wasaari'uu ilaa maghfiratin min
rabbikum wajannatin 'ardhuhaa alssamaawaatu waal-ardhu u'iddat lilmuttaqiina
Artinya:
"Dan bersegeralah kamu kepada
ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang
disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,"
{QS. Ali-'Imran (Keluarga Imran):[3]:133}
alladziina yunfiquuna
fii alssarraa-i waaldhdharraa-i waalkaatsimiina alghayzha waal'aafiina 'ani
alnnaasi waallaahu yuhibbu almuhsiniina
Artinya:
"(yaitu) orang-orang yang
menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang
yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai
orang-orang yang berbuat kebajikan."
{QS. Ali-'Imran (Keluarga
Imran):[3]:134}
Spirit meringankan derita sesama
pernah dilakukan Nabi Musa 'Alaihissalam, tatkala dia keluar kota dengan
perasaan takut dan hati-hati sekali. Dia khawatir tertangkap prajurit Fir'aun
karena dituduh membunuh. Lagi pula orang yang tertuduh membunuh akan dibunuh.
Pada saat itu Nabi Musa 'Alaihissalam melangkahkan kakinya keluar dan menjauh
dari istana 'Fir'aun tanpa tahu jalan yang akan ia tempuh. Dia bermaksud pergi
ke negeri Madyan.
Setibanya di negeri Madyan Nabi Musa
'Alaihissalam menjumpai sekelompok orang sedang memberi minum ternaknya. Di
sisi lain di belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang sedang menarik
ternaknya. Nabi Musa berkata:"Apakah maksudmu (dengan berbuat
begitu)?. Kedua wanita itu menjawab, "Kami tidak dapat memberi minum
ternak kami, sebelum pengembala-pengembala itu memulangkan (ternaknya), sedang
bapak kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya."
Nabi Musa memahami apa yang telah
dijelaskan oleh kedua orang wanita yang ada dihadapannya, bahwa hanya
orang-orang kuatlah yang bisa memberikan minum untuk ternak-ternak mereka
terlebih dahulu. Kemudian setelah mereka selesai, barulah orang-orang yang
lemah mendapatkan kesempatan mengambil air untuk ternak-ternak mereka. Tentu
saja, orang-orang yang mengambil pertama kali akan mendapatkan air yang jernih
dan banyak, dan setelah itu orang-orang lemah yang mengambil air setelah mereka
(orang-orang kuat) akan mendapatkan air yang tersisa dan keruh.
Nabi Musa 'Alaihissalam tergerak
hatinya untuk menolong kedua wanita tersebut dan ia mengambilkan air untuk
diminumkan kepada ternak-ternaknya, Firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala:
fasaqaa lahumaa tsumma tawallaa ilaa
alzhzhilli faqaala rabbi innii limaa anzalta ilayya min khayrin faqiirun
Artinya:
"Maka Musa memberi minum ternak
itu untuk (menolong) keduanya, kemudian dia kembali ke tempat yang teduh lalu
berdo'a: "Ya Tuhanku sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan
(*) yang Engkau turunkan kepadaku".
(QS. Al-Qashash
(Kisah-kisah)[28]:24)
(*). Yang dimaksud dengan
"Khair" (kebaikan) dalam ayat ini menurut sebagian besar ahli Tafsir
ialah "barang sedikit makanan".
Ketika kedua orang wanita tersebut
pulang ke rumah lebih awal dari biasanya dengan membawa air minum, sang ayah
pun bertanya kepada kedua anaknya tentang hal tersebut. Kedua anak gadisnya
memberitahukan bahwa yang menolong mereka mengambil air minum untuk ternak
mereka adalah Nabi Musa 'Alaihissalam.
Terpesona dengan kebaikan dan
ketulusan Nabi Musa 'Alaihissalam yang menolong anak-anak gadisnya, lalu
sang ayah yang tua renta itupun mengutus salah satu anak perempuannya untuk
mengajak Nabi Musa datang ke rumahnya, untuk menikmati hidangan yang mereka
siapkan. Maka Nabi Musa pun menerima ajakan tersebut karena ia merasa lapar dan
letih karena perjalanan jauh yang ditempuhnya tanpa perbekalan yang cukup.
Salah seorang dari kedua anak
perempuan Nabi Syu'aib mengusulkan kepada ayahnya agar mempekerjakan Nabi Musa
guna mengurusi hewan ternak mereka, sehigga dengan demikian beban yang dipikul
mereka berdua dalam mengembala ternak menjadi ringan. Nabi Syu'aib menyetujui
usulan putrinya untuk mempekerjakan Musa. Tetapi tidak hanya itu Nabi Syu'aib
juga menikahkan Musa
dengan salah seorang putrinya. Nabi
Musa pun menikah dan tinggal beberapa lama di negeri Madyan....
Di zaman kapitalis saat ini, ada
saja orang mendewakan kekayaan, jabatan dan kehormatan. Tidaklah
berlebihan kalau pribadi suka menolong yang mendarah daging dalam diri Nabi
Musa 'Alaihissalam menjadi 'tontonan' langka seperti "Snow on the
Sahara."(Salju di Gurun Sahara). Sebagian orang ketika dimintai bantuannya
menjawab,"Maaf kami tidak bisa apa-apa." Agaknya semangat
kebersamaan, gotong-royong, dan tolong menolong yang diwariskan turun temurun
oleh nenek moyang kita, telah lama kita tinggalkan, lupakan dan abaikan.
Padahal dulu kata paman di kampung
kami: "Bila ada salah seorang warga yang ingin membangun rumah ataupun
memanen ladang, seluruh warga kampung turut membantu dengan suka rela."
Namun pada generasi kami, tradisi tolong menolong itu 'sudah' hilang lapuk
dimakan zaman.
Mungkin pemandangan tolong menolong
itu sangat sulit kita temui lagi di masa mendatang. Untunglah masih ada
segelintir orang yang peduli terhadap nasib sesama. Misalnya maraknya berbagai
macam kegiatan amal, baik di media cetak maupun elektronik yang bertujuan
menolong sesama.
Semangat meringankan beban sesama
tidak mesti selalu berbentuk barang, uang serta perhiasan. Apapun yang kita
punya bisa didermakan untuk kebahagiaan orang lain, sebagaimana pernah sabdakan
Nabi Muhammad Shallahu 'Alaihi Wa sallam dalam sebuah Hadits Beliau yang
artinya:
"Wajib atas setiap muslim itu
mengeluarkan sedekah."
Para sahabat bertanya,"Wahai
Nabi Allah, bagaimana?."
Rasulullah menjawab,"Dia harus
bekerja dengan tangannya untuk dapat memberikan manfaat bagi dirinya dan dapat
bersedekah."
Mereka bertanya lagi,"Bagaimana
bila tidak juga mendapatkan kesanggupan itu?"
Rasulullah menjawab,"Membantu
orang yang kesusahan dan memerlukan bantuan."
Mereka bertanya lagi,"Bila
tidak juga mendapatkan?"
Rasulullah
menjawab,"Hendaklah ia berbuat ma'ruf."
Disebutkan dalam sebuah riwayat,
"Hendaklah ia menyuruh kepada kebaikan atau kepada yang ma'ruf dan menahan
diri dari kejahatan."
(HR. Al-Bukhari, Muslim dan
An-Nasa'i).
Intelektual yang diabadikan dengan
'tinta emas' dalam lintasan sejarah adalah mereka yang mendermakan ilmunya
untuk kemanusiaan. Konglomerat yang dikagumi adalah mereka yang dengan hartanya
meninggalkan amal kebajikan untuk menolong sesama dan kemajuan masyarakat luas.
Sesungguhnya apapun yang kita miliki belum memiliki makna kalau belum mendatangkan
manfaat bagi orang lain.
Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa
sallam bersabda yang artinya:
"Barangsiapa yang melapangkan
kesulitan orang mukmin saat di dunia, niscaya Allah akan melapangkannya dari
kesulitan pada hari kiamat. Barangsiapa memberikan kemudahan terhadap orang
yang dalam kesusahan, maka Allah akan memberikan kemudahan kepadanya di dunia
dan akhirat. Allah akan senantiasa menolong hamba-Nya selama ia masih menolong
saudaranya."
(HR. Muslim).
Suatu hari sahabat Ali bin Abi Thalib
bertanya kepada muridnya,
"Kalau di tangan saya ada uang
sepuluh dirham, kemudian tiga dirham saya sedekahkan, lalu berapa sisa uang
saya?"
Muridnya menjawab, "Masih tujuh
dirham."
"Salah...!", sahut Ali..
Yang benar uang saya masih tiga
dirham, karena apa yang saya sedekahkan itulah yang sudah pasti tercatat
sebagai amal shaleh, sedangkan selebihnya belum pasti."
Dialog ini mengandung pelajaran yang
sangat dalam bahwa, "Apa yang kita miliki adalah apa yang sudah kita
belanjakan di jalan kebaikan, bukanlah barang perhiasan yang kita simpan."
Wallahu'alam...