Bismillaahirrahmaanirrahiim
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
============================
PROLOG:
Cuplikan dialog akhir episode 'Janji Venus' part.1:
"Aku pindah ke Irian Fi. Ayah pindah tugas kesana. Maaf aku
bohong waktu itu, sedih rasanya ninggalin kota ini...", lirihku parau.
"Ya wis toh Mer, ndak papa, yang penting sekarang kamu balik lagi ke
sini, ya toh?"
Aku tersenyum tak berani mengiyakan. Aku hanya ingin menyelesaikan kisahku
sebelum semua terlambat, sebelum taqdir menggerogoti sisa usiaku. Aku berbisik
dalam hati.
"Fia makin cantik aja nih, ayu...", aku mengalihkan topik
pembicaraan sembari memperhatikan paras Fia yang memang makin nampak
keanggunannya, melenyapkan gurat masa kanaknya.
"Bisa aja kau Mer. Kayaknya Meri makin kurusan nih, diet ya
Bu...", candanya, membuatku tertawa.
"Nggak, biasa lah, sakit...", jujurku membuat Fia menggoreskan
gurat prihatin.
"Sing sabar Mer, Insya Alloh jadi penggugur dosa...", hiburnya.
"Iya Bu Ustadz..."
"Ih, iseng!", tinjunya pelan di pundakku.
"Wis ketemu ama Mas Rasyid durung Mer?", tanya Fia tiba-tiba.
"Siapa? Mas Rasyid?", tanyaku heran. Tidak mengenal nama yang
ditanyakan oleh Fia.
"Oalah Mer, lama ndak ketemu tapi mbok ya jangan dilupain toh mas mu
itu...", ucapan Fia makin membuat mukaku bertekuk.
Mas Rasyid..? Siapa dia..?
Apakah dia juga orang yang pernah menggoreskan kisah pada buku kehidupanku?
-------------------------------------------------------------------------------------------------
PART 2 :
Mery sedang asyik mengobrol dengan ayahnya ketika Fia datang bersama seorang
pemuda tampan. Fia masuk kerumah dan langsung memeluk mery. Mery membalas
pelukan fia dan memandang sekejap kepada pria yg datang bersama Fia. Ayah mery
sudah lebih dahulu masuk kedalam dantidak ingin mengganggu keakraban anak
dengan sahabat lamanya.
“Oya mer, ini lho mas rasyid yang aku ceritakan tempo hari. Kamu pasti lupa,
dia adalah kakak kelas kita waktu SD dulu yang suka ngejahilin kamu dan
menarik-narik rambutmu yg waktu itu suka dikepang dua kayak ekor kuda..ingat?”
Mery mencoba memeras otak mengingat-ingat. Mas rasyid kakak kelasnya dulu
adalah seorang laki2 yg nakal, bengal, suka bolos dan kalau ke sekolah tidak
pernah pake sepatu tetapi telanjang kaki. Kini penampilannya sangat berbeda.
Kini ia menjelma sebagai seorang pemuda yg tampan, bersih, dan rapi.
“ Masyaallah..ya aku ingat. Benarkah ini mas rasyid...?? apa kabar mas. Tapi
kalian....?” kalimat mery menggantung karena ketidak tahuan akan sesuatu.
“ Mery..ya ini aku rasyid yg dulu suka ngusilin kamu..” jawab rasyid sambil
tersenyum. “ Maafkan atas keusilanku dimasa kanak-kanak itu”. Ah, tutur katanya
pelan dan lembut, bahkan terkesan malu2. Mas rasyid benar2 sudah berubah 180
derajat.
“ Mery..mas rasyid sekarang telah menjadi suamiku. Kami menikah setahun
lalu. Gak nyangka ya, ternyata jodohku adalah teman sekolah SD kita. Aku suka
ketawa sendiri kalo ingat hal ini. Dunia ini begitu sempit. Allah menunjukkan
kuasanya bahwa jodoh kita itu sebenarnya tidak pernah jauh dari diri kita,
hanya saja kita yg kadang terlalu sibuk mencari kesana kemari, mencari sosok yg
sempurna. Padahal kalau kita mau sedikit membuka mata dan hati, ia ada
disekitar kita sendiri tanpa kita menyadari. Lah..kamu sendiri bagaimana
mer..kapan neh mau nyusul..?” fia nerocos panjang lebar kalau seandainya dia
tidak melihat kalau saat itu pertanyaan fia yg terakhir membuat mery menunduk
sedih.
“ Mery, kamu gak papa..?” Tanya fia yg melihat sahabatnya tiba2 sedih.
Mery sendiri merasa dadanya seperti dihantam palu godam setiap ada yg
bertanya kapan dirinya akan menikah. Bahkan ayahnya sudah mulai khwatir denga
dirinya.
Umurnya sudah 25 tahun, sebentar lagi selesai kuliah S2 dan akan mewarisi
perusahaan ayahnya. Bayangan seorang laki-laki yang ia lihat di pantai ketika
petang itu kembali hadir, menyisakan gurat luka yang dalam.
Entah kenapa pertemuan yang hanya sekali itu, bahkan cuma beberapa menit
saja telah mampu membuat sensitivitas hatinya terusik. Kejadian yg sudah
puluhan tahun itu tak mampu ia tepis walau puluhan pemuda datang hendak
melamarnya. Dan sebutir kristal beningpun tak mampu ia tahan dari sudut
matanya. Ah., kak venus..dimana engkau kini..?
“ Gak papa kok fia.. oya jadi kalian sudah menikah? Subhanallah...pantes
kamu sekarang dikit gemukan. Kata orang kalau abis nikah pasti gemuk karena
pikirannya sudah 'sumeleh' ( bhasa jawa: pikiran tenang dan tidak ngelantur
kemana-mana ).
“Iya mer..,mas rasyid ini lho yg udah ngebet. Ternyata nikah itu enak lho
mer..” jawab fia menggoda.
“ Kok enak ? emang nikah itu kayak nasi goreng gitu..?” tanya meri sambil
tersenyum.
“ Bukan gitu mer. Enaknya nikah tuh hati kita jadi tenang, mata kita gak
jelalatan, dan tujuan hidup makin jelas. Suami kerja utk istri, istri kerja
dirumah melayani suami, dan dua-duanya berpahala. Subhanallah..indah kan? Yang
bikin kita lebih nyaman lagi neh mer, jika kita senang jadi makin tambah senang
karena dinikmati berdua. Jika kita sedihpun terasa beban lebih ringan karena
ditanggung bersama. Coba kalo masih sendiri gitu, susah senang gak ngefek ama
siapa-siapa. Iya toh mer...?” Fia akan nerocos terus kalau dia tidak melihat
mata meri tiba-tiba menitikkan airmata.
Ah, kenapa aku harus melukai sahabatku tak sengaja seperti ini, batin fia.
Dia merasa menyesal telah berkata banyak tadi.
“ Mery, maaf yach bukan maksudku membuatmu sedih. Ya sudah kalau gitu aku
pamit dulu ya mer. Udah siang neh...”.
Meri hanya mengangguk dan mengantar sahabatnya sampai ke pintu hingga hilang
ditelan pandangan.
Tengah malam..di sepertiga malam..meri menunduk menangis. Dia ingat, saat –
saat hatinya galau seperti ini tiada yg dapat menenangkannya kecuali Dia, Allah
Sang Maha Penggenggam Hati. Meri bergegas mengambil wudhu dan menuju
RumahNya. Yaa, menuju rumahNya disaat-saat yg tepat yaitu saat Dia turun kebumi
dan berfirman:
” Siapa yg meminta kepadaKu Aku beri, Siapa yg memohon
ampun Aku ampuni, dan siapa yg berdoa Aku kabulkan..”, dan itu terjadi setiap
malam.
Dalam tangisnya, munajatnya terasa seperti alunan kidung malam yang
menyayat-nyayat:
“ Ya Rabbul izzati, ilahi robi..hamba datang kepadamu dgn segala
kelemahan dan ketidakberdayaan hamba. Hamba mengakui Engkau yg kuat dan hamba
yang lemah. Hamba ingin yg terbaik dalam hidup hamba menurut Engkau ya Rabb,
bukan yg terbaik menurut diri hamba karena Engkau mengetahui apa yg tidak hamba
ketahui.
Hamba hanya memohon atas janjiMU akan jodoh yg Engkau janjikan. Dia
yang entah siapa akan Engkau takdirkan menjadi Imamku, tak kuketahui dia ada
dimana. Tapi dekatkanlah dia padaku jika Engkau telah menganggap hamba mampu
memikul amanah itu. Tapi jika Engkau belum berkenan, hamba ikhlas ya Allah atas
segala ketentuanMU. Hamba yakin selalu ada kebaikan disetiap keputusanMU.
Allah..Dzat Yang Maha Menggenggam Hati, hanya kepadaMu hamba memohon
dan kepadaMu hamba meminta pertolongan. Perkenankan ya Allah doa-doa hamba,
amiin..”.
Tess..! setitik kristal bening kembali menetes di sudut pipi meri. Beginikah
sakitnya orang yg lagi menanti datangnya pujaan hati belahan jantung? Tapi ia
yakin, siapa jodohnya tetap akan diberikan. Allah Maha Menepati janji, hibur
hatinya. Bayangan pemuda yang ditemuinya di masa kecilnya waktu di pantai 13
tahun lalu kembali menayangkan layar lebar di pelupuk matanya dan mengaduk-aduk
hatinya.
*****----*****
“Meri..hari ini ayah membawakan tamu special untukmu”, tiba-tiba saja pagi
itu ayah meri berkata seperti itu.
“ Siapa ayah..?” tanya meri agak enggan karena matanya masih mengantuk.
“ Pak yusuf..?” jawab ayah singkat.
“ Ayaaahh..pak yusuf kan sopir keluarga kita ayah, masa tamu special buat
meri sih..’ jawab meri agak sewot.
“ Pokoknya nanti meri lihat saja..” ayahnya langsung diam.
Meri duduk disamping ayahnya ketika ibu datang dari dalam membawakan camilan
pagi. Hari ini adalah hari minggu. Keluarga meri biasa lebih suka menghabiskan
waktunya untuk menonton tv dirumah.
“ Nduk, kamu gak pengin cepat-capat nikah ? umurmu sudah cukup lho nduk,
pemuda seperti apa yg kamu tunggu nak..” tiba-tiba saja pertanyaan ibu menohok
jantung meri. Dia menunduk tapi menjawab dengan pelan,
“ Ibu, siapapun wanita pasti ingin menikah, begitu juga meri. Tapi meri
menyerahkan semua itu sama Allah. Pemuda-pemuda yg ayah datangkan kepada meri
beberapa waktu lalu, mereka hanya ingin menjajagi meri dulu dan berkenalan
barang setahun dua tahun. Itukah yg dinamakan cinta Bu? Demi Allah..itu bukan
cinta Bu. Mereka ingin kami berpacaran, dan ayah ibu tau meri tidak pernah
menginginkan berpacaran. Allah dan rasulNya tidak meridhoi hal itu..” jawab
meri tegas.
“ Lalu kalau engkau tidak mau mengenal mereka dulu bagaimana para pemuda itu
mengenalmu mer? Ayah dan ibumu ini pengin segera menimang cucu..?” tanya ibu yg
mulai khawatir dengan pendirian meri. Karena ibu tahu betul, sekali meri bilang
tidak..keputusan itu akan tetap ia pegung taguh sampai kapanpun.
“ Sudahlah bu, kita serahkan saja kepada meri. Dia lebih tau mana yg terbaik
buat dirinya sendiri. Segalanya yg dipaksakan akibatnya nanti tidak baik..”
jawab ayah yg lebih bijaksana membuat meri merasa agak lega.
“ Sekarang, apa rencanamu nduk..? apa engkau sudah memiliki calon
sendiri..?” tanya ibu hati-hati.
“ Meri memang lagi menunggu seseorang bu.. menunggu janji seseorang yg meri
temui di pantai tiga belas tahun lalu. Tapi meri tidak tahu dia ada dimana
sekarang..” jawab meri yg merasa hatinya sendiri juga merasa tak yakin akan
kata2nya. Tiba-tiba hatinya kembali terasa ditusuk sembilu.
“ Lah kamu ini aneh to nduk, menunggu janji seseorang yg tidak kamu ketahui
dimana berada...?” protes ibu.
“ Tapi hati kecil meri entah kenapa yakin akan betemu dengannya suatu saat
bu. Ibu percaya dengan mimpi..? tanya meri yg membuat ayah dan ibunya melongo.
“ Kamu mimpi apa to mer, jaman sekarang masih percaya mimpi..” ayah
menimpali.
“ Tapi ayah...” meri membela diri, “ Kalau meri bermimpi itu ketika meri
tertidur dalam dzikir kepada Allah sehabis sholat tahajud, dan ketika terjaga
hati meri merasakan ketenangan luar biasa, apakah itu mimpi yg biasa..? Meri
juga tidak ingin percaya kepada mimpi bu, tapi mimpi itu datang berkali-kali,
dan keyakinan kuat dalam hati meri yg membuat meri mampu bertahan selama
ini..”.
“ Kamu tahu nama orang yang ada dalam mimpimu itu mer..?” ayah bertanya.
“ Kak venus..” jawab meri pelan nyaris tanpa suara.
Ayah dan ibu hanya saling pandang mendengar jawaban meri.
---------------------**************------------------------------
Sehabis dhuhur pak yusuf, sopir pribadi keluarga meri datang. Pak yusuf
tampak lebih segar dari biasanya. Bibirnya selalu tersenyum ketika berbicara.
Dan ternyata pak yusuf tidak datang sendirian. Ada seorang pemuda berbaju kokok
putih berbordir indah dan bercelana satin datang bersamanya.
“ Pak, ini anak saya Rama yang saya ceritakan kepada bapak waktu itu. Dia
baru pulang dari Kairo setelah menyelesaikan studi S2 nya dengan
beasiswa dari kampusnya. Dia mendapat tawaran bekerja menjadi dosen di
perguruan tinggi di solo mulai minggu depan..” pak yusuf tanpa basa basi
langsung memperkenalkan anaknya kepada keluarga meri.
Rama, anak pak yusuf..adalah sosok pemuda yg tinggi dan agak kurus dengan
jenggot tipis itu tersenyum menyambut uluran tangan ayah meri. Tutur kata dan
bahasanya sangat santun. Ayah meri tak pernah lepas dari memperhatikan
pemuda ini. Wajahnya terang bersinar dan selalu tersenyum. Dia tidak banyak
bicara kalau tidak diajak ngobrol.
Saat itu meri yang hatinya sedang kalut tak menentu lagi berada ke pantai.
Ia ingin mengenang kembali segala memorinya yang sempat ikut terbawa oleh
seseorang yang sudah lama dirindukannya. Disebuah tempat yang pernah ia
kunjungi di masa kecilnya. Memandangi langit yang nampak indah dengan gugusan
rasi bintang Merkurius dan Venus yang tiga belas tahun lalu ia nikmati.
Ia mendesah. Beberapa kali menahan nafas. Kadang matanya berkedip menahan
desiran angin yang berhembus kencang menabrak wajahnya.
Tatkala ia menatap ombak-ombak dihadapannya. Jilbab putihnya berkibar-kibar
diterpa angin laut yang dingin. Hari sudah menjelang sore saat itu.
Assalamualaikum..Gadis kecil, sedang apa di sini, kok sendirian di
pantai..?”
Sebuah suara tiba-tiba terdengar dari belakangnya. Suaranya pelan dan
lembut, tapi kalimat yang diucapkannya seperti menyambar telinganya. Kalimat itu
pula yg pertama kali ia dengar 13 tahun lalu ketika ia ada di pantai ini.
Kalimat yg diucapkan oleh seseorang yg baru ia kenal 5 menit dan ia panggil
dengan ‘Kakak’. Cuma sapaannya kali ini ada nada salam menyertainya.
“ Waalaikumsalam...” meri menolah ke arah sumber suara.
Seorang pemuda berwajah bersih, berbaju kokok indah dan jenggot tipis berdiri
tak jauh dari tempatnya berdiri. Meri tercekat memandangnya, buru-buru ia
menunduk.
“ Kakak siapa...?” tanya meri.
“ Ini tempat saya menghabiskan waktu di masa kecil, sambil memandang
langit menyaksikan bintang yg bersinar terang. Sebentar lagi gelap, pemandangan
di langit sana yang lagi saya tunggu..”. Pemuda itu menjawab dengan jawaban yg
lain, tidak menjawab pertanyaan meri.
“ Saya juga sedang menunggu hal itu. Sebuah rasi bintang Venus dan
Merkurius yang indah..”. Tiba-tiba saja hati meri merasa deg-degan.
Pemuda dihadapannya ini seperti ia kenal sebelumnya. Bibirnya ingin berkata
tidak tapi hatinya membenarkan. Seribu kecamuk didada membuat suaranya seperti
desiran angin, pelan dan sendu.
Tak terasa waktu berjalan cepat. Hari sudah hampir gelap. Dilangit beberapa
bintang mulai bermunculan disana. Angin pantai bertiup lebih dingin dari
sebelumnya.
“ Nama ukhti siapa..?” tiba-tiba pemuda itu bertanya.
“ Meri...”
Pemuda itu tersenyum. Ada pancaran indah dimatanya yg berusaha ia
sembunyikan. Tapi sempat terlihat oleh meri walau sekilas. Ia sampai lupa untuk
menanyakan siapa nama pemuda itu. Dan pemuda itupun tidak mencoba
memperkenalkan diri padanya.
Saat itu rasi bintang Venus dan Merkurius sudah nampak di langit. Rasi
merkurius di sebelah atas, bersinar terang dan indah. Sedangkan rasi venus yg
tidak kalah indahnya berada di bawahnya, seolah menjadi penyangga agar
tidak jatuh. Seolah kakak beradik yang saling menjaga.
“ Kenapa meri ada disini..?”
“ Saya senang berada disini. Dulu sebelum saya pindah dari kota ini
mengikuti dinas kerja ayah di irian, tempat ini menjadi favorit saya
menghabiskan hari dimasa kecil. Disini pula saya mengenal cinta dan kehidupan.
Kehidupan yg sangat indah dari alam yg disuguhkan oleh Yang Maha Menciptakan
alam ini. Disini pula pertama kali saya mengenal cinta, dan disini pulalah
cinta saya bermula tanpa saya sadari waktu itu”.
Si pemuda tersenyum mendengar penjelasan meri. Binar indah dimatanya semakin
terlihat. Meri yg memperhatikan hal itu menjadi bertanya-tanya tak mengerti,
ada sesuatu yg dirasakannya tapi tak mampu ia katakan.
“ Meri.. di dunia yang berbeda kau bisa temukan kehidupan
menamparmu dengan keras, Mengajarimu memeluk harap, melukis bayang cita di kaki
mimpi. Bagiku menemukan cinta Tak sekedar rasa bahagia. Tapi pula datang sang
duka... Bahagia karena saat ini masih dapat bersama cintanya, duka karena takut
esok tak ada lagi cinta bersamanya. Seperti Venus dan Merkurius itu. Mereka
seperti kakak adik yang enggan dipisahkan. Tapi bisa jadi sebentar lagi, Tuhan
memisahkan keduanya. Kau dan aku hanya pemeran, Kuncinya ada pada sang
Sutradara kehidupan.. Dan hari ini, Kakak datang menjemputmu…”
Apa yg dikatakan pemuda itu membuat meri tercekat. Kata-kata itu adalah
kata-kata yg diucapkan venus 13 tahun lalu. Ia tak yakin akan semua ini. Tanya
yg sejak tadi dipendamnya ia tumpahkan juga.
“ Apakah kakak ini......?” Meri menggantung kalimatnya, ia
ragu dan menatap pemuda itu dgn perasaan harap dan cemas. Seribu perasaan
berkecamuk didadanya.
“ Meri...ini kak venus. Apakah engkau lupa dulu kita ketemu disini tanpa
sengaja? Khaifa haluk ya ukhti..?” Pemuda yg bernama venus itu menjawab dgn
pertanyaan yg bagai petir menyambar telinga meri.
“ Kak venus..? benarkah ini kak venus..? eeeennggg.. ana bi khoir..”
airmatapun mengambang disudut mata meri.
“ Kenapa kakak pergi meninggalkan meri waktu itu..?” tanya meri.
“ Meri..,kakak tidak pergi. Meri lah yg pergi meninggalkan kakak. Bukankah
tadi meri yg mengatakan bahwa saat itu meri harus ikut pindah ke irian karena
ayah meri bertugas disana? Dan meri tidak meninggalkan pesan maupun pamit sama
kakak”.
“ Maafkan meri kak. Waktu itu tempat kerja ayah juga mendadak ngasih mutasi
kepindahan ayah ke irian. Jadi kami sekeluarga panik dan tidak sempat memberi
kabar siapapun. Kakak sendiri kemana..?” jawab meri merasa sangat bersalah.
“ Setelah meri pergi kakakpun ikut pindah ke rumah budhe di jogya dan
melanjutkan kuliah disana. Alhamdulillah kakak mendapatkan beasiswa dari tempat
kakak kuliah untuk melanjutkan studi ke Kairo. Minggu depan, kakak mendapat
tawaran bekerja di perguruan tinggi di solo. Setelah itu.....”
Penjelasan venus terpotong ketika sebuah suara tiba-tiba mengagetkan mereka.
“ Rama...ayah mencari-carimu. Hari sudah petang dan sebentar lagi kita
pulang”. Pak yusuf, ayah venus, tiba-tiba berada di tempat itu dengan ayah dan
ibu meri.
“ Rama...?” meri mengulang kata-kata pak yusuf. ia tak mengerti dengan semua
ini. Ia menatap venus dgn tanda tanya besar di kepala.
“ Meri.., nama kakak memang sebenarnya adalah Rama. Nama venus ini bukankah
meri sendiri yg memberikan nama ini kepada kakak ketika kita bertemu disini..?
dan beliau adalah ayahku...” jelas Venus alias Rama sambil menunjuk kearah pak
yusuf yg tak lain adalah sopir pribadi keluarga meri.
“ Subhanallah..Allahu akbar. Jadi kalian sudah saling kenal..?” tanya ayah
meri tiba-tiba. Ibu meri juga tegak terheran-heran menyaksikan pemandangan
didepannya.
“ Pak yusuf....” Kata ayah meri sambil menghampiri ayah venus,” Ini berkah
luarbiasa dan rejeki silaturahmi dari kekeluaargaan kita selama ini pak. Allah
menginginkan kita untuk lebih merekatkan silaturahmi ini dengan menjadi sebuah
keluarga besar yg utuh..”
“ Maksud bapak...? “ Tanya pak yusuf tak mengerti.
“ Saya ingin berbesan dengan pak yusuf...” dan kata-kata terakhir ayah meri
ini membuat Rama alias Venus dan meri saling pandang, sama-sama tersenyum dan
menunduk malu.
Meri menunduk malu. Hatinya berbunga-bunga dan merekah. Kata-kata Fia waktu
itu terngiang kembali di telinganya: "Allah menunjukkan kuasanya bahwa
jodoh kita itu sebenarnya tidak pernah jauh dari diri kita, hanya saja kita yg
kadang terlalu sibuk mencari kesana kemari, mencari sosok yg sempurna. Padahal
kalau kita mau sedikit membuka mata dan hati, ia ada disekitar kita sendiri
tanpa kita menyadari.."
Ah Fia, kata-katamu memang benar sahabatku, Batin meri bahagia.
------------------------------------------------------------------------
Meri, di dunia yang berbeda ini..
Kau bisa temukan kehidupan menamparmu dengan keras
Mengajarimu memeluk harap, melukis bayang cita di kaki mimpi
Bagiku menemukan cinta tak sekedar rasa bahagia
Tapi pula datang sang duka...
Bahagia karena saat ini masih dapat bersama cintanya,
Duka karena takut esok tak ada lagi cinta bersamanya.
Seperti Venus dan Merkurius itu.
Sekarang..,Mereka seperti kakak adik yang enggan dipisahkan.
Tapi bisa jadi sebentar lagi,
Tuhan memisahkan keduanya.
Kau dan aku hanya pemeran
Kuncinya ada pada sang Sutradara kehidupan...
TAMAT !
Barakallahufikum..jabat erat dan salam hangat
Wassalamualaikum
----------------------
Semoga bisa dipegang amanat ini. Afwan dan terimakasih..^.^
http://www.facebook.com/notes/renungan-dan-motivasi-ifta-istiany-notes/motivasi-janji-venus-part-2-/176462132382442