullah kita ketika memilih calon pendamping hidup untuk
mendahulukan agamanyadaripada harta, tampang dan keturunannya.
Yang kedua dari ayat ini, Allah menjelaskan
"azwaajan", yg
artinya pasangan hidup. alqur’an mengatakan setelah ada kesejiwaan,
tak berlama-lama langsung menunjuk kepada suami istri. inilah komitmen. Jika
komitmen kita kepada Allah dan agamanya, insyaallah itulah bekal utama untuk
menggapai rumah tangga bahagia. Orang selalu berpikir, bahwa kita harus selalu
mencari pasangan yang tepat, sesuai dengan kriteria kita, tetapi kenapa tidak
terpikirkan oleh kita untuk menjadikan orang yang ada disamping kita yang memang
hebat itu menjadi orang yang tepat. Ya…." Menjadikan" bukan sekedar
" Mencari ". Ada dua hal di dunia ini,
Menikahi orang yang
kita cintai atau mencintai orang yang kita nikahi. Yang pertama adalah
kemungkinan namun yang kedua adalah keharusan.
Setelah pasangan hidup, Allah mengajarkan
“supaya kalian tentram,
tenang padanya”. Litaskunuu ilaihaa. Dalam bahasa
arab, huruf lam disini sebagai ishim maushul ( kata hubung ) yang
menunjukkan otomatis. Allah menjamin, pernikahan dimulai dengan kesejiwaan, maka
otomatis suami istri akan merasakan ketentraman terhadap pasangannya. Tentram
karena gejolak syahwat telah menemukn saluran yang halal dan thayyib, tenang
karena ada sahabat lekat yang siap mendukung perjuangan. Itulah mengapa pernikahan
disebut separuh agama.
Waja’ala bainakum mawaddatan. Selanjutnya adalah mawaddah.
Yang harus di usahakan dan diupayakan serta diproses yaitu mawaddah, cinta,
love. Seperti cinta kita pada Allah yang merupakan buah dari ikhtiyar kita,
mengapa kita tidak mengupayakan cinta kita pada ‘dia yang di halalkan’ untuk
kita.
Ingatlah yang disampaikan oleh Fahri, itu tuch tokoh “Ayat-ayat cinta”-nya
ustadz Habiburahman el Shirazy, ketika menjawab suratnya Nurul, sang lentera
yang bercahaya diantara cahaya.
“ Bangun, proses dan usahakan cintamu
pada yang memang seharusnya kamu cintai, suamimu kelak. Karena cinta sejati ada
setelah ikatan suci yang menghalalkan, pernikahan.”
Disamping mawaddah, rahmah juga harus diupayakan. Ini juga cinta lho, bukan
Cuma kasih sayang. Cinta yang bagaimana? Cinta yang memberi tanpa pinta,
berkorban tanpa tuntutan, bersedia tanpa menunggu, pokoknya cinta yang romantis
banget kalo bahasa kita sekarang.. Nah akhi wa ukhti fillah… Inilah alur
perayaan cinta kita sampai disini. “ panjang lebar ustadz Ilyas mengulas
pelajaran dari firman Allah tersebut.
Sungguh mulianya alqur’an, tiada kitab yang mampu menandingi dengan bahasa
seperti ini. Dan satu ayat saja beribu-ribu pelajaran bisa di ambil, berjuta
manusia bisa merasakan bahagia, beribu Negara aman tenteram dan damai, karena
komponen dasar pendukungnya adalah rumah tangga bahagia, sakinah mawaddah wa
rahmah yang di bangun di atas dasar aqidah...
ustadz Ilyas kembali bertausiyah,
“ Lalu kenapa Banyak sekali pernikahan yang error akhir-akhir ini ?” tampak
raut muka sedih dan memelas. “ Karena biasanya mereka mulai alur pernikahannya
juga error. Plotnya kacau balau. Pernikahan tidak dimulai dengan kesejiwaan
tapi justru dengan mawaddah. Sebelum menikah mereka sudah menikmati cinta yang
romantis. Entah apa namanya, pacaran, TTM, HTS. Semuanya itu adalah mawaddah.
Tanpa sakinah, apalagi rahmah.” Lanjutnya.
“ Untuk antum, para aktivis dakwah pun harus berhati-hati,”dengan
suara tegas beliau berpesan “ Jangan salah, syetan tidak pernah kehabisan cara
menyimpangkan manusia dari jalan ilahi sejauh-jauhnya. Jangan sampai niat suci
antum terkotori oleh hal-hal yang kurang terpuji. Perhatian, kado, bunga,
coklat, kedekatan, khalwat, pandangan. Itu semua mawaddah. Bahkan SMS berisi
nasehat “ bertakwalah pada Allah”, misscall tahajud, hadiah buku dan kaset
nasyid berjudul “Jagalah Hati”, dan seterusnya, itu juga mawaddah. Bentuknya
saja yang beda, yang satu bunga dan coklat valentine yang lain buku dan kaset
dakwah. Tetapi sensasi yang dirasakan oleh pemberi dan yang menerima sama :
mawaddah.
Nah saudaraku, hati-hatilah dengan mawaddah. Biasanya meski engkau aktivis
da’wah, memulai dengan kesejiwaan, coba-coba mencicipi mawaddah sebelum
dihalalkan akan mengaburkan kesejiwaan itu dan membuat segalanya berantakan.
Celakalah mereka yang menikmati mawaddah sebelum waktunya!!”
“ katakan amii….nnn!” ustadz Ilyas menutupnya serentak seluruh jama’ah yang
hadir membalas dengan ucapan “Amiiin” dengan berbagai ekspresi paling banyak
yang menunduk, mungkin malu. Tak terkecuali Dani pun menunduk malu.
“ Yang terakhir, bagi antum para ikhwan saya berpesan. Jatuh cintalah pada
akhwat manapun, berapapun banyaknya, tapi jadilah gentle dan sportif! Kalau ada
ikhwan lain yang lebih siap dating mendahului menjemput sang pujaan hati
pengisi sepi, jangan menangisi nasib diri! Persilakan dengan gagah, bahkan
bantu dengan segenap pengorbanan kalau perlu! Seperti teladan Sayidina Ali.
Cintanya kepada Fatimah sebelum menikah adalah Mempersilakan atau Mengambil
kesempatan. Mempersilakan adalah pengorbanan, Mengambil kesempatan adalah
keberanian. Mempersilakan artinya bila sudah ada ikhwan lain yg mendahuluimu
meminang akhwat pujaanmu, maka ikhlaskanlah. Salah sendiri karena engkau tidak
bergerak menjemputnya...hmmm. Dan mengambil kesempatan artinya adalah
keberanianmu untuk meminangnya atau menempuh jalan taaruf yg diridhoi Allah.
Begitupun para akhwat, antunna bebas mencintai ikhwan manapun. Tetapi kalau
seorang yang baik akhlak dan agamanya datang dan kita tak punya alasan syar’i
untuk menolak, jangan sekali-kali menghindar. Atau berbagilah manakala
saudarimu yang lebih membutuhkan, bantulah ia untuk segera menggenapkan dien”.
Ingatlah “cinta bukanlah segalanya”,dalam hidup selalu ada pilihan, menikahi
orang yang kita cintai atau mencintai orang yang kita nikahi. Yang pertama
hanyalah kemungkinan namun yang kedua adalah kewajiban yang harus kita
laksanakan.”
Setelah panjang lebar, ustadz Fahri mengakhiri tausiyahnya dengan do’a
kafaratul majelis serta salam penutup.
“ subhanallah wal hamdulillah walaa ilaaha illallah wallahu akbar. Banyak
sekali ibroh yang bisa kita ambil dari tausiyah yang telah disampaikan.
Jazakallah khoiron katsir ya ustadz. Semoga kita semuanya terhindar dari godaan
syetan yang senantiasa menjerumuskan manusia dari jalan kebenaran kepada
gelapnya jalan kesesatan.
----------------------------------------------------------------------------
“ Ya Allah, sungguh aku mohon kepadamu untuk dipilihkan yang terbaik
menurut ilmu-Mu, memohon agar diberi keputusan berdasar keputusanMu dan memohon
dari karuniaMu yang agung. Sebab sesungguhnya engkau Maha berkuasa sedang aku
tidak berkuasa. Engkau Maha mengetahui sedang aku tidak mengetahui dan Engkau
mengetahui segala hal yang ghaib.
Ya Allah jika engkau mengetahui behwa ‘dia’ baik bagi agamaku
kehidupanku dan akhir urusanku, dunia akhiratku, maka tetapkanlah ia untukkudan
mudahkanlah aku menggapainya, kemudian berkahilah dia untukku. Jika Engkau
mengetahui bahwa ‘dia’ adalah bukan untukku, agamaku, kehidupanku dan akhir
urusanku serta dunia akhiratku, maka jauhkanlah ‘dia’ dariku dan jauhkanlah aku
darinya. Tetapkanlah kebaikan untukku dan untuknya dimana saja berada, kemudian
jadikan aku ridho menerima semua keutusan_Mu.
Kegundahan itu kembali menyeruak dalam hati.
Kegelisahan yang sangat, keresahan yang dahsyat kegalauan hati yang
teramat.keberanian yang terkikis oleh ketakutan. Keyakinan dan ketidakyakinan
silih berganti mengisi akal dan hati. Ya….perasaan yang sungguh sangat wajar
bagi remaja ketika dihinggapi tanggung jawab ini. Menikah.
Banyak sekali yang mengedepankan akalnya, hitung-hitungan secara matematis
terutama soal ma’isyah untuk menafkahi keluarganya nanti. Padahal Allah telah
menjaminkan bahwa Allah pasti akan membantu, jika mereka miskin, Allah akan
menjadikannya kaya. Jika mereka tidak mampu, Allah akan memampukannya. Hanya
memang tergantung kita yang menjemputnya. Sebuah kewajaran memang!! Namun
sedikit demi sedikit keyakinan itu menguat. Azzam telah terpatri. Keberanian
itu tumbuh makin meninggi. Keberanian untuk menempuh jalan ilahi, Tuhan yang
pasti akan menolong hamba_Nya jika kita mendekat pada-Nya.
-----------------------------------------------------------------------------------
“ Assalamu ‘alaikum”. Sapa Dani memulai pembicaraan telepon.
“ wa’alaikum salam warahmatullah wabarakaatuh” jawaban diseberang sana.
“ ada apa mas kok tumben-tumbenan telepon, kangen ya? Sebuah pertanyaan
centil selanjutnya.
“ hehehe….mas ganggu ya, nggak da apa apa kok. Pingin telepon aja, lagi
ngapain dek?” sebuah basa basi
“ nggak kok mas, Cuma lagi baca-baca buku aja. “ jawab Dian singkat “ buku
apa, boleh tahu nggak ?” Tanya Dani masih berbasa basi.
“ buku nikah nich, lagi persiapan ilmu. Hehehe.” Jawabannya agak malu. Dan
beberapa lama basa basi itu terus berlanjut tentang kabar, kegiatan hari itu,
keadaan keluarga, kuliah dan hingga suatu waktu..
“Afwan ya…. Sebenarnya mo bicara tentang kita”. Dani berubah jadi serius
“ tentang kita ? ada pa mas kelihatannya kok serius banget?” Dian bertanya
seolah bercanda
“ Ya tentang kita selama ini, kedekatan kita dan mungkin ini sebuah
muhasabah diri kita. Entah berapa kali gossip beredar tentang kita menyebar
disini, fitnah dari sini. Tadinya mas nggak ingin menanggapi itu, tapi memang
kita nggak bisa lepas dari kungkungan kita. Apapun yang kita lakukan mereka
tahu hanya bagian luar fisik kita dan sesungguhnya nggak tahu apa yang ada
dalam hati kita.” Kata-katanya terhenti sejenak untuk menenangkan hatinya dan
lalu memulainya kembali..
“ sebuah resiko memang memulai hubungan seperti ini. Kita mungkin tahu
bagaimana perasaan di hati kita masing-masing dan insyaallah belum terkotori
niat-niat yang melenakan , tapi kita hidup di tengah-tengah lingkungan, kita
adalah makhluk yang belum lengkap tanpa kehadiran orang lain. Dan orang lain
tidak mungkin akan tahu hati kita dan itulah yang sehausnya kita jaga “ Dani
berhenti menunggu reaksi dari sebelah sana.
“ Astaghfirullahal ‘adhim…. Afwan mas kalau selama ini Dian sudah membuat
mas Dani susah “ suara pelan seperti kurang yakin.
“ Dian yang memulai hubungan ini, tapi Dian tulus mas…Dian anggap mas udah
seperti kakakku sendiri. Dan semua gossip itu nggak betul mas” lanjut Dian agak
tegas, menahan gejolak di hati
“ Alhamdulillah…..mas yakin tentang itu. Tapi kembali lagi Dian, orang lain
tidak akan bisa baca apa yang ada dalam hati kita, yang mereka tahu adalah yang
mereka lihat” . suara Dani kian bergetar.
“ afwan jiddan kalau mas dah nambah beban fikiran kamu, tadinya mas mau
ngomong ini setelah UAS nanti , tapi….mas pikir kalau diperlama malah akan
lebih sakit jadinya.
“ Nggak papa kok mas…insyaallah nggak akan mempengaruhi persiapan
ujianku.”jawab Dian.
“ Dian..”!. Getaran kata itu terhenti tiba-tiba, seolah ada sesuatu
yang mencekat kuat di tenggorokannya. “ Apa kamu sudah siap untuk membina
sebuah keluarga, dimana kau menjadi sebuah guru peradabannya, madrasah
kehidupan bagi anak-anaknya ?.” Pertanyaan itu membuat jantung Dian tiba-tiba
seakan berhenti sejenak, aliran darah di pembuluh pun seakan tersumbat lemak
yang sudah mengeras. Namun pelan-pelan semuapun kembali normal, hingga...
“ insyaallah mas “, jawaban Dian pendek, tak tahu dari mana kekuatan itu,
namun terdengar sangat yakin.
“Alhamdulillah, mungkin ini waktu yang tepat untuk menyampaikannya, kembali
suara di ujung sana memulai bicara.
“ Waktu yang tepat”. Dian bertanya dalam hati.
Pelan – pelan ia menyiapkan hatinya, seperti seorang terdakwa saat akan
menerima vonis dari pengadilan. Campur aduk perasaan. Satu demi satu perasaan
dan pikiran muncul bergatian. Dian masih duduk termangu di atas sajadah yang
belum sempat dilipatnya seusai sholat isya’nya. Lirih dalam hati dia memohon “
Ya rabb….kuatkan hatiku untuk mendengarnya, “.
“ mas mau curhat nich, maukah kau medengarnya Dian?”. Suara Dani dengan nada
memelas meminta
“ insyaallah mas, dengan senang hati”. Dian menjawab yakin
“ Nggak tahu harus darimana memulainya! Yang jelas sebenarnya mas sudah lama
memikirkan tentang hal ini, tentang hati ini. Tentang kita!. Mas juga sudah
curhat ke temen-temen, murobbi siapa saja yang mas anggap lebih dewasa. Mas
juga sudah istikhoroh untuk menguatkan hati dan memohon jalan terbaik dari
Allah. Dian , maukah kau jawab pertanyaanku !. “ suara lirih itu terhenti.
Dalam ketidakpastiannya Dian menjawab:“ apa mas ?.”
Kemudian suara di seberang telepon itu kembali terdengar…..
“ insyaallah mas yakin dengan keputusan ini. Maukah kau menjadi ummi bagi
anak-anakku, menempuh jalan dakwah ini bersamaku ?” nada yakin terdengar dari
Dani. Suara itu terdengar seakan-akan sebuah bom atom tepat meledak di telinga
Dian, seakan tak mau kalah suara degub jantungnya.
“ Ya Allah, bintang itu…..bintang yang bersinar paling terang diantara
banyak bintang. Bintang yang memancarkan cahayanya sendiri itu….bintang yang
selama ini menyenangkan jika kupandang itu…? Ohhh….rabbi bantulah hambaMu.
Berikan kekuatan padaku untuk menjawabnya..!” dalam lamunannya Dian mencoba
berdoa. Kemudian entah kekuatan darimana… “ ehmmm mas serius dengan keputusan
mas ?.” Dian seakan masih tak percaya
“ Dua rius Dek !” jawab Dani penuh keyakinan.
Sejenak suara menjadi hening. Berganti suara aliran nafas mereka sendiri dan
degub jantung masing-masing yang terdengar keras. Hampir dua menit mereka
memagut diri dalam penantian, saling menunggu. Dani menunggu jawaban kalimat
khitbahnya, sedangkan Dian menunggu kekuatan jiwanya. Berpikir dan berdoa,
karena terus terang dia belum tahu dan belum mampu menjawabnya. Dan tiba-tiba
sebuah kekuatan itu muncul. Entah bisikan darimana. Bisikan dari hati yang
bersih dan jiwa yang suci. Bisikan ilahi yang selama ini ia usahakan untuk
mendekat kepada-Nya.
“Ehmm mas bolehkah Dian minta waktu untuk istikhroh, menguatkan hat. Terus
terang ini hal berat untuk Dian. Dian ingiin, barakah Allah tetap menjadi hal
yang ingin Dian raih .” kelu lidahnya berbicara.
“ Insyaallah tetap di jalan dakwah kita menikah, dan istikharoh adalah suatu
keniscayaan. Tafaddhol (silahkan) ukhti.” Jawab Dani.
“Afwan mas semuanya insyaallah telah Dian serahkan pada Allah . insyaallah
jawaban yang akan Dian berikan adalah hasil istikharoh Dian dan kemantapan hati
ini.” Dian mengulangi keyakinannya.
“ Baik ukhti. Insyaallah mas tunggu jawaban segera darimu, memang benar
semuanya telah kita serahkan pada Allah. Apapun keputusanmu, insyaallah mas
siap menerimanya, dan doakan mas siap juga menjalaninya. Kalau begitu, udah
dulu yach…kita mohon pada Allah limpahan barokahNya. Aku tunggu
jawabannya..Wassalamu ‘alaikum.” Dani segera mengakhiri pembicaraannya.
“ Amiiin. insyaallah mas. Wa’alaikum salaam.”
------------------------------------------------------
Kuncup bunga-bunga di taman seakan masih malu untuk menyambut hangat mentari
yang menghapus beningnya embun pagi ini. Gelap malampun rasanya enggan untuk
tergantikan terang cahaya. Namun itulah sunnatullah yang harus terjadi. Waktu
harus terus berjalan dan berganti, pagi berganti siang. Malampun menjelang
dengan keheningannya. Kemudian sapaan sejuk embun pagi kembali menyapa bumi,
berganti hari.
Dan seiring hari-hari yang berganti itupun juga telah dilewati oleh dua
orang yang berusaha menemukan jalan tuhannya, Dani dan Dian. Berat bagi Dian
untuk memutuskannya, dan Dani dalam masa yang paling kurang menyenangkan, tidak
menyenangkan bahkan. Menanti…ya…menanti sebuah jawaban atas sebuah pertanyaan
tentang masa depan, tentang hari-hari yang akan terlewati dan tentang
jalan-jalan ilahi. Dan semuanya adalah proses, ya…. Proses yang harus dilewati.
“Tut…tut..tut…tutututut…..” suara HP itu memecah keheningan. Keheningan
malam yang khusyu’ untuk berdoa. Mendekat pada-Nya.
“ Bismillaahirrahmaanirrahiim..” bisik Dani sebelum membuka HP. “ Hallo
assalamu ‘alaikum”. Segera dia membuka salam mengikuti sunnah nabi.
“ wa’alaikum salaam…” balas Dian lengkap. Semoga keselamatan dan kebahagiaan
atas orang-orang yang lebih dahulu membuka salam.
“ Afwan mas, ganggu! Udah selesai qiyamul lailnya?’. Tanya Dian.
Ya memang sebuah kenikmatan tersendiri bisa melaksanakan ibadah nafilah itu
“ alhamdulillah sudah, kenapa?”. Jawab Dani yang baru saja menyelesaikan
witir dan dzikirnya.
“Afwan mas ini masalah yang kita bicarakan beberapa minggu lalu”. Suara Dian
terhenti di situ.
Ya beberapa minggu lalu , Dani memintanya untuk menjadi teman mengarungi
jalan dakwah mereka bersama, berdua. Memulai mahligai indah permikahan,
meletakkan dasar-dasar madrasah peradaban.
“ sebelumya, Dian mohon maaf. Bukannya Dian nggak percaya dengan mas. Dian
yakin dengan niat mas, begitupun juga keikhlasan mas. Tappi ada beberapa hal
yang ingin Dian sampaikan. Dian harap mas Daninggak keberatan?.” Dian kembali
menahan suaranya.
“ Jazakillah ukhti.Tafadhol!” jawab Dani singkat.
“ seandainya mas Dani adalah...afwan, seorang akhwat, sesuai fikih dakwah
yang kita telah pelajari dalam liqo pekanan kita. Menurut mas ketika ada dua
orang ikhwan yang hampir sama keshalihannya datang untuk ta’aruf. Siapa yang
akan mas pilih?”
“ Alhamdulillah kita tetep berusaha melaksanakan fikih dakwah kita. Akhwat
juga boleh memilih antara dua. Menurut mas kita lihat kondisi backgroundnya
dulu. Mana yang lebih mendesak untuk segera menikah?.” Jawab Dani.
“ ikhwan pertama , umurnya 25 tahun, ma’isyahnya sudah ada. Ingin segera
menikah karena takut terjerumus ke lembah dosa walaupun karena memang sudah
waktunya kalau dilihat dari segi usia. Sedang yang kedua umurnya 20 tahun,
masih kuliah, juga sudah punya ma’isyah. Juga ingin segera menikah sama dengan
ikhwan yang pertama. Kira-kira mas akan pilih yang mana ?”.
“ Emmm ..bener-bener pilihan yang sulit, tapi dengan mengucap bismillah mas
pilih yang pertama. “ jawab Dani yakin.
“ Walaupun ikhwan itu tidak mas cintai?” lanjut Dian minta penegasan.
“ Ya walaupun dia bukan ikhwan yang mas cintai. Hidup memang adalah sebuah
pilihan, menikah dengan orang yang kita cintai atau mencintai orang yang kita
nikahi. Yang pertama ini adalah pilihan, dan yang kedua adalah sebuah keharusan.
Menikah adalah ibadah., untuk Allah. Dan semua yang dilandasi karena Allah,
insyaallah semuanya menjadi berkah dan insyaallah akan mudah, hingga Allah akan
menumbuhkan cinta antara keduanya, cinta yang sangat indah, yang di bangun
dengan dasar-dasar ibadah.” Jawab Dani panjang.
“Aaamiin “ jawab Dian penuh pengharapan. Tapi dengan airmata yg mulai
menetes.
“ Nah itu jika mas adalah akhwat. Sekarang mas adalah seorang ikhwan
sebenarnya. Jika ada dua akhwat yang juga sama-sama shalihahnya, mengharapkan
mas segera mengkhitbahnya gimana. Kasusnya hampir sama, akwat pertama umurnya
19 tahun, masih kuliah,namun kedewasaannya mengalahkan umurnya.
Dan yang kedua, 24 tahun, bekerja. Nah kondisi akhwat pertama masih aktif
dan intensif liqo’nya, tapi yang kedua kurang intensif bahkan sangat susah.
Karena memang ikhwah di sana sangat kurang, dan juga beban pekerjaan yang
kadang memaksanya tidak mengikuti liqo pekanannya. Dia ini sudah beberapa kali
ta’aruf, tapi akhirnya tidak jadi karena masalah jarak yang memisahkan
keduanya. Nah mana yang akan mas dahulukan?”.
“ Bismillah, inyallah mas mementingkan dakwahnya, mas pilih yang kedua untuk
menjadi pendamping mas, karena dia lebih membutuhkan dari yang pertama. !”
“ walaupun akhwat yang pertama adalah yang mas cintai?”.
“ emmmm…insyaallah mas tetep mencoba istiqomah” ada sedikit keraguan dalam
hatinya.
“ Alhamdulillah. Jika begitu Dian mantap dengan mas. Dan ini insyaallah yang
terbaik. Mas tahu kan mbak Salma, akhwat yang beberapa bulan kemaren biodatanya
Dian titipin ke mas ?”. sampai di sini Dani berhenti.
“ iya mas masih inget. Ada apa?” jawab Dani, sedikit keheranan.
Ya…biodata yang beberapa bulan lalu coba dia berikan kepada murobbinya untuk
dicarikan ikhwan yang siap untuk mengkhitbahnya, meminangnya. Seorang akhwat
yang sudah waktunya untuk menikah namun belum ada ikhwan dating meminangnya.
Akhwat yang sedang futur karena banyaknya tekanan menghantamnya. Seorang akhwat
yang sudah sangat jarang tersentuh tarbiyah intensif karena jarak yang
membentang memisahkannya dari komunitas tarbiyah. Tidak ada ikhwan yang
menguatkan hatinya karena memang kader di daerahnya bisa terhitung dengan jari.
Seorang akhwat yang mengharapkan uluran tangan ikhwan sholeh, yang membimbing
dan menguatkan langkah kakinya. Ah.. sungguh dilematis buatnya.
“ Insyaallah Dian siap dengan sepenuh keyakinan menikah sekarang mas. Tapi
sungguh sangat egoisnya Dian, jika menikah sementara saudara kita yang lebih
membutuhkan, yang harus kita dahulukan, yang butuh dukungan, merana dalam
penantian tanpa kepastian. Yang mulai goyah karena tekanan keluarga dan
lingkungan. Yang mulai menurunkan standar criteria ikhwan calon suaminya karena
usia yang semakin menua. Yang hampir kehilangan pegangan jika kita tidak segera
meraihnya. Mas...Dian ingin, mas adalah ikhwan itu. Yang sedia mengulurkan
tangan, meraih jari jemarinya, meneguhkan langkah perjuangannya. Tempat
mencurahkan kasih sayangnya. Memberikan bahunya tempat menyandarkan kepalanya
ketika penat menghampirinya.!
“ Tapi….” Dani seakan sesak karena gugup tak percaya dengan apa yang di
dengarnya. “ bagaiman denganmu?”.
“ Insyaallah Dian ikhlas dan bahagia bisa berbagi kebahagiaan dengan
saudara.
Semuanya telah Dian serahkan pada Allah, berat memang sebenarnya, karena tak
ada alasan menolak ikhwan seperti mas. Tapi Dian yakin, Allah akan
memudahkannya, untuk Dian dan mas Dani sendiri”.
“ Tapi bagaimana mas bisa mencintainya sedang mas belum mengenalnya dan
bagaimana juga dengan beliau?.”
“ Afwan mas, seharusnya pertanyaan itu tidak mas tanyakan ke Dian, tapi pada
diri mas sendiri. Dimanakah Allah dan karena siapa mas menikah, bukankah kita
menikah karena dakwah. Ingatlah janji Allah
“ Barang siapa
menolong agama-Ku, maka Aku akan menolongnya”. “ Asytaghfirullahal
‘adhiim”. Dan lirih Dani mohon ampun.
“ Cinta..? cinta akan tumbuh ketika kita mencintai agama-Nya, dakwah dan
jihad di jalan-Nya, bersama-sama!. Yakinlah Allah akan menumbuhkannya, jika mas
mengupayakannya! Istikharah mas, moga Allah menunjukkan jalan dan keputusan
terbaik bagi kita.” Panjang lebar Dian meyakinkan ‘kakak’nya.
“ Syukron..jazakillah ukhti atas semuanya. Sungguh pelajaran yang berharga
baru aku dapatkan “.
“ Wa iyyakum. Mas, menikah dengan orang yang kita cintai adalah pilihan,
tapi mencintai orang yang kita nikahi adalah keharusan. Pilihlah yang kedua,
moga Allah melimpahkan barakah-Nya”.! Pesan Dian untuk kesekian kalinya.
“ Aamiin. Insyaallah. Tapi kita masih tetap saudara kan?”. Giliran Dani
mengajukan pertanyaan.
“ Kita sesama muslim adalah saudara dan Dian tetap adik mas. Tapi ada batas-batas
syar’i yang harus kita patuhi.” Jawab Dian tegas.
“ Pasti ya ukhti. Jazakillah “ Jawab Dani pendek.
“ Wa iyyakum” setelah memberikan salam dia tutup teleponnya. Ada rasa lega
dalam hatinya tapi juga sedikit berat menggelayutinya…hingga tak beberapa saat
kembali HP itu berbunyi kembali. Dia sempatkan untuk membukanya.
Cinta…..dimanakah ia berada?
Apakah tersirat di tebaran kata para pujangga?
Syair sebuah tembang asmara atau pesona kuntum bunga kala musim
penghujan tiba?
Bukankah cinta yang demikian akan usai bila tlah tiba waktunya?
Wahai jiwa….kini ku sadar…..
Cinta sebenarnya ada pada hati yang pasrah seraya meratakan kening
pada hamparan sajadah….
Hati yang tak pernah lelah….merengkuh pada Sang Pemiliknya.
Dan tangan itu segera memencet tombol-tombol untuk membalasnya
Bagi mereka yang mengupayakan cinta
Hanya ada iklim hangat dan iklim sejuk Meski ada goda aurora dan
pelangi khatulistiwa
Bagi mereka yang mengupayakan cinta Setiap musim membagi cinderamata
Kristal salju, kuntum bunga, pasir pantai, serasah hangat juga payung dan
laying-layang
Bagi mereka yang mengupayakan cinta di tiap cuaca cerah berbagi
harapan, awan bersulam rahmat hujan menyanyi rizki, badai mengeratkan peluk dan
tiba-tiba, syurga mengetuk pintu rumah.
-----------------------------------------------------------------------------------
Mentari telah mulai menyapa pagi. Kabut telah mencair menjadi embun.
Kuncup-kuncup bunga di taman semerbak menyebarkan wanginya. Tak kalah, melati
di bawah jendela kamar, telah tersenyum manis. Putih mewangi. Dan haripun telah
dimulai. Hari-hari untuk kembali menapaki jalan-jalan perjuangan. Tak
ketinggalan Dian. Sambil membolak-balikkan pot bunga yang ada di tangannya,
sibuk merawat bunga-bunga di taman. Di tengah taman-taman itu, dengan tekun dia
bersihkan rumput-rumput di pangkal tanaman. Jilbab hijau muda yang menutup
rapat tubuhnya serasi dengan penampilannya. Bagai bunga yang mekar indah,
menutup bunga-bunga yang ada. Jika bunga-bunga itu bisa berbicara, mungkin akan
iri pada apa yang di karuniakan Allah padanya.
Anggun layaknya bidadari. Ya, karena setiap muslimah yang menjaga ketat
hijabnya dan sholihah adalah layak untuk disebut bidadari. Itu Rasulullah
tercinta yang mengabarkannya. Dan memang, wanita sholihah adalah bidadari,
hingga bidadari syurga pun cemburu padanya. Di tengah-teallahu laka
wabaarakallahu ‘alaika wajama’a bainakuma fii khoir. Semoga barakah Allah
selalu ,menghiasi rumah tangga kami nanti, dan kebahagiaan kami belumlah
lengkap tanpa terlengkapi dengan kehadiran ukhtina, dalam acara walngah
keasyikannya bercumbu dengan bunga-bunga, sebuah suara menyadarkannya. Suara
yang berasal dari Hpnya. Segera di bukanya dan baca.
“Doakan kami dengan ‘ Baarakimatul ‘ursy kami berdua” -Dani dan
Salma-“
“Mas Dani..?” ya kenangan dua bulan yang lalu menyembul kembali ke
angan-angan. Hatinya bergemuruh.tapi kenapa, bukankah aku telah
mengikhlaskannya?..dan kesadaran telah kembali di dapatnya. Dengan cepat dia
pencet HP untuk membalasnya..
“ baarakallahu laka. Alhamdulillah. Kapan mas?” Dian usahain betul-betul
datang. Doakan moga ngga’ ada kegiatan di kampus. “
“ insyaallah tanggal 24 bulan depan, acaranya di rumah bidadari yach.”
“ oke dech. Selamat sekali lagi ya mas”. “ Syukron. Kami tunggu ya”. Dan klik…rasa
lega bercampur lara. Gelisah yang bertambah resah. Akan tetapi penuh keyakinan
yang membuatnya tegar menghadapinya. Allah pasti membantunya dan menyiapkan
yang terbaik baginya.
Dan akhirnya, Dijalan Dakwah Aku Menikah !
TAMAT
Barakallahufikum..semog bermanfaat
Wassalam…
http://www.facebook.com/note.php?note_id=161496163879039&id=137365446278178&ref=mf