Oleh: Badrul Tamam
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah
menganugerahkan kepada kita nikmat yang paling agung, yaitu nikmat Islam.
Nikmat ini tidak bisa ditandingi oleh nikmat-nikmat yang lain. Dengannya, kita
berada di atas petunjuk. Mengamalkannya akan menghantarkan kepada keselamatan
dan kebahagiaan dunia-akhirat.
Karenanya, kita harus senantiasa bersyukur atas
nikmat ini dengan menjaganya dan memohon keteguhan dalam berpegang teguh
dengannya hingga kematian menjemput. Karena Allah telah membuat satu adat
kebiasaan, bahwa siapa yang hidup di atas sesuatu maka ia akan wafat di
atasnya, dan siapa yang mati di atas sesuatu maka ia akan dibangkitkan sesuai
dengan kondisi saat itu. “Dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan
dalam keadaan beragama Islam.” (QS. Ali Imran: 102) Janganlah ada
kesengajaan berpaling dari Islam, karena akan membuat rugi dunia-akhirat.
Sesungguhnya musuh-musuh Islam senantiasa
berusaha merusak nikmat yang agung ini dengan berbagai cara dan dengan segenap
kekuatan yang dimilikinya. “Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama)
Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain
menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai.”
(QS. Al-Taubah: 32)
Mereka hendak menjadikan kaum muslimin kafir,
sebagaimana mereka telah kafir. Allah 'Azza wa Jalla berfirman, “Mereka
ingin supaya kamu menjadi kafir sebagaimana mereka telah menjadi kafir, lalu
kamu menjadi sama (dengan mereka).” (QS. Al-Nisa’: 89)
Sesungguhnya musuh-musuh Islam senantiasa
berusaha merusak nikmat yang agung ini dengan berbagai cara dan dengan segenap
kekuatan yang dimilikinya. Dan hendak menjadikan kaum muslimin kafir,
sebagaimana mereka telah kafir.
Usaha mereka untuk menghancurkan Islam tersebut
sudah dimulai sejak era Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, lalu era
Khulafa’ rasyidin, dan dilanjutkan pada era-era sesudahnya hingga zaman kita
sekarang. Senjata yang mereka gunakan sangat beragam seperti ekonomi, budaya,
atau kekuatan militer, dan yang lainnya. Namun tujuannya yang mereka inginkan
sama, yaitu menghancurkan Islam dan memurtadkan kaum muslimin darinya.
Kesimpulan ini bukan tanpa alasan atau tuduhan
yang tidak berdasar. Tapi, dengan kabar berita dan peringatan yang telah Allah
sampaikan kepada Nabi-Nya shallallahu 'alaihi wasallam. Bahkan Kabar
tersebut menyebutkan, kelompok yang ingin merusak Islam bukan dari satu
kelompok saja, tapi juga dari kalangan musyrikin, Yahudi, Nasrani, Atheis, dan
dari kaum munafikin.
Allah berfirman tentang permusuhan kaum
musyrikin,
وَلا
يَزَالُونَ يُقَاتِلُونَكُمْ حَتَّى يَرُدُّوكُمْ عَنْ دِينِكُمْ إِنِ
اسْتَطَاعُوا وَمَنْ يَرْتَدِدْ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ
فَأُولَئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَأُولَئِكَ
أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
“Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu
sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran),
seandainya mereka sanggup. Barang siapa yang murtad di antara kamu dari
agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia
amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka
kekal di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah: 217)
Allah menerangkan tentang permusuhan Yahudi dan
Nasrani terhadap kaum muslimin,
وَلَنْ
تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُودُ وَلا النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ قُلْ
إِنَّ هُدَى اللَّهِ هُوَ الْهُدَى وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُمْ بَعْدَ
الَّذِي جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلا نَصِيرٍ
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan
senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah:
"Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)". Dan
sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang
kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.”
(QS. Al-Baqarah; 120)
Yahudi dan Nasrani berusaha untuk mengajak kaum
muslimin untuk mengikuti ajaran mereka (di antaranya adalah budaya dan tradisi
mereka), dan berusaha mempropagandakannya kepada umat Islam.
وَقَالُوا
كُونُوا هُوداً أَوْ نَصَارَى تَهْتَدُوا قُلْ بَلْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفاً
وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ
“Dan mereka berkata: "Hendaklah kamu
menjadi penganut agama Yahudi atau Nasrani, niscaya kamu mendapat
petunjuk". Katakanlah: "Tidak, bahkan (kami mengikuti) agama Ibrahim yang
lurus. Dan bukanlah dia (Ibrahim) dari golongan orang musyrik".” (QS.
Al-Baqarah: 135)
Allah juga menyingkap permusuhan kaum munafikin
kepada Islam dan kaum muslimin,
فَمَا
لَكُمْ فِي الْمُنَافِقِينَ فِئَتَيْنِ وَاللَّهُ أَرْكَسَهُمْ بِمَا كَسَبُوا أَتُرِيدُونَ
أَنْ تَهْدُوا مَنْ أَضَلَّ اللَّهُ وَمَنْ يُضْلِلِ اللَّهُ فَلَنْ تَجِدَ لَهُ
سَبِيلاً
“Maka mengapa kamu (terpecah) menjadi dua
golongan dalam (menghadapi) orang-orang munafik, padahal Allah telah
membalikkan mereka kepada kekafiran, disebabkan usaha mereka sendiri? Apakah
kamu bermaksud memberi petunjuk kepada orang-orang yang telah disesatkan Allah?
Barang siapa yang disesatkan Allah, sekali-kali kamu tidak mendapatkan jalan
(untuk memberi petunjuk) kepadanya.” (QS. Al-Nisa’: 88)
وَدُّوا
لَوْ تَكْفُرُونَ كَمَا كَفَرُوا فَتَكُونُونَ سَوَاء
“Mereka ingin supaya kamu menjadi kafir
sebagaimana mereka telah menjadi kafir, lalu kamu menjadi sama (dengan mereka).”
(QS. Al-Nisa’: 89)
Allah menjelaskan secara umum tentang tabiat
orang-orang kafir dan memperingatkan kaum mukminin akan tipu daya mereka,
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنْ تُطِيعُوا الَّذِينَ كَفَرُوا يَرُدُّوكُمْ
عَلَى أَعْقَابِكُمْ فَتَنْقَلِبُوا خَاسِرِينَ () بَلِ اللَّهُ مَوْلَاكُمْ
وَهُوَ خَيْرُ النَّاصِرِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu
menaati orang-orang yang kafir itu, niscaya mereka mengembalikan kamu ke
belakang (kepada kekafiran), lalu jadilah kamu orang-orang yang rugi. Tetapi
(ikutilah Allah), Allahlah Pelindungmu, dan Dia-lah sebaik-baik Penolong.”
(QS. Ali Imran: 149-150)
Penjelasan di atas merupakan kesaksian Allah atas
musuh-musuh Islam terhadap tujuan dan keinginan mereka untuk menyesatkan kaum
muslimin dan menghalangi mereka dari agamanya, supaya umat Islam sepakat dengan
kekafiran mereka. kesaksian ini untuk menyelamatkan kaum muslimin dari tipu
daya dan niat buruk musuh-musuh mereka. “Allah menerangkan (semua ini)
kepadamu, supaya kamu tidak sesat. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”
(QS. Al-Nisa’: 176)
Pada zaman sekarang, banyak manusia tertipu dengan
propaganda dan bujukan kaum kuffar. Banyak kaum muslimin yang terpukau dengan
kemewahan dan kemajuan yang dimiliki orang-orang kafir. Sehingga tidak sedikit
umat Islam yang membebek, meniru, dan menjalin kasih sayang dengan orang-orang
yang dimurkai Allah Ta’ala. Padahal Allah telah memperingatkan,
فَلَا
تُعْجِبْكَ أَمْوَالُهُمْ وَلَا أَوْلَادُهُمْ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ
لِيُعَذِّبَهُمْ بِهَا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَتَزْهَقَ أَنْفُسُهُمْ وَهُمْ
كَافِرُونَ
“Maka janganlah harta benda dan anak-anak mereka
menarik hatimu. Sesungguhnya Allah menghendaki dengan (memberi) harta benda dan
anak-anak itu untuk menyiksa mereka dalam kehidupan di dunia dan kelak akan
melayang nyawa mereka, sedang mereka dalam keadaan kafir.” (QS. Al-Taubah:
55)
Sedangkan siapa yang menjalin kasih sayang dengan
orang kafir, bukan bagian dari orang beriman. Allah Ta’ala berfirman,
لا
تَجِدُ قَوْماً يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ
حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَه وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ
إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ
“Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang
beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan
orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu
bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara atau pun keluarga mereka.”
(QS. Al-Mujadilah: 22)
Namun dalam realita, kita dapatkan banyak tokoh
dan pemimpin yang beragama Islam mengucapkan selamat kepada kaum kuffar atas
hari raya mereka. Padahal hal ini, -sebagaimana yang disebutkan Ibnul Qayyim
dalam Ahkam Ahli Dzimmah- termasuk perbuatan yang bisa mengeluarkan pelakunya
dari Islam jika dia ridha dengan kekafiran mereka. Atau yang lebih rendah dari
itu, dia telah melakukan perbuatan haram (dosa besar) karena memberi selamat
kepada orang yang bermaksiat. Bahkan dosa mengucapkan selamat atas hari raya
orang kafir itu lebih besar dosanya daripada mengucapkan selamat meminum arak,
membunuh, dan melakukan zina.
Seharusnya keridhaan seorang muslim dan
kebenciaannya mengikuti keridhaan Allah 'Azza wa Jalla. Sedangkan
Allah tidak meridhai kekufuran, maka seharusnya dia juga tidak menunjukkan
keridhaan terhadap kekufuran tersebut dan juga syi’ar-syi’arnya. Allah Ta’ala
berfirman,
إِنْ
تَكْفُرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنْكُمْ وَلَا يَرْضَى لِعِبَادِهِ الْكُفْرَ
وَإِنْ تَشْكُرُوا يَرْضَهُ لَكُمْ
“Jika kamu kafir, maka sesungguhnya Allah
tidak memerlukan (iman) mu dan Dia tidak meridai kekafiran bagi hamba-Nya; dan
jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridai bagimu kesyukuranmu itu.” (QS.
Al-Zumar: 7)
Salah satu dari budaya kafir yang banyak
digandrungi umat Islam, khususnya dari kalangan remaja adalah Hari Valentin.
Yakni sebuah hari di mana para kekasih dan mereka yang sedang jatuh cinta
menyatakan cintanya –pada awalnya ini hanya berlaku di Dunia Barat-. Hari ini
dirayakan setiap tanggal 14 Februari.
Sesungguhnya hari perayaan kasih sayang ini
merupakan bagian dari hari raya Katolik Roma. Bahkan dalam
Wikipedia
disebutkan bahwa hari valentine merupakan hari raya terbesar kedua setelah
Natal. Karenanya tidak diragukan lagi akan haramnya ikut-ikutan merayakan hari
Valentin dengan mengungkapkan ucapan cinta dan memberikan hadiah, walaupun itu
dilakukan sepasang suami istri. Apalagi kalau hal tersebut dikerjakan oleh
mereka yang belum terikat status suami istri.
Sesungguhnya hari perayaan kasih sayang ini merupakan bagian dari hari
raya Katolik Roma. Bahkan dalam wikipedia disebutkan bahwa hari valentine merupakan
hari raya terbesar kedua setelah Natal.
Karenanya tidak diragukan lagi akan haramnya ikut-ikutan merayakan hari
Valentin dengan mengungkapkan ucapan cinta dan memberikan hadiah, walaupun itu
dilakukan sepasang suami istri.
Dalam tulisan Ust. Zen Yusuf Al Choodlry (teman
dekat penulis) yang diposting
voa-islam.com
telah disebutkan tentang hukum merayakan Valentine's Day. Perayaan itu
merupakan budaya orang kafir, yang kita (umat Islam) dilarang untuk
mengambilnya. Kita dilarang menyerupai budaya yang lahir dari peradaban kaum
kafir yang jelas-jelas bertentangan dengan akidah Islam. Sungguh, ikut
merayakan hari valentin adalah tindakan haram dan tercela.
Sesungguhnya mengekor terhadap gaya hidup orang
kafir akan membuat mereka senang dan dapat melahirkan kecintaan dan keterikatan
hati. Sehingga Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
مَنْ
تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
"Barang siapa meniru suatu kaum, maka ia
termasuk dari kaum tersebut." (HR. Abu Dawud dan At-Tirmizi. Imam
Shan’ani dalam Subul al-salam mengungkapkan, hadits ini memiliki banyak penguat
sehingga mengeluarkannya dari kedhaifannya).
Tentang makna hadits ini, ada dua ulasan yang
mashur dari banyak ulama. Makna pertama, bahwa siapa yang
menyerupai orang kafir dalam dzahirnya, maka akan bisa menyebabkan keserupaan
dalam batinnya, yakni dalam akidah dan keyakinan. Maknanya, siapa yang
menyerupai orang kafir secara dzahir maka perbuatan itu akan membimbingnya
untuk menyerupai orang kafir secara batin, lalu ia menjadi kafir sebagaimana
mereka. Dan kita berlindung kepada Allah dari menjadi golongan mereka.
Makna kedua, siapa yang
menyerupai orang kafir secara dzahir, maka ia bagian dari mereka dalam hal yang
ia lakukan itu, bukan pada yang selainnya. Jika yang ditiru adalah kekufuran
maka ia menjadi kufur, jika maksiat maka dosanya adalah maksiat.
Namun, ‘ala kulli hall seorang muslim sama sekali tidak
boleh sengaja dan ridha untuk menyerupai orang-orang kafir dalam kesesatan
mereka. wallahu Ta’ala a’lam.