Mengenai Saya

Foto saya
Malang, East Java, Indonesia
Uhibbuka Fillah...

Laman

Jumat, 14 Januari 2011

ILMU yang TIDAK BERMANFAAT


Sahabat Hikmah yang tercinta...
Tidak semua ilmu akan bermanfaat.
Ada ilmu yang tidak bermanfaat.
Seperti ilmu yang dimiliki sebagian ahli kitab.
Mereka adalah orang yang memahami al-Kitab.
Tetapi ilmunya tidak memberikan manfaat kepadanya.

Allah Subhanahu wa Ta'ala menjelaskan :
"Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri Al-Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Dan sesungguhnya sebagian di antara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui." (QS. Al-Bawarah, 2:146)
Dalam ayat ini kita diingatkan oleh Allah dalam Al-Qur’an untuk mengetahui lebih jauh lagi tentang sifat-sifat ahli kitab, baik dari golongan Yahudi maupun Nasrani. Pada ayat ini sekali lagi Allah menggambarkan bahwa ahli kitab tidak beriman kepada Rasulullah Muhammad Shalallaahu 'alaihi wa sallam, padahal mereka itu benar-benar mengenal Rasulullah SAW. Kenalnya ahli kitab kepada Rasulullah SAW sedemikian jelas, sehingga Allah gambarkan sebagaimana kenalnya mereka kepada anak mereka sendiri.
 Pada awal ayat, Allah mengatakan:
Alladziina aatainaa humul kitaaba (orang-orang Yahudi dan Nasrani yang telah Kami beri Al-Kitab Taurat dan Injil)
ya’rifuunahu - mengenal Muhammad (walaupun nama Muhammad akan tetapi hanya disebut siyat-nya). Dari segi siyat-nya dapat kita pahami bahwa yang dimaksud dengan hu dalam ya’rifuu nahu disini adalah Rasulullah SAW.



Dari segi balaghotul Qur’qan (bahasa Al-Qur’an), ada hal khusus yang ditampakkan oleh Allah SWT.
 Pertama, Allah SWT memilih lafadz ya’rifuunahu bukan ya’lamuunahu yang artinya sama-sama mengenal. Apa maksud Allah dengan penggunaan kalimat tersebut ? Ternyata ada perbedaan pengertian antara Al-'Ilmu dan Al-Ma’rifah dalam pemakaiannya. Ya’lamuu nahu itu digunakan untuk mengetahui sesuatu yang tidak kelihatan (ma’nawi), sementara lafadz ya’rifuu nahu itu digunakan untuk mengenali sesuatu yang kelihatan fisiknya (hisiy). Artinya, jika yang digunakan adalah ya’rifuu nahu berarti pengenalan itu sangat jelas.
Penggunaan kalimat seperti ini juga digunakan Allah SWT dalam QS. Al-Muthoffifin ketika Allah menggambarkan bagaimana keadaan penduduk surga. Allah mengatakan Ta’rofu fii wujuuhihim nadl-rotan na’im , "Kamu dapat mengetahui dari wajah mereka kesenangan hidup mereka yang penuh keni'matan." (QS. 83:24).
Gambaran kesenangan hidup penduduk surga itu dapat dilihat dari wajah mereka. Ini artinya dapat dikenali dari sesuatu yang bersifat fisik, karena memang wajah mereka memang kelihatan. Jadi lafadz al-ma’rifat itu digunakan untuk mengenali sesuatu yang benar-benar jelas.
Oleh karena itu ketika Allah SWT menggunakan kalimat ya’rifunahu ini karena orang-orang ahli kitab tersebut benar-benar mengenal Rasulullah SAW, sebagaimana melihat segala sesuatu yang nampak jelas secara fisik. Pengenalan ahli kitab ini karena kenabian Rasulullah SAW sudah diterangkan dalam kitab suci mereka yaitu dalam Taurat dan Injil.
Kedua, dalam lanjutan ayat ini Allah menggunakan kalimat kamaa ya’rifuuna abnaa ahum (sebagaimana mereka mengenal anak laki-laki mereka). Penggunaan kalimat ini lebih menguatkan lagi tentang pengenalan Ahli Kitab kepada Muhammad SAW. Kita paham, tidak ada orang tua yang tidak mengenal anaknya, kecuali kalau sudah pikun.
Ketiga, penggunaan lafadz abnaa ahum (anak laki-laki mereka) pada penggalan ayat kamaa ya’rifu abnaa ahum (sebagaimana mereka mengenal anak laki-laki mereka). Di sini Allah menggunakan lafadz abnaa ahum (anak laki-laki), bukan banaa tihim (anak perempuan). Kalau kita perhatikan di masyarakat, biasanya para orang tua itu lebih mengenal dan lebih dekat dengan anak laki-lakinya jika dibandingkan dengan anak perempuannya. Kebutuhan orang tua kepada anak laki-laki biasanya lebih tinggi daripada anak perempuan.
Subhanallah. Penggunaan kalimat-kalimat ini semakin menambah keyakinan kita tentang kemu’jizatan Al-Qur’an. Sampai-sampai pada kalimat yang digunakan pun, Allah memilih yang sesuai dengan makna yang dimaksudkan. Allah selalu menggunakan kalimat yang sesuai dengan tujuannya.



Akan tetapi walaupun sudah sedemikian jelasnya pengetahuan dan pengenalan ahli kitab kepada Rasulullah SAW, tetapi sebagian mereka tetap mengingkari kenabian Rasulullah. Mengapa sebagian Ahli Kitab ini kafir atas kenabian Muhammad SAW? Jawabannya adalah karena totalitas hidup mereka yang dikendalikan oleh hawa nafsunya, bukan karena Allah SWT. Hal ini telah Allah tegaskan pada ayat sebelumnya yaitu ayat 145 yang telah dibahas.
Ayat ini Allah tutup dengan mengatakan wa inna fariiqom minhum layaktumuunal haqqo wahum ya’lamuun (dan sesungguhnya sebagian di antara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui).
Penutup ayat ini menerangkan satu lagi sifat-sifat sebagian ahli kitab yang lain adalah tidak mau mengakui suatu kebenaran. Namun demikian ada hal yang harus kita perhatikan disini. Dalam lanjutan ayat ini, Allah menggunakan lafadz wa inna fariiqom minhum (sebagian dari ahli kitab), bukan wa minhum (seluruh ahli kitab). Mengapa Allah menggunakan lafadz fariiqo (sebagian) ? Karena realita sejarah membuktikan bahwa diantara ahli kitab pada waktu itu ada yang mengakui kebenaran kerasulan Muhammad SAW dan kemudian beriman kepada beliau. Dari Yahudi umpamanya ada Abdullah bin Salam yang adalah seorang ulama Yahudi yang kemudian menyatakan keimanannya dan masuk Islam. Dari Nasrani umpamanya ada Sidq Ahrufi.
"Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul (Muhammad), kamu melihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan kebenaran (Al Qur'an) yang telah mereka ketahui (dari kitab-kitab mereka sendiri); seraya berkata: "Ya Tuhan kami, kami telah beriman, maka catatlah kami bersama orang-orang yang menjadi saksi (atas kebenaran Al Qur'an dan kenabian Muhammad s.a.w.)." (QS Al-Maidah 5:83)
Penggunaan lafadz wa inna fariiqo - yang berarti sebagian dari mereka, menunjukkan keobyektifan Al-Qur’an. Sekalipun dulunya mereka adalah ahli kitab yang selalu memusuhi ummat Islam, tetapi ketika mereka beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, mereka adalah saudara kita. Islam tidak mengenal adanya balas dendam.
Jadi sebagian dari ahli kitab itu menyimpan kebenaran tentang kenabian Rasulullah Shalallaahu 'alaihi wa sallam dengan menolak beriman walaupun mereka mengetahuinya. Kekafiran sebagian Ahli Kitab ini menegaskan kembali bahwa ilmu saja tidak cukup. Sebagian Ahli kitab itu sangat tahu tentang kebenaran kenabian Muhammad SAW daripada Quraisy maupun suku yang lainnya, tetapi tetap saja mereka tidak beriman.
Ilmu yang dimiliki sebagian Ahli Kitab tersebut tidak bermanfaat, walaupun untuk dirinya sendiri. Oleh karena itu kita diajarkan untuk berdo’a kepada Allah dengan memohon agar diberikan ilmu yang bermanfaat, karena ada ilmu yang tidak bermanfaat seperti ilmunya sebagian ahli kitab ini tidak memberikan manfaat apapun, bahkan malah menjadikannya kafir.


Sahabat Hikmah yang tercinta...
Oleh karena itu, agar ilmu yang kita dapat bermanfaat solusinya adalah :
  1. Menyerahkan totalitas hidup pada Allah
  2. Jangan mau dikendalikan kepentingan dan hawa nafsu
  3. Menyadari bahwa Allah Maha Tahu. Sepandai-pandainya kita menyembunyikan kema’shiyatan, Allah pasti tahu
  4. Menyadari bahwa Allah murka kalau kita tahu tapi kita melanggar
  5. Menyadari bahwa kemuliaan seseorang bukan hanya tingginya ilmu tetapi karena ketaqwaannya
  6. Dalam Islam, orang yang tahu tetapi tidak melaksanan dipandang sebagai tidak tahu
  7. Jangan menilai seseorang dari pembicaraannya saja, tetapi lihat realita hidupnya
  8. Menyadari bahwa hidup di dunia sementara, kesenangan dunia adalah mata’
  9. Dunia tempat beramal, akherat tempat memanen
  10. Berdo’a agar Allah memberikan ilmu yang bermanfaat
  11. Selalu melibatkan diri dengan da’wah agar kema’shiyatan tidak semakin merajalela

Wallahu a'lam bishshowab…


Wahai Mereka Yang Memimpin


Saban hari kunanti,


Munculnya ia tidak kupasti,
Diriku masih mencari,
Apakah kumasih bermimpi?
Dunia yang penuh dengan pancaroba.
Dunia saya, dunia anda.
Destinasi kita sama.
Biarpun perjalanan kita berbeza.
Kita berpandukan dengan cara yang sama.
Terpulang ke atas diri kita.
Apakah kita hendak menghayatinya.
Ataupun kita sudah jauh,
jauh bersama mereka yang berpaling daripada-Nya.

Siapakah kita?
Kenal entah tidak.
Segelintir sahaja yang berkemahuan.
Berusaha mencari asal usulnya.
Mengingati.
Tidak melupainya tatkala ujian mendatang.

Datangnya ia.


Nikmat tidak tertadah tangan.
Dijadikannya, penggelap hati.
Hilang entah ke mana.
Laluan yang lurus ke arah-Nya.

Sia-sia sudah.
Ke manakah mereka pergi?
Menjadi tunjang yang tidak berisi.
Akar hanya menurut.
Daun-daun luruh ditiup angin.
Kami menuruti.
Mata dikaburi.

Wahai mereka yang berkuasa!
Salah caturan kami merana.
Maruah agama terkena.

Kalian sedarkah?
Keadaan anak-anak yang tak kemana.
Tujuan tiada.
Hilang akal dibawa dunia.


Sedarkah kalian?
Tanggungjawab bukan permainan.
Amanah jangan digadai.

Membentuk pemuda, menjadi keutamaan.
Kenali Allah, kenali agama.
Kami merayu! Kami merintih!

Sedarkah kalian?
Kami sudah terkandas.
Sedarkah kalian?
Senang di atas.
Pasti susah dikemudian hari.

Di manakah konsep Islam yang ditunggu oleh kami? Mengapa liberal yang menjadi pilihan? Tidak takutkah? Tidak takutkah azab Allah yang pasti? Jangan sekali-kali dicabar kuasa-Nya.
Hari demi hari, saya menunggu untuk munculnya seorang pemimpin yang dapat memimpin ummah zaman ini. Lihat sahaja di sekeliling. Perpecahan berlaku tanpa kita sedari. Ramai sudah yang tergelincir dari landasan yang sebenar. Keutamaan memegang al-Quran dan as-Sunnah sebagai panduan utama semakin dilupakan dari sehari ke sehari. Undang-undang dunia pula diangkat menjadi undang-undang pentadbiran.
Hampir setiap kali saya bersua dengan masyarakat Islam di luar sana, sebut sahaja nama Malaysia, layanan terbaik akan diberikan kepada kita. Pujian demi pujian datang dari lidah mereka. Mengatakan bahawa negara kita adalah contoh negara Islam yang terbaik zaman ini. Senyuman mudah terukir di bibir, tetapi hati berkelakuan sebaliknya. Layakkah kita untuk mendapat pujian seperti itu?


Lihat sahaja anak-anak muda masa kini. Mereka ini yang bakal mentadbir negara kelak. Sering kali saya berfikir, apakah ada dalam kalangan anak-anak muda Islam pada masa kini, ada yang akan bangkit lalu memimpin kami? Dan mengubah apa yang sepatutnya, menuju ke jalan yang benar. Saya takut, di mana berkemungkinan satu hari nanti, mereka yang bukan beragama Islam yang akan memimpin dan mentadbir. Malah, kedudukan kita sudah terumbang-ambing, dan boleh jatuh pada bila-bila masa. Dek arus pemodenan, kemewahan dunia, kekuasan dan pangkat, yang lemah semakin ditindas, yang alpa bermaharajalela.
Saya kira, jika bukan sekarang untuk kita berubah, bila lagi? Jangan disangka esok masih ada peluang.
Tidak akan ada Islam jika tiada jemaah, tidak akan ada jemaah jika tiada pemimpin, dan tiada pemimpin jika tiada ketaatan.Daripada para sahabat
Dan semestinya, ketaatan itu perlu datang daripada ummah kepada pemimpin-pemimpin yang memperjuang agama yang tercinta di samping memperjuangkan negara. Rentetan itu, terbentuklah yang satu jemaah, yakni jemaah Islam yang bersama-sama memperjuangkan agama!


Dia Jodohku


Nurul memandang tepat wajah insan di hadapannya itu. Dia cuba mencari sebuah jawapan. Debaran di hati tidak hilang sedikitpun walaupun telah hampir semua pertanyaan dan persoalan telah dilontarkan. Ahh, mengapa mesti mengunci bibirmu. Keluarkan suaramu. Jawab pertanyaanku. Nurul memprotes di dalam hati.
Insan di hadapannya itu hanya tersenyum. Dia mengangkat wajahnya. Nurul cepat-cepat berpaling ke arah lain. Bimbang matanya bertaut dengan mata si jejaka.
“Mungkin Nurul jodoh saya,” jawabnya ringkas.
“Itu sahaja jawapan saudara?” soal Nurul kerana tidak berpuas hati dengan jawapan seringkas itu.
“Ya.”
Nurul memandang temannya Aina yang sejak tadi membatukan diri. Lagaknya seperti ingin meminta pertolongan. Manalah tahu Aina ada apa-apa soalan yang boleh membuka mulut jejaka ini. Namun, Aina hanya tersenyum. Dia juga kaku berhadapan dengan keadaan ini. Nurul yang dikenalinya seperti berubah serta-merta dalam pertemuan ini. Tiada lagi senyuman manis, tiada lagi kata-kata yang penuh berhikmah dan yang paling terkesan, kelembutan yang menjadi darah-dagingnya juga seperti telah terbang di tiup angin.
“Pandai sungguh dia berlakon,”getus hati Aina.


Bibirnya mengukir senyum apabila Nurul mengajaknya pulang. Masa yang ditunggu telah tiba. Nurul telah berjanji akan membelanjanya makan selepas pertemuan itu selesai. Bukan mengambil kesempatan, cuma poketnya hampir kosong. Almaklumlah sekarang sudah berada di penghujung semester.
Semasa dalam perjalanan ke cafe, Aina mengambil kesempatan bertanya Nurul perihal perubahan tingkah-lakunya sebentar tadi.
“Boleh Aina Tanya sikit?”
“Emm, tanyalah...”
“Kenapa Nurul garang sangat dengan Izzat tu? Kesian dia,”
“Garang ke? Nurul rasa cam biasa je tadi,” Nurul menjawab sambil bibirnya mengukir senyuman.
Aina cuba membaca isi hati sahabat baiknya itu. Senyuman Nurul bagai tersirat 1001 macam maksud. Aina hanya mendiamkan diri, mungkin Nurul belum bersedia menceritakan isi hatinya.
Deringan telefon yang mendendangkan lagu [B]“Atas Nama Cinta”[/B] nyanyian kumpulan UNIC sedikit mengganggu tumpuan Nurul yang sedang bertungkus-lumus menyiapkan assignment yang perlu dihantar dua minggu lagi. Kerutan di dahinya hilang dan digantikan dengan senyuman apabila melihat nama si pemanggil. Insan yang sentiasa dirinduinya siang dan malam.
“ Assalamualaikum  ibu,” sapa Nurul lembut.
“Waalaikumusalam. Nurul tengah buat apa tu? Sibuk ke?,” soal ibunya.
“Tak lah sibuk sangat, tengah siapakan assignment. Dua minggu lagi kena hantar. Ibu sihat? Abah macam mana?”
“Alhamdulillah, kami sihat. Emm, sebenarnya ibu dan abah ada hal penting nak berbincang dengan Nurul. Nurul boleh balik kampung hujung minggu ni?”
“Hal apa yang penting sangat tu sampai tak dapat bagitahu melalui telefon,” seloroh Nurul. “Adalah.. ini hal masa depan Nurul,”
Setelah memutuskan talian telefon, Nurul mula termanggu. Dia sudah berasa tidak sedap hati. Hal apakah yang ingin diberitahu ibu? Masa depan? Hal baik atau sebaliknya? Screen laptop dihadapannya dipandang tanpa berkelip.


Fikirannya mula melayang entah ke mana. Jantungnya mula berdegup kencang menyebabkan aliran darah dalam tubuhnya bergerak laju merentasi segala otot dan bahagian tubuh yang lain. Jarinya lantas memicit-micit kepala yang tidak sakit. Perbualan dengan ibu sebentar tadi telah menyebabkan dia berasa tidak keruan. Oh, ibuku!
**********
Angin petang bertiup sepoi-sepoi bahasa. Kelihatan sekumpulan kanak-kanak sedang riang bermain kejar-kejar di halaman rumah. Padi yang mulai menguning di petak-petak sawah dan burung-burung yang bebas berterbangan mengindahkan lagi pemandangan petang itu. Segala beban pelajarannya terasa hilang semenjak dia sampai ke rumah beberapa jam yang lalu. Nurul menghayun langkah ke sebatang pohon besar dihadapan rumah. Di bawah pohon yang rendang itu terdapat sebuah buai dan pangkin. Di situlah dia dan ibunya selalu berbual-bual.
Suasana damai petang itu tidaklah sedamai hatinya. Ibunya masih belum menyampaikan hal tersebut. Ingin sahaja dia meminta ibu menceritakan hal itu setibanyan dia di rumah tadi. Namun, aroma asam pedas kegemarannya membantutkan pertanyaan malah menaikkan selera makannya pula. Nurul tersenyum sendiri.
“Hai anak dara, kenapa senyum sorang-sorang ni?”
Nurul berpaling ke arah pemilik suara itu. Ibu dan abahnya menghadiahkan senyuman buat satu-satunya anak gadis yang mereka miliki.
“Ingat kat siapa la tu,” abah mula berseloroh.
“Mana ada ingat kat siapa-siapa. Tengah memerhati keindahan alam. Anak ibu dan abah ni kan pencinta alam orangnya,”jawab Nurul manja.
Nurul akui, walaupun usianya sudah menjengah angka 22 dan bakal menamatkan pengajian tidak lama lagi, namun sifat keanak-anakkan dalam dirinya masih menebal. Mungkin kerana dia satu-satunya puteri yang dimiliki oleh pasangan Haji Ahmad dan Hajah Zubaidah di samping dua orang putera yang sudah bekerjaya dan seorang putera yang masih di zaman remaja.
“Hal apa yang ibu nak beritahu hari tu?”, soal Nurul tanpa berlengah.
Haji Ahmad dan Hajah Zubaidah berpandangan. Raut wajah mereka sedikit berubah. Bimbang hal yang bakal disampaikan akan mengganggu tumpuan Nurul belajar. Walaupun sifatnya seperti keanak-anakkan, tetapi fikiran Nurul sematang usianya. Haji Ahmad yakin pelajaran anakknya tidak akan terganggu, cuma si ibu yang masih berat hati menceritakan hal tersebut.
“Ada orang datang bertanya,” abah mula membuka cerita.


“Datang bertanya? Tanya apa?” serius Nurul tidak faham.
“Macam ni..” ibu mula menyusun kata.
“Ada orang datang merisik Nurul.”
“Siapa?”
“Orang Selangor. Keluarga Tengku Mahfuz.”
“Tengku Mahfuz? Siapa tu?” soal Nurul ingin kepastian.
“Kawan lama abah kamu. Sama-sama belajar di Madrasah At-Ti Hadiah dulu,” terang ibu.
Nurul hanya mendiamkan diri. Bila pula abah  aku ada kawan daripada golongan Tengku-tengku ni. Aish..
“Mereka datang merisik untuk anak mereka, kalau tak silap, Izzat namanya,” abah mula bersuara.
Nurul memandang wajah tenang abah sambil tangannya menggapai sampul surat yang abah hulurkan.
“Itu gambar orangnya. Nurul fikirlah masak-masak sebelum memberi jawapan. Apa sekalipun jawapan Nurul, abah dan ibu akan sokong,” tambah abah.
“Abah dan ibu dah lihat orangnya? Pandangan abah dan ibu bagaimana?” Sekali lagi ibu dan abah berpandangan. Tetapi kali ini senyuman mereka meleret-leret dan tidak lekang dari bibir. Nurul bertambah binggung.
Malam itu Nurul sangat susah untuk melelapkan mata. Apa yang dibongkarkan oleh abah dan ibu petang tadi benar-benar menghantui dirinya.
Sebenarnya kami dah lama kenal Izzat tu. Abah mula-mula kenal dia masa dia ikut Tengku Mahfuz ke majlis perkahwinan sepupu kamu, Mazuin, tahun lepas. Masa tu kamu sibuk bantu Mak Long sampai tak sempat nak kenalkan dengan Izzat. Kali kedua abah jumpa dia di madrasah. Dia menggantikan papanya semasa reunion kami. Semenjak waktu tu, dia selalu juga telefon abah bertanya khabar. Dia pun pernah datang ke rumah. Cuma kamu je yang tak tahu.
**********
Nurul mula memanggil-manggil memorinya.


Manalah tahu dia dapat mengingati situasi yang abah ceritakan petang tadi. Daripada raut wajah abah, Nurul dapat merasakan  bahawa abah sangat menyenangi jejaka yang bernama Izzat itu. Tidak kurang juga dengan ibu. Kedua-duanya kelihatan ceria bercerita tentang Izzat. Izzat itu, Izzat ini…
Nurul baru teringat sampul surat yang diberi oleh abah siang tadi. Dia membuka sampul surat itu dan mengeluarkannya dengan berhati-hati. Matanya dipejamkan kerana takut melihat wajah orang ingin memetiknya dari taman hati abah dan ibu. Entah hensem ke tidak. Entah-entah gemuk. Alamak…hatinya berbisik nakal.
Matanya dibuka perlahan-lahan. Tiada cacat-cela daripada raut wajahnya. Semuanya kelihatan sempurna. Tiba-tiba.. Macam pernah tengok dia ni, tapi kat mana? Bila? Aiseh. Siapa ni.. muka ni macam  pernah wujud dalam memori aku, tapi siapa??? Nurul makin tidak keruan. Insan itu seperti pernah dikenalinya satu masa dahulu. Namun, segala maklumat bagaikan hilang ketika dia amat memerlukannya ketika ini.
Nurul lantas mencapai laptop yang hampir sehari tidak ditatap. Dia yakin gambar Izzat pasti terselit di antara beratus-ratus gambar simpanan peribadi miliknya. Satu demi satu folder gambar dibuka. Satu persatu gambar diteliti supaya tidak  ada yang terbabas daripada penglihatannya. Sudah hampir ke semua gambar dilihat, diteliti dan ditelek  dengan penuh ketekunan, namun dia masih tidak menjumpai wajah yang dicarinya. Giliran folder terakhir dibuka.
Folder yang menempatkan gambar Nurul dan rakan-rakannya semasa Bengkel Sukarelawan yang dianjurkan pihak universiti beberapa bulan yang lepas. Bebola matanya seperti dapat menangkap sesuatu. Nurul segera mengambil gambar yang diberikan oleh abah dan meletakkannya di screen laptop. Dia cuba membandingkan gambar itu dengan gambar seorang penceramah yang memiliki raut wajah yang hampir sama dengan Izzat.
“Subhanallah...” hanya perkataan keramat itu yang keluar dari bibir Nurul. Debaran hatinya bertambah kencang.
Dr. Irfan, salah seorang penceramah bagi slot kecemasan dan perubatan. Diakah orangnya. Tanpa membuang masa, Nurul terus mendapatkan kepastian daripada sahabat baiknya, Aina.
“ Kalau tak silap, ada dua orang doktor yang datang hari tu. Yang perempuan tu namanya Dr. Khalisah, yang lelaki tu namanya Dr. Irfan. Kenapa?” jawab Aina dan membalikkan satu soalan kepada Nurul.
“Aina tahu tak nama penuh doktor lelaki tu?”
“Dr. Izzat Irfan.. ada gelaran tengku kot di pangkal namanya” jawab Aina yang berada di hujung talian.


Dia berasa pelik dengan tingkah-laku Nurul. Sebelum ini Nurul tidak pernah bertanya apa-apa mengenai muslimin, lebih-lebih lagi yang tidak dikenalinya. Tapi berbeza kali ini.
“Oh, ok. Terima kasih ya. Maaf mengganggu malam-malam ni. Assalamualaikum,” “Waalaikumusalam,” balas Aina kecewa. Tidak sempat nak mengorek cerita dan bertanya lebih lanjut, Nurul sudah dahulu mengakhiri perbualan mereka. “Tak apa, balik kolej nanti aku korek cerita hang,” getus hatinya.
**********
Sudah dua hari di rumah dan tiba masanya kembali ke bumi UPM. Semua barang keperluan telah dimasukkan ke dalam beg. Matanya tertacap kepada satu kotak kecil berwarna merah di atas meja solek. Kotak baldu berbentuk hati itu dicapai dan dibuka perlahan-lahan. Cincin emas bertatahkan permata comel berwarna putih memancarkan kilauannya apabila terkena cahaya matahari yang terbias dari tingkap kamarnya.
Hati Nurul berbelah bahagi. ‘Mengapa dia memilih aku sedangkan kami tidak pernah mengenali antara satu sama lain. Layakkah cincin secantik ini disarungkan ke jariku. Dan yang paling menggusarkan, layakkah aku menjadi suri hati seseorang yang baik dan sesempurna dia.’
Segala persoalan yang ingin dilontarkan telah ditulis kemas dalam sebuah warkah. Nurul meminta nasihat abah dan ibunya. Adakah dia melakukan sesuatu  yang betul dan tidak tersasar dari jalan yang dibolehkan agama. Kata abah, lakukanlah jika itu mendatangkan kebaikkan. Andai itu salah satu ikhtiar yang digunakan untuk  berasa yakin dialah jodohmu, maka teruskan. Tapi awas, jangan sampai terlalu mengikut kata hati . “Jaga hatimu dan bantulah dia menjaga imannya.
Pesanan abah sangat mendalam maksudnya, “Jaga hatimu dan bantulah dia menjaga imannya. Oh, abah!
Nurul melipat warkah tulisan tangannya itu dengan kemas. Tiada bedak mahupun wangi-wangian diletakkan seperti mana yang dilakukan remaja-remaja lain. Warkah itu membawa isi hati Nurul agar si dia mengerti dan mengenali siapa insan yang baru dilamarnya. Juga ingin meminta kepastian adakah benar-benar ikhlas menerima dirinya yang penuh kekurangan dan kelemahan agar suatu hari nanti tidak akan dipersoalkan jika badai menghempas pelayaran rumahtangga mereka. Nau’zubillah...
Bukan meminta, hanya sekadar  satu persediaan. Nurul meminta abahnya sendiri menyampaikan warkah itu. Biarlah abah yang menjadi orang tengah antara mereka, itu yang terbaik.
**********


Terlopong Aina mendengar cerita yang baru disampaikan Nurul. Aina tidak menyangka Nurul akan dilamar oleh doktor idamannya itu. Namun, dia sangat bersyukur andai benar jodoh Nurul dengan Dr. Irfan. Daripada satu sudut dia dapat melihat mereka sangat sepadan. Walaupun jarak usia antara mereka selama 6 tahun, namun itu tidak mencacatkan keserasian mereka.
Serasi? Ya, itu yang Aina rasakan. Seingat Aina, selepas program tamat, mereka pernah bertukar-tukar pendapat mengenai dunia perubatan dan perkaitannya dengan isi kandunagn Kitabullah. Walaupun kumpulan mereka terdiri daripada 7 orang, namun, hanya Dr. Irfan dan Nurul yang banyak menjawab dan menyoal. Ahli yang lain lebih gemar mendengar, termasuk dirinya sendiri. Aina tersenyum apabila mengimbau kembali kenangan itu.
“ Aina rasa kamu berdua memang sepadan. Bagai pinang dibelah dua. Bagai cincin dan permata,” kata Aina sambil mengira-ngira untuk menambah bidalan-bidalan yang lain bagi menunjukkan kesepadanan mereka.
“Aina, jangan main-main ok. Ni masalah besar ni,” balas Nurul.
“Nurul suka dia tak?”
Berkerut dahi Nurul mendengar soalan sabatnya itu. Dia berfikir sejenak.
“Orang-orang tua kata, diam maknanya suka. Betul tak?” Aina cuba bermain kata dengan Nurul. Bukan untuk menambah kerunsingan temannya itu, namun sebelum memberi apa-apa pandangan, lebih baik dia mengertahui isi hati Nurul terlebih dahulu.
“Entahlah. Nurul pun tak pasti,” jawab Nurul lemah.
“Kenapa? Nurul dah ada pilihan hati ke?”
“Bukan macam tu, tapi...”
“Tapi apa? Nurul ada apa-apa masalah ke? Ceritalah, Aina sedia mendengar,” pujuk Aina. Nurul hanya tersenyum hambar. Daripada raut wajahnya tergambar sedikit kegusaran. Bukan soal sudah ada jejaka idaman, Cuma hatinya belum bersedia. Bukan setakat hati,  jiwa dan jasadnya juga bagai belum bersedia untuk menggalas tanggungjawab yang berat itu nanti.
“Aina tahu kan siapa dia. Latar belakang keluarga pun dah berbeza sangat dengan Nurul. Itu belum lagi tahap pendidikan. Macam tak sesuai je dengan Nurul,” “Ish, itukan ukuran dunia je. Aina rasa dia bukan daripada golongan yang mementingkan soal darjat dan darah ni. Dia sendiri pun low profile, sentiasa merendah diri. Pengetahuan agama pun boleh tahan. Apa lagi yang kurang?” soal Aina tidak puas hati.


“Memang dia tiada kekurangan dari mata Nurul. Tapi Nurul yang banyak kekurangan. Bab agama tu yang Nurul risau. Masih lemah. Bimbang tidak dapat menjadi suri yang dapat dia banggakan.”
“Nurul, Allah menciptakan menusia berpasangan-pasangan supaya mereka saling melengkapi bukan? Perkahwinan bukan suatu proses mencari yang sempurna, tapi proses untuk menjadi yang sempurna. Ingat tu,”
Nurul hanya mendiamkan diri. ‘Betul juga apa yang Aina cakap, hati kecilnya berkata-kata.
"Ya Allah, ampunkan dosa-dosaku, dosa-dosa kedua ibubapaku, dosa guru-guruku, dan dosa sahabat-sahabatku. Selamatkanlah kami daripada azab kubur dan nerakaMu. Ya, Allah, Kau pimpinlah hatiku ini dalam mencari rahmat dan redhaMu. Bantulah aku dalam membuat keputusan yang bakal merubah masa depanku. Ya Rahman, andai benar dia milikku, namanya yang tercatat di Luh Mahfuz menjadi pasanganku, dirinya yang telah Kau suratkan menjadi pembimbingku, maka Kau bukalah pintu hatiku untuk menerimanya. Tenangkan hatiku andai keputusanku ini benar, dan berikan petunjukmu agar aku tidak tersasar dari jalanMu Ya Robb. Namun, andai bukan dia yang sepatutnya aku dampingi, maka jauhikan aku dari dirinya, kuatkan hatiku untuk menerima ketentuanMu. Kerana aku yakin, Kau Maha Mengetahui apa yang terbaik buat hambaMu yang hina ini. Amiinn."
Usai mengerjakan solat sunat istikharah buat sekelian kalinya, Nurul masih lagi berteleku di atas sejadah. Hatinya tenang mengadu kepada Yang Esa. Tiada kedamaian setanding kedamaian tika berdua-duaan dengan Pencipta.
**********
Walaupun sudah hampir tiga minggu lamaran daripada pihak lelaki datang, namun dia masih belum dapat memberi keputusan. Buat masa ini dia hanya mahu menumpukan perhatian kepada peperiksaan akhir semester yang sudah pun bermula. Syukur kerana keluarga Tengku Mahfuz memahami keadaan dirinya.
Jam di dinding menunjukkan pukul 7.30 pagi. Nurul mengerling teman sebilikknya yang sedang khusyuk mengulangkaji. Tangannya mencapai nota Perundangan Makanan yang kemas tersusun di dalam fail.
Dia mahu membaca semula nota-nota tersebut sebagai persediaan terakhir sebelum menduduki peperiksaan bagi subjek itu pada  pukul 11.00 pagi nanti.
Titt..titt..  Deringan telefon bimbit yang diletakkan di atas katil memecah kesunyian bilik kecil yang dihuninya itu. “Siapa pula yang bagi mesej pagi-pagi ni,” Nurul bermonolog sendiri. Dia mengambil telefon tersebut dan membuka mesej pesanan ringkas yang baru diterimanya. Senyuman terukir tatkala melihat nama si pengirim, Azim, adik bongsu yang tersayang.

Salam. Kak Nurul, esok ibu dan abah akan ke UPM. Abah kata ada benda penting nak disampaikan kepada kakak. Macam surat, tapi abah tak bagi Azim baca. Penting benar agaknya sampai tak sempat tunggu kakak balik.
Azim. Nurul berfikir sejenak. Surat? Dia tidak mahu terus berfikir, biar esok yang menjadi penentunya. Mesej Azim dibalas.
Waalaikumusalam. Ok, kakak akan tunggu kedatangan abah dan ibu.
Nurul meneruskan pembacaan. Hanya tinggal dua paper sahaja lagi yang belum di jawab. Jika diikutkan, minggu hadapan dia akan pulang ke kampung untuk bercuti. Mungkin benar kata Azim, surat itu pasti sangat-sangat penting sehinggakan abah tidak sabar untuk memberikan kepadanya. Tiba-tiba dia tersentak. Jangan-jangan itu surat daripada Izzat. Surat jawapan daripada segala persoalan yang dia ajukan dalam warkahnya tempoh hari.  Sesak nafasnya dan tanpa sedar dia mengeluarkan satu keluhan berat.
**********
Benar seperti yang dijangka. Kedatangan abah siang tadi membawa warkah daripada Izzat. Nurul berasa sangat serba salah kerana dia masih tidak dapat membuat keputusan. Kesian abah dan ibu. Sanggup datang daripada jauh semata-mata untuk menyampaikan surat ini. Teringat pesan abah, ‘Kalau Nurul betul-betul tak bersedia, jawab sahaja tidak setuju. Kesian pihak sana masih menunggu-nunggu’.. Nurul hanya tersenyum kelat mendengar kata-kata abah. Bukan tidak setuju, 100 kali dia mahu. Namun, masih ada kekangan yang menyebabkan perkataan setuju itu tidak keluar dari bibirnya. Sabarlah abah, anakmu masih perlukan masa untuk berfikir.
Antara pilihan dan penentuan. Antara tadbir dan takdir. Antara kesempurnaan dan pencarian. Semuanya menagih sikap berhati-hati dan kesabaran. Jangan terlalu cepat hingga tersadung dan jangan pula terlalu perlahan hingga terlambat. Pilihlah jalan tengah di antaranya dan  iman serta ilmu menjadi panduannya.
Usai mengerjakan solat Isya’ , Nurul terus mencapai sampul surat berwarna biru dari mejanya. Isinya dikeluarkan. Lipatan warkah itu masih elok. Tidak lagi dibuka, apa lagi dibaca. Nurul memberanikan diri untuk menatapnya. Apa pun yang terjadi, keputusan harus dibuat malam ini juga. Ini tekadnya!
Dengan nama Allah yang Maha Pemurah lagi maha Penyayang...
Salam kembali buat Saudari Nurul Jannah Alisya Binti Ahmad.
Pertamanya, maaf kerana mengambil masa yang terlalu lama untuk menjawab persoalan saudari. Bukan ingin membiarkan saudari terus tertanya-tanya, cuma berusaha untuk memberi jawapan yang sebaiknya.

 Sejujurnya, saya tiada jawapan yang tepat untuk setiap pertanyaan daripada saudari kerana saya yakin saudari punya jawapannya sendiri.
Pernah mengasihi atau tidak, pernah bercinta atau tidak, pernah mengenali atau tidak, bukanlah satu syarat untuk menjamin kebahagiaan sesebuah rumahtangga. Bukan kah janji Allah itu pasti. Dia bisa menemukan dan memisahkan sesiapa yang Dia kehendaki. Secara logiknya, memang susah menerima insan yang kita tidak pernah kasihi apalagi yang kita tidak pernah kenali untuk menjadi pasangan kita, tapi saya yakin, setiap apa yang berlaku talah diatur oleh Allah dengan sangat sempurna. Wallahua’lam…
Setiap menusia mengimpikan pasangan yang soleh dan solehah. Tidak terkecuali saudari dan saya sendiri,bukan? Allah telah memberi tips kepada kita dalam memilih pasangan. Lihatlah kepada 4 perkara; agama, kecantikkan, keturunan dan harta. Utamakanlah yang beragama, nescaya akan aman hidupmu. Saya tidak pernah meletakkan syarat-syarat tinggi kepada sesiapa yang bakal menjadi isteri saya kerana saya juga insan biasa yang banyak melakukan dosa dan kesalahan. Pada saya, sudah memadai jika dia dapat menerima saya seadanya.
Firman Allah dalam Surah Al-Baqarah ayat 216 yang bermaksud:
“Ada sesuatu perkara yang kamu cintai tetapi membawa keburukan kepada kamu. Ada pula sesuatu perkara yang kamu benci tetapi sebaliknya ia membawa kebaikkan kepada kamu. Sedarlah kamu tidak mengetahui, Allahlah yang lebih mengetahui. Justeru, saya akan berusaha menerima sesiapa sahaja yang telah Allah catatkan namanya untuk menjadi pendamping saya. InsyaAllah.
Setiap manusia punya kelebihan dan kekurangan. Ianya dapat diatasi dengan perkahwinan. Perkahwinan itu fitrah, perkahwinan itu sunnah. Mendirikan rumahtangga bermakna telah mendirikan sebahagian agama. Tidak perlu mencari yang terlalu sempurna, tetapi berusahalah menjadikan pasangan kita sempurna.
Tulang rusuk yang hilang pasti tidak akan tertukar dan pasti akan kembali ke tempat asalnya, itulah janji Allah. Saya cuma berharap agar tulang rusuk yang bakal kembali itu dapat membantu melindungi hati saya daripada dimasuki perkara-perkara yang melalaikan,bahkan tulang rusuk itu jugalah yang bakal memberi kekuatan kepada saya untuk tetap memperjuangkan keimanan dan ketaatan kepada Yang Esa.
Mungkin jawapan yang saya berikan tidak seperti yang saudari inginkan. Hanya ini yang mampu saya katakan. Sesungguhnya setiap patah perkataan yang tertulis di kertas ini, telah pun kering dakwatnya di Luh Mahfuz. Tumpukan perhatian kepada peperiksaan yang sedang diduduki. Jangan biarkan hal ini merunsingkan fikiranmu. Segala yang baik datangnya daripada Allah s.w.t dan kekurangan itu datangnya daripada insan lemah ini. Wassalam…
**********

Nurul melipat kembali warkah itu. Patutlah Izzat hanya mendiamkan diri semasa pertemuan mereka yang tidak disengajakan minggu lepas. Rupa-rupanya dia sudah menulisnya terlebih dahulu. Memang benar, Izzat tidak menjawab terus apa yang disoalnya, namun setiap bait-bait kata yang ditulis sudah cukup untuk mengukuhkan alasan untuk keputusan yang bakal dibuat. Nurul tersenyum, dia yakin dengan keputusannya.
“Ya, tulang rusuk tidak akan tertukar!”
Haji Ahmad sangat bersyukur mendengar keputusan yang dibuat oleh Nurul. Walaupun Nurul menetapkan beberapa syarat namun syarat tersebut tidak memudarkan sedikitpun sinar kegembiraan di wajah ibu dan abah.
“Nurul setuju dengan lamaran ini. Tapi, Nurul nak habiskan belajar dulu. Terpulang kepada pihak sana mahu tunggu ataupun tidak,” tegas Nurul. Walaupun luarannya tegas, namun, hatinya hanya Tuhan yang tahu. “Harap-harap dia sanggup tunggu. Kalau tak, makan hati berulam jantunglah aku”,  jenaka hati kecilnya.
Abah hanya mengangguk-anggukkan kepala. Ibu hanya tersenyum di sebelah abah. Cincin lamaran telah disarungkan sendiri ke jari manisnya. Cantik. Cocok benar dengan warna kulitnya yang putih gebu. Adiknya Azim  juga turut tersenyum sambil mengenyitkan mata bundarnya. Mungkin gembira bagi pihak kakaknya barangkali.
Nurul tersenyum sendiri. Hatinya sudah lega. Syukur Alhamdulillah, semuanya sudah selesai. Majlis pertunangan mereka akan dilangsungkan pertengahan tahun hadapan, betul-betul selepas dia menamatkan pengajian. Sengaja dipilih tarikh yang masih lambat itu kerana tidak mahu kelam kabut. Tambahan pula dia sedang sibuk dengan projek tahun akhirnya. Pandangan mata dialihkan ke sawah padi yang terbentang luas. Indah, nyaman, damai..Begitu juga rasa hatinya.. Kebahagiaan sedang menanti di hadapan, semoga sempat digapai dan akan kekal dalam pelukkannya sehingga akhir hayat, insyaAllah…


http://www.iluvislam.com/karya/cerpen/1440-dia-jodohku.html

Golongan Yang Sedikit


Dengan Nama Allah Yang Maha Pemurah Lagi Maha Penyayang.
Alhamdulilah, kita masih diberi peluang untuk bernafas pada hari ini untuk kita terus menjalankan tugas sebagai hambaNya di muka bumi ini. Semoga hari ini lebih baik dari semalam.
Andainya semalam, sedikitnya waktu  untuk  kita bersujud padaNya , hari ini biarlah makin bertambah waktu untuk kita terus bersujud padaNya. Semoga kita menjadi hamba yang sentiasa bersyukur  dengan nikmat iman dan islam dan tidak sombong untuk bersujud padaNya.

Dialog mainan hati
"Hari ini aku hanya dapat RM500 untuk hasil jualan aku. Tuhan tak pernah nak bagi aku  rezeki lebih sedangkan si Husin tu berniaga sekejap sahaja dah dapat untung banyak,".
" Aku tak faham kenapa si Katty, lagi cantik dari aku, sampaikan wartawan pun buat-buat tak nampak akan kehadiran aku. Esok aku mesti cucuk sana-sini. Aku mesti cantik dari Katty".
Dialog-dialog yang selalu memenuhi segenap fikiran kita dan sudah menjadi lumrah manusia, tidak pernah berasa cukup dengan apa yang kita ada.
Kadang-kadang  kita lupa , yang mana adalah kehendak atau keperluan. Apabila memiliki sesuatu itu, tidak pernah rasa terdetik walau sekelumit dihati untuk mengucapkan atau mengungkapkan rasa syukur padaNya.
Begitu mudah sekali bibir kita melontarkan keluhan demi keluhan. Kita mengeluh atas perkara-perkara yang remeh. Andai dapat ditukar setiap bait keluhan itu kepada wang ringgit, pasti terbasmi kemiskinan di muka bumi. Namun hairan, Kita mengeluh tatkala kita dalam kesenangan. Kita lupa  bahawa ada insan yang lebih malang lagi dari kita.
Tatkala kita diberi dengan makanan yang banyak, pernahkah kita terfikir bagaimana nasib anak-anak palestin yang kelaparan?
Tatkala kita punyai wang untuk  berbelanja, pernahkah kita terfikir kehidupan insan yang papa kedana?
Kita mengeluh atas sekelumit kekurangan, sedangkan kelebihan sebanyak buih lautan dibiarkan.
Allah s.w.t berfirman : "Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, nescaya kamu tidak dapat menentukan jumlahnya" (16: 18).


''kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air mani yang hina. Kemudian Dia menyempurnakan ke dalam tubuhnya (roh) ciptaanNya dan Dia menjadikannya bagi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati tetapi sedikit sekali kamu  bersyukur '' (32: 8-9)

Golongan Yang Bersyukur
Pada zaman Sayyidina Umar al-Khattab, ada seorang pemuda yang sering berdoa di sisi Baitullah yang bermaksudnya:
"Ya Allah! Masukkanlah aku dalam golongan yang sedikit"
Doa beliau didengar oleh Sayyidina Umar ketika Sayyidina Umar sedang melakukan tawaf di Kaabah. Sayyidina Umar berasa hairan dengan permintaan pemuda tersebut. Selepas selesai melakukan tawaf, Sayyidina Umar memanggil pemuda berkenaan lalu bertanya:
"Kenapakah engkau berdoa sedemikian rupa (Ya Allah! masukkanlah aku dalam golongan yang sedikit), apakah tiada permintaan lain yang boleh engkau mohon kepada Allah?"
Pemuda berkenaan menjawab: "Ya Amirul Mukminin! Aku membaca doa berkenaan kerana aku  takut dengan penjelasan Allah seperti firman-Nya dalam surah al-A'raaf ayat 10 yang bermaksud:
"Sesungguhnya Kami (Allah) telah menempatkan kamu sekelian di muka bumi dan Kami adakan bagimu di muka bumi (sumber/jalan) penghidupan. (Tetapi) amat sedikitlah kamu bersyukur".
Aku memohon agar Allah memasukkan aku dalam golongan yang sedikit, iaitu terlalu sedikit orang yang tahu bersyukur kepada Allah".
Jelas pemuda berkenaan. Mendengar jawapan itu, Umar al-Khattab menepuk kepalanya sambil berkata kepada dirinya sendiri:
"Wahai Umar, alangkah jahilnya engkau, orang ramai lebih alim daripadamu".
Semoga kita semua termasuk ke dalam golongan yang sedikit ini, Amin.
Jadi, sama-samalah kita membina tekad untuk membanteras keluhan dan meningkatkan kesyukuran kerana Dia telah berjanji ,



"Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan: Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". (Ibrahim: 7)
Ingat nikmat yang dikurniakan, Ingat Pemberi Nikmat yang Maha Pemurah mengurniakan segala nikmat kepada kita.
Ayow  kita jadi golongan yang sedikit , iaitu golongan yang bersyukur.


Bercinta Di Hari Lahir


Amir merapati isterinya, Aisyah yang sedang berada di atas katil.
"Sayang, selamat hari lahir."
Aisyah tersenyum.
"Terima kasih, abang."
Amir berkata kepada isterinya, "abang ada hadiah untuk sayang. Sayang kenalah tutup mata. Manalah tahu abang akan bagi emas dan permata kepada sayang, nanti silau pula mata sayang."
Aisyah tersenyum dan menutup matanya.
"Aisyah sudah tutup mata. Mana hadiah daripada abang?"
Amir menghulurkan bungkusan hadiah dan meletakkannya ke tangan Aisyah.
"Sayang boleh buka mata sekarang. Tengoklah hadiah yang abang berikan, istimewa untuk Aisyah, isteri abang yang tercinta."


Aisyah membuka matanya.
"Terima kasih, abang. Aisyah buka pembalut hadiah, ya."
Aisyah membuka balutan hadiah.
"Wah, ada buku untuk Aisyah. Terima kasih, abang. Hadiah ini amat bermakna untuk sayang. Sayang memang suka membaca buku."
Amir tersenyum dan bertanya kepada isterinya, "sayang tahu kenapa abang hadiahkan buku untuk sayang?"
Aisyah memandang suaminya. Amir meneruskan kata-katanya.
"Buku adalah hadiah yang dapat dibuka berkali-kali. Buku adalah hadiah yang sentiasa bertambah nilainya. Sayang amalkanlah ilmu yang tertulis di dalam buku ini dan sayang akan mendapat lebih banyak manfaat dalam hidup sayang."
Aisyah mengangguk-anggukkan kepalanya sambil membelek-belek buku yang diterima itu.
"Ada kad di dalam buku ini."
Amir bertanya kepada isterinya, "kad daripada siapa, sayang?"
Aisyah memandang kad itu.
"Kad ini datangnya daripada suami Aisyah yang amat Aisyah cinta. Terima kasih, abang."
Amir bertanya kepada isterinya, "Aisyah suka dengan hadiah daripada abang?"
Aisyah memeluk buku yang diterimanya itu dan menjawab,
"Aisyah suka sangat dengan hadiah ini dan Aisyah sayang sangat kepada pemberi hadiah ini."
Amir bertanya lagi kepada Aisyah.
"Abang gembira sangat kalau dapat melihat Aisyah gembira. Sayang, sayang sudah tidak mahukan hadiah lain? Cukupkah sekadar dengan buku dan kad itu sebagai hadiah hari lahir sayang?"
Aisyah menjawab, "cukuplah dengan kasih sayang dan cinta daripada abang sebagai hadiah untuk Aisyah."


Amir tersenyum dan berkata, "betulkah sayang sudah tidak mahukan hadiah yang lain? Kalau macam itu, siapa pula yang mahu memakai gelang emas ini?"
Amir mengeluarkan seutas gelang emas daripada poketnya dan menunjukkannya kepada Aisyah.
"Abang mahu menghadiahkan gelang emas ini kepada isteri abang, tetapi isteri abang sudah tidak mahukan hadiah lagi."
Aisyah terdiam sebentar dan memandang gelang emas itu. Air mata tergenang di mata Aisyah. Aisyah menangis.
"Abang, Aisyah cintakan abang. Aisyah sayang sangat kepada abang."
Amir hanya tersenyum dan berkata kepada isterinya, "sayang janganlah menangis. Sayang menangis sebab bimbang kalau abang bagi gelang emas ini kepada orang lain, ya? Gelang emas ini memang untuk Aisyah. Abang tidak akan bagi kepada orang lain. Aisyah janganlah bimbang."
Amir memberikan senyuman kepada isterinya dan Amir merapati Aisyah.
"Sayang janganlah menangis. Air mata sayang lebih mahal daripada gelang emas ini. Selamat hari lahir, sayang."
Aisyah menyapu air matanya dan memberikan senyuman kepada suaminya.
"Terima kasih, abang."
Amir memakaikan gelang emas itu ke tangan Aisyah.
"Alahai, cantiknya isteri abang. Selamat hari lahir, sayang. Semoga seluruh umur kita akan diberkati oleh Allah dan semoga rumah tangga kita sentiasa diredhai oleh Allah."


Islam Pak Kadok


Sabda Rasulullah S.A.W. : "Akan muncul di akhir zaman nanti, suatu kaum yang terdiri dari orang-orang muda yang masih mentah fikirannya (cetek faham agamanya). Mereka banyak mengucapkan perkataan Khairil Bariyah (firman Allah dan hadis Rasul), tetapi iman mereka masih lemah.


 Pada hakikatnya mereka telah keluar agama seperti anak panah yang lepas dari busurnya. Di mana sahaja kamu dapat menemuinya, maka hapuskanlah mereka itu, siapa yang dapat menghapus mereka, kelak akan mendapat pahala di hari kiamat. " (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Buka sahaja dimana-mana forum mahupun difacebook kini dan amat mudah kita melihat ramainya golongan seperti ini menjuarai gelanggang cerita dan debat agama. Cerita agama kini bukan cerita yang seharusnya menjadi bahan didikan yang mendahulukan ilmuan tetapi menjadi topik dan bahan sembang yang hangat seperti menjaja kacang putih dan kacang botak.
Tanda-tanda kiamat telahpun banyak dan tidak hairan kaum seperti ini juga semakin banyak. Kerana itu sabda Rasulullah yang menyeru supaya golongan ini dihapuskan. Dihapuskan disini janganlah kita ertikan ke tahap membunuh atau memancung kepala mereka. Itu namanya tak ada beban mencari beban. Menghapuskan golongan ini bermaksud kita mencegah dan mengutuk budaya ini supaya ia terhapus daripada budaya dan masyarakat Islam itu sendiri.
Sekiranya kita membiarkan golongan ini berleluasa, tanpa ada tindakan menghalang dan membasmi, maka mereka inilah yang akan menyuburkan kelahiran manusia-manusia fasiq yakni golongan yang berdusta dan mendustakan agama. Mereka bukan sahaja terkeluar daripada agama malah boleh menyebabkan ramai lagi umat Islam yang akan terikut keluar pemikiran mereka dari pemahaman Islam yang sebenar.

Islam Pak Kaduk
Cerita Pak Kaduk adalah cerita masyhur orang Melayu yang diwarisi turun termurun. Di zaman moden ramai yang tidak menghargainya mungkin kerana cerita Pak Kaduk tidak membantu dalam membina kelebihan. Pak Kaduk itu sendiri kisahnya adalah seorang yang tidak berilmu dengan tindakannya yang banyak menyusahkan diri sendiri.
Di sini cerita Pak Kaduk adalah kisah yang paling sinonim. Pak Kaduk menang sabung kampung tergadai. Demikianlah juga kisah orang kita yang menang debat tetapi agama tergadai. Ramai orang amat sukar berbincang ilmiah dan selalu ingin menang berdebat dan sudahnya beratus-ratus hadith dan ayat Al-Quran menjadi dalil dan bahan sokongan isi debat mereka.
Adakah mereka ini orang yang mahir atau memahami agama? Tidak dinafikan ada golongan yang tahu dan mengetahui tetapi golongan yang tidak mengetahui itu lebih ramai. Ramai yang menjadi 'Ustaz Google' dan 'Ustaz Search Engine' untuk mendapatkan nas dan dalil dari blog dan website sebagai bahan aktiviti perang mulut yang tidak berfaedah. Adakah mereka ini membuat pengesahan bahawa huraian dan sumber itu adalah betul? Adakah hadith yang diambil itu adalah sahih atau daif?


Adakah benar huraian ayat Al-Quran itu mereka cerakinkan dengan kaedah yang betul? Adakah mereka merujuk orang yang mahir dalam agama sebelum mereka mengeluarkan pendapat yang bakal dibaca dan dirujuk orang lain sebagai panduan? Adakah mereka ingat Islam ini agama yang tidak ada kaedah?
Jadi apa bezanya mereka ini dengan Pak Kaduk? Menang bercerita tetapi kesan kerosakan daripada huraian agama itu membuatkan agama tercinta ini semakin tergadai. Bukankah perosak agama ini harus kita basmi supaya ia tidak berleluasa?
Apakata Jika Anda Tergolongan Dalam Golongan Ini?
Saya sendiri adalah salah seorang yang dahulu turut tergolong dalam golongan ini. Sungguhpun saya mempunyai asas agama dan mempelajari ilmu syariah, fekah, tauhid dan sebagainya dibangku sekolah dan kolej, tetapi saya sedar saya bukanlah pakar. Ada orang yang lebih pakar dan mahir harus dirujuk untuk mempastikan saya tidak mengeluarkan huraian salah yang mana boleh jadi menjadi rujukan sesat bagi orang kurang bijak.
Tanyalah diri anda adakah anda pernah melakukan perkara sedemikian rupa? Sekiranya ada, maka tidak susah benar untuk membetulkan keadaan. Tidak juga ia bermaksud anda harus berhenti daripada berdakwah dan menyebarkan syiar Islam ini. Apa yang anda perlu lakukan adalah mendalami ilmu agama itu dan merujuk kepada orang yang mahir serta berguru.
Hakikatnya apabila kita makin mendalami agama itu, maka fahamlah kita semakin banyak yang kita tidak tahu dan perbetulkan. Satu-satunya perkara yang menyukarkan kita memahami perkara ini ialah ego dan minda yang terjajah. Kita banyak terfikir bahawa apabila kita diam, mengalah dan memberi muka, maka kita adalah orang yang kalah. Tapi kita selalu lupa bahawa kemenangan dalam Islam bukanlah kisah menang berdebat dan bercerita tetapi kemenangan dalam kebenaran.

Perjuangan Itu Sukar
Perjuangan itu bukanlah satu kisah atau terma yang menggambarkan perkara santai dan menyeronokkan. Ia menggambarkan satu kepayahan, kesabaran, kesungguhan, usaha yang mantap, kebijaksanaan dan tawakkal. Kerana itulah umat akhir zaman ini dijanjikan dengan pahala yang besar kerana perjuangan itu sukar dan sentiasa dipenuhi dugaan.
Salah satu kesukaran ialah peperangan melawan nafsu dan kelemahan diri. Hari ini anda melihat sahabat-handai dan orang lain membina kejayaan melalui kekayaan. Jauh disudut hati teringin memiliki dan berjaya. Tapi anda sendiri tahu bahawa kejayaan dalam hidup itu mempunyai definisi yang lebih besar.


Sekiranya anda tidak mampu menanggung dugaan perjuangan akhir zaman, usahlah anda menyerahkan diri untuk ketahap itu. Ini adalah kerana anda sendiri boleh lemas dalam perjuangan yang akhirnya merosakkan agama. Buat apa yang termampu. Sokong dan bantu mereka yang mempunyai kekuatan. Usah cuba menjadi 'hero' atau panglima kerana itu lebih kepada 'syok sendiri'. Kisah perjuangan dan keperwiraan bukan kisah mencipta pangkat atau 'title' sendiri.
Al-Quran itu turun secara 'munajjaman' yakni beransur-ansur. Dalam perjuangan kita juga harus beransur-ansur dan berstrategi. Usah terjun ke gelanggang sekadar untuk mati atau jadi bahan belasahan. Lakukanlah sesuatu perkara itu dengan praktikal dan memberi kesan yang hakiki. Semoga niat kita untuk berubah dan menyumbang dengan keikhlasan diberkati Allah. Selalulah berdoa semoga mendapat petunjuk agar tidak terpesong, sesat dan menyesatkan.


http://www.iluvislam.com/tazkirah/nasihat/1430-islam-pak-kadok.html