Mengenai Saya

Foto saya
Malang, East Java, Indonesia
Uhibbuka Fillah...

Laman

Minggu, 05 Desember 2010

Menjadi Bodoh Dan Belajar


Seorang guru besar bertanya pada empat mahasiswanya yang baru saja mengikuti sidang disertasi doktoralnya,
“Apa yang akan kalian lakukan setelah menyelesaikan jenjang doktor ini? mengingat ini adalah pencapaian level tertinggi dalam jenjang pendidikan akademik yang diidamkan oleh banyak orang”, Tanya sang guru besar.
“Saya akan bekerja mengejar puncak karir di perusahaan yang saya dambakan, kebetulan saya sudah positif diterima di perusahaan tersebut dan dijanjikan menduduki posisi strategis di situ”, jawab  mahasiswa pertama dengan bangganya.
“Dengan kemampuan yang saya miliki, saya akan bekerja di laboratorium ternama dunia untuk mengejar mimpi saya menjadi ilmuwan yang bisa menemukan teori-teori baru sebagai terusan dari hasil disertasi saya kemarin”, jawab mahasiswa kedua penuh antusias.


“Perusahaan keluarga saya sedang mengalami pertumbuhan yang cukup baik, dan mereka berharap kehadiran saya nantinya akan membuat citra perusahaan semakin berkibar dan melejit di mata dunia”, jawab mahasiswa ketiga dengan penuh percaya diri.
“Saya akan melepas semua atribut kependidikan saya agar menjadi orang bodoh”, ujar mahasiswa keempat yang cukup mengagetkan guru besar dan teman-temannya.
“Maksud Anda?”, sergah guru besarnya tanda tak mengerti dengan apa yang disampaikan mahasiswa keempatnya itu.
“Banyak orang di dunia ini yang berhasil menyelesaikan studinya hingga ke jenjang tertinggi seperti yang kita semua capai saat ini, tapi tak banyak yang menjadi pintar karena kesombongan yang selalu menyelimuti mereka. Sedangkan saya akan melepaskan semua atribut kependidikan saya agar menjadi orang bodoh yang senantiasa mau untuk belajar. Ya, mau untuk belajar dan terus belajar.
Belajar untuk bisa menghargai orang lain. Belajar untuk bisa berempati pada orang lain. Belajar untuk bisa bermanfaat bagi orang lain. Belajar untuk tidak merendahkan orang lain. Belajar untuk bisa memaafkan setiap jengkal kesalahan orang lain.Belajar untuk bisa menerima orang lain dengan segala kekurangannya. Belajar untuk bisa tersenyum dalam kondisi sepahit apapun. Belajar untuk selalu ikhlas dan bersyukur. Serta belajar untuk bisa menjadi hamba yang taat pada Tuhannya, karena itu yang tidak pernah saya dapatkan dalam semua level pendidikan yang saya tempuh selama ini. Sehingga saya harus terus belajar dan belajar”, lanjut mahasiswa keempat menjelaskan keinginannya.
Sontak terdiamlah guru besar dan teman-temannya mendengar jawaban di luar dugaan tersebut, seraya merenungi bahwa pendidikan sebenarnya bukanlah di jenjang formal seperti yang telah mereka capai saat ini, tetapi di universitas  kehidupan yang menuntut kemampuan untuk memahami orang lain dan lingkungannya, dan guru pendidikan terbaiknya adalah pengalaman masa lalu yang berharga.

http://www.facebook.com/notes/setetes-peluh-perjuangan/menjadi-bodoh-dan-belajar/180107132005690

Jilbab Wanita Muslimah


 Dewasa ini kita melihat banyak kaum muslimah yang tidak berjilbab dan apabila ada yang berjilbab bukan dengan tujuan untuk menutup aurat-aurat mereka akan tetapi dengan tujuan mengikuti mode, agar lebih anggun dan alasan lainnya. Sehingga mereka walaupun berjilbab tetapi masih memperlihatkan bentuk tubuh mereka dan mereka masih ber-tasyabbuh kepada orang kafir. Tidak hanya itu mereka menghina wanita muslimah yang mengenakan jilbab yang syar’i, dengan mengatakan itu pakaian orang kolot, pakaian orang radikal, dan mereka mengatakan jilbab (yang syar’i) adalah budaya arab yang sudah ketinggalan zaman, serta banyak lagi ejekan-ejekan yang tidak pantas keluar dari mulut seorang muslim. Hal ini karena kejahilan dan ketidak pedulian mereka untuk mencari ilmu tentang pakaian wanita muslimah yang syar’i. Untuk itu pada edisi ini kami berusaha berbagi ilmu mengenai Jilbab Wanita Muslimah yang sesuai dengan tuntunan syari’at, artikel ini bukan saja khusus untuk kaum hawa, namun para ikhwan, bapak, kakek juga berkewajiban untuk mempelajarinya dan memahami serta mengamalkannya dengan cara mengajak saudari-saudari kita yang berada dibawah tanggung jawabnya dan sekitarnya.
MELIPUTI SELURUH BADAN SELAIN YANG DIKECUALIKAN
Syarat ini terdapat dalam Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam surat An-Nuur ayat 31, yang artinya: “Katakanlah kepada wanita yang beriman.Hendaklah mereka menahan pandangan mereka dan memelihara kemaluan mereka dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) nampak dari mereka. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dada mereka, dan janganlah menampakkan perhiasan mereka, kecuali kepada suami mereka atau ayah mereka atau ayah suami mereka (mertua) atau putra-putra mereka atau putra-putra suami mereka atau saudara-saudara mereka (kakak dan adiknya) atau putra-putra saudara laki-laki mereka atau putra-putra saudara perempuan mereka (keponakan) atau wanita-wanita Islam atau budak-budak yang mereka miliki atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti aurat wanita…”
Juga Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam surat Al-Ahzab ayat 59, yang artinya: “Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mumin: “Hendaklah mereka mengulurkann jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Al-Hafizh Ibnu Katsir berkata dalam Tafsirnya: “Janganlah kaum wanita menampakkan sedikitpun dari perhiasan mereka kepada pria-pria ajnabi (yang bukan mahram/halal nikah), kecuali yang tidak mungkin disembunyikan.” Ibnu Masud berkata : Misalnya selendang dan kain lainnya. “Maksudnya adalah kain kudung yang biasa dikenakan oleh wanita Arab di atas pakaiannya serat bagian bawah pakiannya yang tampak, maka itu bukan dosa baginya, karena tidak mungkin disembunyikan.”


Al-Qurthubi berkata: Pengecualian itu adalah pada wajah dan telapak tangan. Yang menunjukkan hal itu adalah apa yang diriwayatkan oleh Abu Daud dari Aisyah bahwa Asma binti Abu Bakr menemui Rasulullah shalallohu ‘alahi wa sallam sedangkan ia memakai pakaian tipis. Maka Rasulullah berpaling darinya dan berkata kepadanya : “Wahai Asma ! Sesungguhnya jika seorang wanita itu telah mencapai masa haid, tidak baik jika ada bagian tubuhnya yang terlihat, kecuali ini.” Kemudian beliau menunjuk wajah dan telapak tangannya. Semoga Allah memberi Taufik dan tidak ada Rabb selain-Nya.”
BUKAN SEBAGAI PERHIASAN
Ini berdasarkan Firman Allah Ta’ala dalam surat An-Nuur ayat 31, yang artinya: “Dan janganlah kaum wanita itu menampakkan perhiasan mereka.” Secara umum kandungan ayat ini juga mencakup pakaian biasa jika dihiasi dengan sesuatu, yang menyebabkan kaum laki-laki melirikkan pandangan kepadanya.
Hal ini dikuatkan oleh Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam surat Al-Ahzab ayat 33, yang artinya: “Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti oang-orang jahiliyah.”
Juga berdasarkan sabda Nabi shalallohu ‘alahi wa sallam: “Ada tida golongan yang tidak akan ditanya yaitu, seorang laki-laki yang meninggalkan jamaah kaum muslimin dan mendurhakai imamnya (penguasa) serta meninggal dalam keadaan durhaka, seorang budak wanita atau laki-laki yang melarikan diri (dari tuannya) lalu ia mati, serta seorang wanita yang ditinggal oleh suaminya, padahal suaminya telah mencukupi keperluan duniawinya, namun setelah itu ia bertabarruj. Ketiganya itu tidak akan ditanya.” (Ahmad VI/19; Al-Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad).
Tabarruj adalah perilaku wanita yang menampakkan perhiasan dan kecantikannya serta segala sesuatu yang wajib ditutup karena dapat membangkitkan syahwat laki-laki. (Fathul Bayan VII/19).
KAINNYA TIDAK TRANSPARAN
Sebab yang namanya menutup itu tidak akan terwujud kecuali tidak trasparan. Jika transparan, maka hanya akan mengundang fitnah (godaan) dan berarti menampakkan perhiasan. Dalam hal ini Rasulullah telah bersabda : “Pada akhir umatku nanti akan ada wanita-wanita yang berpakain namun (hakekatnya) telanjang. Di atas kepala mereka seperti punuk unta. Kutuklah mereka karena sebenarnya mereka adalah kaum wanita yang terkutuk.” (At-Thabrani Al-Mujamusshaghir : 232).



Di dalam hadits lain terdapat tambahan yaitu : “Mereka tidak akan masuk surga dan juga tidak akan mencium baunya, padahal baunya surga itu dapat dicium dari perjalanan sekian dan sekian.” (HR.Muslim).
Ibnu Abdil Barr berkata : “Yang dimaksud oleh Nabi adalah kaum wanita yang mengenakan pakaian yang tipis, yang dapat mensifati (menggambarkan) bentuk tubuhnya dans tidak dapat menutup atau menyembunyikannya. Mereka itu tetap berpakaian namanya, akan tetapi hakekatnya telanjang.” ( Tanwirul Hawalik III/103).
Dari Abdullah bin Abu Salamah, bahawsanya Umar bin Al-Khattab pernah memakai baju Qibtiyah (jenis pakaian dari Mesir yang tipis dan berwarna putih) kemudian Umar berkata : “Jangan kamu pakaikan baju ini untuk istri-istrimu !. Seseorang kemudian bertanya : Wahai Amirul Muminin, Telah saya pakaikan itu kepada istriku dan telah aku lihat di rumah dari arah depan maupun belakang, namun aku tidak melihatnya sebagai pakaian yang tipis !. Maka Umar menjawab : Sekalipun tidak tipis,namun ia menggambarkan lekuk tubuh.” (H.R. Al-Baihaqi II/234-235).
HARUS LONGGAR (TIDAK KETAT) SEHINGGA TIDAK DAPAT MENGGAMBARKAN SESUATU DARI TUBUHNYA
Usamah bin Zaid pernah berkata: Rasulullah shalallohu ‘alahi wa sallam pernah memberiku baju Qibtiyah yang tebal yang merupakan baju yang dihadiahkan oleh Dihyah Al-Kalbi kepada beliau. Baju itu pun aku pakaikan pada istriku. Nabi bertanya kepadaku: “Mengapa kamu tidak mengenakan baju Qibtiyah ?” Aku menjawab : Aku pakaikan baju itu pada istriku. Nabi lalu bersabda : “Perintahkan ia agar mengenakan baju dalam di balik Qibtiyah itu, karena saya khawatir baju itu masih bisa menggambarkan bentuk tulangnya.” (Ad-Dhiya Al-Maqdisi : Al-Hadits Al-Mukhtarah I/441).
Aisyah pernah berkata: ” Seorang wanita dalam shalat harus mengenakan tiga pakaian : Baju, jilbab dan khimar. Adalah Aisyah pernah mengulurkan izar-nya (pakaian sejenis jubah) dan berjilbab dengannya (Ibnu Sad VIII/71). Pendapat yang senada juga dikatakan oleh Ibnu Umar : Jika seorang wanita menunaikan shalat, maka ia harus mengenakan seluruh pakainnya : Baju, khimar dan milhafah (mantel)” (Ibnu Abi Syaibah: Al-Mushannaf II:26/1).
TIDAK DIBERI WEWANGIAN ATAU PARFUM
Dari Abu Musa Al-Asyari bahwasannya ia berkata: Rasulullah shalallohu ‘alahi wa sallam bersabda: “Siapapun wanita yang memakai wewangian, lalu ia melewati kaum laki-laki agar mereka mendapatkan baunya, maka ia adalah pezina.” (Al-Hakim II/396 dan disepakati oleh Adz-Dzahabi).



Dari Zainab Ats-Tsaqafiyah bahwasannya Nabi bersabda shalallohu ‘alahi wa sallam: “Jika salah seorang diantara kalian (kaum wanita) keluar menuju masjid, maka jangan sekali-kali mendekatinya dengan (memakai) wewangian.” (Muslim dan Abu Awanah).
Dari Musa bin Yasar dari Abu Hurairah: Bahwa seorang wanita berpapasan dengannya dan bau wewangian tercium olehnya. Maka Abu Hurairah berkata : Wahai hamba Allah ! Apakah kamu hendak ke masjid ? Ia menjawab : Ya. Abu Hurairah kemudian berkata : Pulanglah saja, lalu mandilah ! karena sesungguhnya aku telah mendengar Rasulullah bersabda : “Jika seorang wanita keluar menuju masjid sedangkan bau wewangian menghembus maka Allah tidak menerima shalatnya, sehingga ia pulang lagi menuju rumahnya lalu mandi.” (Al-Baihaqi III/133).
Alasan pelarangannya sudah jelas, yaitu bahwa hal itu akan membangkitkan nafsu birahi. Ibnu Daqiq Al-Id berkata : “Hadits tersebut menunjukkan haramnya memakai wewangian bagi wanita yang hendak keluar menuju masjid, karena hal itu akan dapat membangkitkan nafsu birahi kaum laki-laki” (Al-Munawi : Fidhul Qadhir).
Syaikh Albani mengatakan: Jika hal itu saja diharamkan bagi wanita yang hendak keluar menuju masjid, lalu apa hukumnya bagi yang hendak menuju pasar, atau tempat keramaian lainnya ? Tidak diragukan lagi bahwa hal itu jauh lebih haram dan lebih besar dosanya. Berkata Al-Haitsami dalam AZ-Zawajir II/37 “Bahwa keluarnya seorang wanita dari rumahnya dengan memakai wewangian dan berhias adalah termasuk perbuatan dosa besar meskipun suaminya mengizinkan”.
TIDAK MENYERUPAI PAKAIAN LAKI-LAKI
Karena ada beberapa hadits shahih yang melaknat wanita yang menyerupakan diri dengan kaum pria, baik dalam hal pakaian maupun lainnya. Dari Abu Hurairah berkata: “Rasulullah melaknat pria yang memakai pakaian wanita dan wanita yang memakai pakaian pria” (Al-Hakim IV/19 disepakati oleh Adz-Dzahabi).
Dari Abdullah bin Amru yang berkata: Saya mendengar Rasulullah shalallohu ‘alahi wa sallam bersabda: “Tidak termasuk golongan kami para wanita yang menyerupakan diri dengan kaum pria dan kaum pria yang menyerupakan diri dengan kaum wanita.” (Ahmad II/199-200)
Dari Ibnu Abbas yang berkata: Nabi shalallohu ‘alahi wa sallam melaknat kaum pria yang bertingkah kewanita-wanitaan dan kaum wanita yang bertingkah kelaki-lakian. Beliau bersabda : “Keluarkan mereka dari rumah kalian. Nabi pun mengeluarkan si fulan dan Umar juga mengeluarkan si fulan.” Dalam lafadz lain : “Rasulullah melaknat kaum pria yang menyerupakan diri dengan kaum wanita dan kaum wanita yang menyerupakan diri dengan kaum pria.” (Al-Bukhari X/273-274).


Dari Abdullah bin Umar, Rasulullah shalallohu ‘alahi wa sallam bersabda: “Tiga golongan yang tidak akan masuk surga dan Allah tidak akan memandang mereka pada hari kiamat; Orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya, wanita yang bertingkah kelaki-lakian dan menyerupakan diri dengan laki-laki dan dayyuts (orang yang tidak memiliki rasa cemburu).” ( Al-Hakim I/72 dan IV/146-147 disepakati Adz-Dzahabi).
Dalam hadits-hadits ini terkandung petunjuk yang jelas mengenai diharamkannya tindakan wanita menyerupai kaum pria, begitu pula sebaiknya. Ini bersifat umum, meliputi masalah pakaian dan lainnya, kecuali hadits yang pertama yang hanya menyebutkan hukum dalam masalah pakaian saja.
TIDAK MENYERUPAI PAKAIAN WANITA-WANITA KAFIR
Syariat Islam telah menetapkan bahwa kaum muslimin (laki-laki maupun perempuan) tidak boleh bertasyabuh (menyerupai) kepada orang-orang kafir, baik dalam ibadah, ikut merayakan hari raya, dan berpakain khas mereka. Dalilnya Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala surat Al-Hadid ayat 16, yang artinya : “Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka) dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al-Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.”
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam surat Al-Hadid ayat 16, yang artinya: “Janganlah mereka seperti…” merupakan larangan mutlak dari tindakan menyerupai mereka, di samping merupakan larangan khusus dari tindakan menyerupai mereka dalam hal membatunya hati akibat kemaksiatan (Al-Iqtidha… hal. 43).
Ibnu Katsir berkata ketika menafsirkan ayat ini (IV/310): Karena itu Allah Subhanahu Wa Ta’ala melarang orang-orang beriman menyerupai mereka dalam perkara-perkara pokok maupun cabang. Allah berfirman : Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu katakan (kepada Muhammad).“Raaina” tetapi katakanlah “Unzhurna” dan dengarlah. Dan bagi orang-orang yang kafir siksaan yang pedih” (Q.S. Al-baqarah:104).
Lebih lanjut Ibnu Katsir berkata dalam tafsirnya (I/148): Allah melarang hamba-hamba-Nya yang beriman untuk mnyerupai ucapan-ucapan dan tindakan-tindakan orang-orang kafir. Sebab, orang-orang Yahudi suka menggunakan plesetan kata dengan tujuan mengejek. Jika mereka ingin mengatakan “Dengarlah kami” mereka mengatakan “Raaina” sebagai plesetan kata “ruunah” (artinya ketotolan) sebagaimana firman Allah dalam surat An-Nisa ayat 46. Allah juga telah memberi tahukan dalam surat Al-Mujadalah ayat 22, bahwa tidak ada seorang mu’min yang mencintai orang-orang kafir. Barangsiapa yang mencintai orang-orang kafir, maka ia bukan orang mu’min, sedangkan tindakan menyerupakan diri secara lahiriah merupakan hal yang dicurigai sebagai wujud kecintaan, oleh karena itu diharamkan.


BUKAN PAKAIAN SYUHRAH (UNTUK MENCARI POPULARITAS)
Berdasarkan hadits Ibnu Umar, Rasulullah shalallohu ‘alahi wa sallam bersabda: “Barangsiapa menge nakan pakaian (libas) syuhrah di dunia, niscaya Allah mengenakan pakaian kehinaan kepadanya pada hari kiamat, kemudian membakarnya dengan api neraka.” (Abu Daud II/172).
Syuhrah adalah setiap pakaian yang dipakai dengan tujuan untuk meraih popularitas di tengah-tengah orang banyak, baik pakain tersebut mahal, yang dipakai oleh seseorang untuk berbangga dengan dunia dan perhiasannya, maupun pakaian yang bernilai rendah, yang dipakai oleh seseorang untuk menampakkan kezuhudannya dan dengan tujuan riya (Asy-Syaukani: Nailul Authar II/94). Ibnul Atsir berkata : “Syuhrah artinya terlihatnya sesuatu. Maksud dari Libas Syuhrah adalah pakaiannya terkenal di kalangan orang-orang yang mengangkat pandangannya mereka kepadanya. Ia berbangga terhadap orang lain dengan sikap angkuh dan sombong.” wallahu ‘alam.
(Dikutip dari: Kitab Jilbab Al-Mar’ah Al-Muslimah fil Kitabi was Sunnah, Asy-Syaikh Al-Albani)

http://www.facebook.com/notes/melati/jilbab-wanita-muslimah/166399403398443

Di Balik Meriahnya Peringatan Malam 1 Suro


by Nate River

Adalah tahun baru Islam. Hari yang dikenal dalam kalender jawa dengan sebutan 1 Suro ini bagi banyak kalangan memiliki keistimewaan tersendiri. Umumnya masyarakat Jawa menjadikannya sebagai hari besar yang mereka rayakan dengan semarak. Pada hari ini di banyak tempat akan dilangsungkan berbagai macam acara “kebudayaan”, seperti yang terdapat di kota Solo, Cirebon, Jogja, Malang dan tempat-tempat lain di tanah air.
Sedangkan di ibukota sendiri acaranya terpusat di Taman Mini Indonesia Indah. Antusias masyarakat terhadap acara-acara ini begitu meriah, hal ini terlihat dari jumlah yang hadir yang bisa mencapai hingga ribuan orang. Selain acaranya yang beragam, motivasi masyarakat yang datang juga berbeda-beda.
Diantara acara yang diselenggarakan di hari ini seperti Acara Kirab Pusaka Kerajaan di Kasunanan Surakarta berkeliling kota menjelang tengah malam 1 Suro, mubeng beteng keliling benteng Keraton Jogja tanpa berkata sepatah kata pun, pencucian benda-benda pusaka


 (jimat tradisional) di Keraton Kesepuhan Cirebon, ritual Kirab Tumuruning Maheso Suro di kota Bantul Jawa Tengah berikut acara mendengarkan ramalan Mbah Jokasmo yang konon sebagai mediator kanjeng ratu kidul yang diyakini masyarakat setempat sebagai penguasa laut selatan. Dan di Jawa Timur tidak kalah seru, bertempat di area pasarean (pemakaman keramat) Gunung Kawi berbagai acara digelar, ada pertunjukan wayang kulit, barongsai dan juga acara keliling pendopo sebanyak tujuh kali berlawanan arah jarum jam dengan setiap saat berhenti di depan pintu sisi utara, timur, selatan dan barat sambil menghormat ke dalam makam, dengan maksud ngalap berkah, mengharap keberuntungan dan niatan lainnya.
Acara-acara seperti ini di tanah air ada yang sudah berlangsung sejak ratusan tahun yang lampau, seperti Acara Kirab Pusaka Kerajaan yang konon sudah ada sejak Keraton Surakarta berdiri tahun 1745 M. Dan di TMII acara-acara serupa juga digelar dan dimeriahkan oleh dalang-dalang dan paranormal ternama. Pertanyaannya apa tinjauan Islam terhadap acara tersebut?
Sudah merupakan prinsip agama ini bahwa Allah Subhaanahu wa ta’ala adalah satu-satunya Dzat yang diibadahi. Setiap peribadahan kepada selain Allah Subhaanahu wa ta’ala adalah ibadah yang batil dan pelakunya terancam kekal di neraka jahannam apabila tidak bertaubat dari perbuatannya. Allah Subhaanahu wa ta’ala berfirman (yang artinya), “(Kuasa Allah) yang demikian itu, adalah karena sesungguhnya Allah, Dialah (Rabb) yang Haq dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain Allah, itulah yang batil, dan sesungguhnya Allah, Dialah yang Maha Tinggi lagi Maha Besar”. (QS. Al Hajj: 62)
Dan Allah Subhaanahu wa ta’ala menjelaskan bahwa pelaku kesyirikan kekal di neraka jahannam pada ayat-Nya (yang artinya), “Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun”. (QS. Al Maidah: 72)
Maka ibadah apa pun bentuknya adalah haram diperuntukkan kepada selain Allah Subhaanahu wa ta’ala. Syaikhul Islam Ahmad bin Abdul Halim Rahimahullah berkata menerangkan pengertian ibadah di dalam kitabnya Al Ubudiyah, “Ibadah adalah segala sesuatu yang dicintai dan diridha’i Allah dari ucapan dan perbuatan yang lahir dan tersembunyi”.
Maka shalat, puasa, zakat, haji adalah ibadah. Istighatsah (minta keselamatan), isti’anah (minta pertolongan), takut dan mengharap adalah ibadah, dan yang lain sebagainya dari macam-macam ibadah semuanya hanya untuk Allah Subhaanahu wa ta’ala. Inilah prinsip tauhid (memurnikan ibadah hanya kepada Allah Subhaanahu wa ta’ala semata) yang menjadi landasan paling fundamental di dalam Islam. Barangsiapa yang melanggarnya maka ia jatuh ke dalam kesyirikan kecil atau besar tergantung jenis pelanggarannya.
Seperti Acara Kirab Pusaka di Kota Solo, Pencucian Jimat di Cirebon sudah maklum diketahui di dalam Islam bahwa Dzat Yang Memberi manfaat dan Menolak Kemudharatan hanya Allah Subhaanahu wa ta’ala semata, Allah Subhaanahu wa ta’ala berfirman (yang artinya),


Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka:”Siapakah yang menciptakan langit dan bumi”, niscaya mereka menjawab:”Allah”.Katakanlah:”Maka terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu seru selain Allah, jika Allah hendak mendatangkan kemudharatan kepadaku, apakah berhala-berhalamu itu dapat menghilangkan kemudharatan itu, atau jika Allah hendak memberi rahmat kepadaku, apakah mereka dapat menahan rahmat-Nya. Katakanlah: “Cukuplah Allah bagiku”. Kepada-Nyalah bertawakkal orang-orang yang berserah diri” (QS. Az-Zumar: 38)
Berdasarkan ayat ini dan dalil-dalil yang lain, maka keyakinan-keyakinan terhadap benda pusaka, jimat dan yang lainnya bahwa benda-benda tersebut bisa mendatangkan manfaat atau menolak kemudharatan adalah batal. Seorang muslim haram meyakini ada kekuatan terselubung atau berkah tertentu pada benda-benda tersebut tanpa keterangan dari Allah Subhaanahu wa ta’ala di dalam Al Qur’an atau Rasul-Nya di dalam As-Sunnah menurut pemahaman generasi pertama ummat ini (para shahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in). Apakah seseorang berkeyakinan bahwa benda tersebut bisa mendatangkan manfa’at dan menolak kemudharatan dengan sendirinya (syirik besar) atau benda-benda tersebut hanya sebagai perantara (syirik kecil).
Lantas apa hukumnya menghadiri acara-acara di atas sebatas mengaguminya sebagai kebudayaan tanpa ada keyakinan-keyakinan tertentu? Jawabnya, adalah haram. Karena Allah Subhaanahu wa ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: “Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja. Kecuali perkataan Ibrahim kepada bapaknya:”Sesungguhnya aku akan memohonkan ampunan bagi kamu dan aku tiada dapat menolak sesuatupun dari kamu (siksaan) Allah”. (Ibrahim berkata):”Ya Rabb kami, hanya kepada Engkaulah kami bertawakal dan hanya kepada Engkaulah kami bertaubat dan hanya kepada Engkaulah kami kembali”. (QS. Al Mumtahanah: 4)
Kemudian diantara acara-acara tersebut ada yang jelas-jelas merupakan syirik besar, seperti minta-minta kepada selain Allah Subhaanahu wa ta’ala seperti yang kerap dilakukan para peziarah di area pasarean (pemakaman keramat) Gunung Kawi bertepatan dengan 1 Suro atau pada hari-hari besar Islam. Apakah minta berkah, minta restu, minta keselamatan, kesejahteraan dan maksud-maksud lainnya. Begitu juga acara pemujaan dan pemberian sesajian yang kental mewarnai acara-acara seperti ini. Allah Subhaanahu wa ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan orang-orang yang tidak menyembah ilah yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barangsiapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa (nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina”. (QS. Al Furqan: 69)


Dan seorang yang berakal akan mendapati dengan jelas pada acara-acara tersebut warna yang kental dalam upayanya menyaingi syari’at yang suci ini, syari’at Islam. Beberapa diantaranya seperti acara keliling benteng di Kraton Jogja mirip dengan thawaf di Baitullah, begitu juga keliling pendopo di Pasarean Gunung Kawi. Acara-acara ini kalau bukan kesyirikan, paling ringan adalah bid’ah yang mungkar di dalam Islam.
Belum lagi acara ruwatan yang sering diadakan di TMII setiap awal tahun Jawa yang turut dimeriahkan oleh “dukun-dukun keren” (paranormal) yang unjuk kebolehan di hadapan ribuan hadirin yang termakan oleh sihir mereka. Rasulullah Shalallahu’alaihi wassalam bersabda (yang artinya), “Barangsiapa mendatangi dukun atau paranormal dan mempercayai ucapannya maka dia telah kafir terhadap yang diturunkan kepada Muhammad”. Yaitu dia telah kafir terhadap Al Qur’an, dan orang yang kufur terhadap Al Qur’an batal keislamannya.
Maka berhati-hatilah dari acara-acara seperti ini yang sarat dengan bid’ah, kesyirikan dan pemujaan kepada selain Allah Subhaanahu wa ta’ala. Dan cukup bagi kita dua hari besar tahunan yang diakui di dalam Islam Hari Raya ‘Iedul Fithri dan ‘Iedul Adha. Dan wajib bagi setiap muslim untuk tidak tolong menolong dalam kejelekan, seperti mempromosikan acara-acara di atas, memujinya, atau ikut melestarikannya. Allah Subhaanahu wa ta’ala berfirman (yang artinya), “(ucapan mereka) menyebabkan mereka memikul dosa-dosanya dengan sepenuh-penuhnya pada hari kiamat, dan sebahagian dosa-dosa orang yang mereka sesatkan yang tidak mengetahui sedikitpun (bahwa mereka disesatkan).Ingatlah, amat buruklah dosa yang mereka pikul itu”. (QS. An-Nahl: 25)

Sumber: www.ahlussunnah-jakarta.com,
Penulis : Al Ustadz Jafar Shalih
Judul: Di Balik Meriahnya Peringatan Malam 1 Suro.
Dengan sedikit pengeditan tanpa mengubah maknanya.

http://www.facebook.com/notes/melati/di-balik-meriahnya-peringatan-malam-1-suro/166385303399853

Gimana Seh, Rasanya Jatuh C.I.N.T.A. ?


Bismillahirrahmanirrahim
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
============================

Diluar rumah hari ini lagi diguyur hujan, mau hangatkan suasana maka aku pun hendak menorehkan lagi sebuah coretan ber-title : CINTA!


Apa kabar orang yang sedang jatuh cinta? atau bahkan mungkin lagi dicinta? , bukan berarti orang yang sedang tidak bergelut dengan makhluk bernama cinta, yang belum diketahui rupa juga baunya ini nggak kutanya kabarnya ya, hhe... Dimanapun kalian berada, semoga cinta kan tetap ada, dari Allah, dari sesama, atau mungkin dari si dia *ahem!*
Lagi pingin jernihin pikiran dengan bercerita, walaupun sebetulnya aku juga nggak tau mau bercerita apa *hheu*, abis blogwalking, dan menemukan satu blog yang bagiku bagus buangep! Si empunya-nya juga jago pisan nulis, wohohoh, buat diri ini terpacu untuk meniru, sayang belum bisa, jadi aku tak maju-maju, walaupun barang selangkah, hhuhuu....

Cinta.. Cinta.. Cinta
Makhluk apa sih dia?
Awal-awal jatuh cinta (atau sekedar suka? aku tidak tau bedanya), mungkin diri merasa amaaat berbunga-bunga, apa-apa dia, liat makanan keinget dia, liat buku keinget dia, naik angkot keinget dia, bahkan lagi tidur, ngigaunya pun dia..:p
Dia dekat, duh bahagia tralala trilili, dia jauh, yang ada tangis berbalut rindu, duuuh, cinta, kenapa kamu buat manusia jadi begitu? *cinta kok disalahin, piye toh mbakyuu...?! *

Mikir mikir mikir, saya tipe manusia yang kalo jatuh cinta kayak apa ya? :D
Yang cintanya udah poooollll banget 100 % ama di dia, terus nangis meraung-raung bila ditinggal si dia, en' gak rela dia pergi dari jiwa, terus berlutut mengemis-ngemis cinta padanya kah? diiih..naudzhubillah, amit-amit deh, emang dunia selebar daun kelor non? tapi tetap saja, masih ada, bahkan banyak manusia yang demikian. Duh, kalo udah kayak gitu susah deh, mau dunia segede matahari juga, tetep hayuk weh keukeuh ngomong:

"Cinta, jangan tinggalkan diriku, ku takkan bisa hidup tanpamu.." *sambil nangis2 di depan orang yang dicintainya*.
Hueeekkh, ngapaen juga seeeeh...emang yang bisa bikin hidup di dunia ini si dia apa?! Woy, woy, buka mata, jangan meleeeng, noh liat keatas, kau anggap apa DIA, hah..???!!!!
Ah, atau tipe yang satu ini...


dia bahagia, aku pun iya...
dia menangis, aku pun juga...
dia menjauh ku tetap dekat,
dia dekat?
Mendingan kabur..... :P :P :P
Wekekek, aya-aya wawe ah, pokoe tetep ridha ikhlas ta'ala apapun takdirNya kelak...
Kalo ternyata dia bahagia dengan tak adanya kita di hidupnya, yaaa..terima saja..nangis? okeh deh, boleh..itu wajar, tapi jangan lama-lama, sakit hatinya tahan aja, mata tahanin deh biar nggak ngocor airmata dari sana, hheu..
Hueee, diriku lagi gariiing, hayyah..bingung euy bingung, lalala, apa ya yang pingin ditulis,
Hmm,intinya: Jangan pernah cinta pada dia, melebihi cinta kita pada Allah dan RasulNya, TITIK !!! Jadi kalau jatuh dan patah hati, kagak sakit-sakit amat akhirnya nanti :p *nasehatbuatdirisendiri :))*
Nah, pesenku buat sahabat2, buat kakak-kakak dan adek-adek yg lagi jatuh cinta: Cintailah orang yang kau cintai siapapun dia dengan dasar atas cinta kepada Allah, bertemu karenaNya dan berpisah juga karenaNya, agar kelak kita termasuk kedalam golongan orang2 seperti yg dimaksudkan Rasulullah dalam sabdanya berikut:
"Akan ada dari umatku pada hari kiamat segolongan orang yang wajahnya bersinar bagai purnama, mereka berdiri diatas mimbar2 yg bercahaya dan bertabur mutiara. Mereka bukan nabi juga bukan orang yg mati syahid. Mereka adalah segolongan umatku yg sewaktu didunia saling mencintai karena Allah" (HR.Bukhari dari Abu Hurairah ).
Rasul bersabda,"Allah berfirman pada hari kiamat, 'Mana orang-orang yang saling mencintai karenaKu? Hari ini AKU naungi mereka dengan naungan yg tiada naungan selainKU..!" (HR.Bukhari )
Naah..,gimana tuh, kalo kita saling mencintai karena Allah maka kelak di hari akhir kitapun akan dikumpulkan kembali dengan orang yg kita cintai. Tapi INGAT loh..,hadist ini jangan disalah tafsirkan, krn ada orang yg berpacaran terus mengatakan dengan seenak udele dewek gini: 'aku mencintai pacarku karena Allah, jadi kelak akupun berkumpul di hari kiamat dengannya juga dong'.



Hohoho,,Welehhh..pergi aje ente ke laut..:P * mencintai karena Allah kok pacaran*, kagak tau ape pacaran itu dilarang Allah..??? heuuu..
Nggak ada tawar-menawar, nggak ada debat kusir, sekian, dan terima kasih... *_*

Barakallah..jabat erat dan salam hangat
Wassalamualaikum

http://www.facebook.com/notes/renungan-dan-motivasi-ifta-istiany-notes/renungan-gimana-seh-rasanya-jatuh-cinta-/175711912457464