Mengenai Saya

Foto saya
Malang, East Java, Indonesia
Uhibbuka Fillah...

Laman

Sabtu, 09 April 2011

Kita Tidak Hidup Sendirian di Dunia Ini


*¨*•.¸¸¸¸.•*¨*•♫♥♥♥♥♥♥♫•*¨•*¨*•♫♥♥♥♥♥♥♥♥♥
Saudaraku,
Kita hidup bukanlah untuk tujuan rendah. Sekedar tidur, terjaga, lalu mereguk segala kenikmatan dunia yang ada tanpa pertimbangan kebaikan. Begitu rendahnya nilai hidup ini jika kita hanya disibukkan oleh perlombaan dalam hal mengumpulkan harta benda, namun akhirnya melupakan kehadiran orang-orang di sekeliling yang tak beruntung dalam banyak sisi kehidupan, terlebih lupa untuk terus menetapi kebenaran dan upaya untuk terus berada dalam ketaatan kepada Allah.

Duhai Saudaraku,

Terjagalah! Jangan sampai segala kemudahan hidup yang kita peroleh saat ini malah memalingkan diri kita untuk terus mendekat kepada-Nya.
Terjagalah! Jangan sampai segala kemudahan itu malah mengantarkan diri kita menjadi pribadi yang tidak empati dan peduli sesama, jauh dari nilai-nilai kemanusiaan, rasa cinta serta meniadakan keberadaan orang-orang di sekeliling selain dari diri kita.


Saudaraku,
Cobalah sejenak luangkan waktu. Cobalah sejenak berbagi rasa dengan orang-orang yang sebenarnya begitu dekat dengan diri kita, namun tanpa disadari seringkali terabaikan. Cobalah sejenak melepaskan diri dari kesibukan yang tiada menyisakan sedikitpun waktu untuk kehidupan sosial, berbagi dengan banyak anggota masyarakat dalam gagasan dan cita-cita bersama untuk sebuah perbaikan lingkungan. Sesungguhnya, manusia tidaklah hidup sendiri di dunia ini. Setiap pribadi pasti membutuhkan sinergi satu sama lain. Dan sesungguhnya setiap pribadi pasti saling melengkapi dalam hal kekurangan dan kelebihan yang dimiliki.


Saudaraku,
Bersyukurlah, ketika Allah telah menganugerahkan Anda kepekaan rasa dalam banyak sisi kehidupan, disaat banyak pribadi hanya memikirkan dirinya sendiri, lebih disibukkan dengan urusan-urusan yang sebenarnya tidak begitu penting, jauh dari bakti dan peruntukkan kebaikan, terlebih sibuk dengan urusan yang melalaikan dari mengingat kebesaran Allah. Namun janganlah tertipu dan menjadi angkuh, seraya membanding-bandingkan amal pribadi dan orang lain. Akan tetapi, kembalikanlah segalanya kepada Allah, dzat yang sejatinya berkuasa atas segala sesuatu seraya terus bermohon hidayah bagi diri dan orang lain.
Semoga, setiap detik yang telah kita lalui, setiap senyum yang kita beri, dan setiap langkah yang menghiasi hari, bernilai kebaikan dan membuat Allah SWT ridho kepada kita.
Semoga kita mampu menjaga niat dalam setiap amal, usaha kebaikan yang telah langgeng berjalan, tentu dengan memohon bantuan dan kekuatan dari-Nya semata.

Wallahu a’lam


http://www.facebook.com/notes/renungan-n-kisah-inspiratif/kita-tidak-hidup-sendirian-di-dunia-ini/10150203729401042

Benarkah Aku Mencintai-Mu?


*¨*•.¸¸¸¸.•*¨*•♫♥♥♥♥♥♥♫•*¨.•*¨*•♫♥♥♥♥♥♥♥♥♥
Saudaraku,
Bayangkanlah tatkala waktu yang berputar saat ini akhirnya terhenti. Bayangkanlah tatkala kepala kita semua akhirnya tertunduk menyesali setiap detik yang telah berlalu dan jiwa pun menjerit meminta kembali untuk diberi kesempatan berbuat kebaikan. Saat-saat dimana gelak tawa akan berganti dengan tangisan. Saat-saat dimana diri kita akhirnya terjaga dari tidur panjang penuh mimpi yang tidak kita sadari selama ini.

Saudaraku,
Rasa cinta yang tulus akan membangkitkan semangat dalam hati. Rasa cinta yang tulus akan memicu setiap sel darah kita bekerja maksimal hingga anggota tubuh mempersembahkan yang terbaik untuk sesuatu yang kita cintai. Semua bergerak tanpa sebuah paksaan dan berlaku layaknya sebuah kebiasaan yang telah mendarah daging hingga rasa letih hampir tak pernah kita pedulikan. Peluh yang mengalir, darah yang mengucur, semua malah menjadi hiasan yang manis dalam bingkai sebuah bentuk dari cinta itu sendiri.

Namun alangkah teririsnya hati, tatkala begitu banyak kenyataan jika rasa cinta hanya tinggal sebuah rasa, sebuah kata tanpa wujud dari rasa dan cinta itu sendiri dan kita pun salah menempatkannya. Begitu berat rasanya untuk mengatakan ini, bahwa cinta yang benar akan melahirkan kesungguhan berbuat, kemantapan hati tanpa diembeli rasa bimbang dan keraguan. Cinta yang mengalir yang bukan sekedar mengandalkan logika rasional-[karena sesungguhnya akal itu terbatas]-melainkan sudah dibekali keyakinan iman yang menhunjam jauh di dasar relung hati.
Saudaraku,
Tidak takutkah kita jika sekiranya perkataan cinta kita selama ini adalah dusta? Tidak takutkah kita jika sekiranya kata cinta yang terucap selama ini tidak lain hanya sekedar pemanis kata, tanpa makna dan hakikat mencintai itu sendiri? Cukupkah bagi kita berkata tanpa amal, mengaku tanpa bukti dan mencintai tanpa pengorbanan?



Ya Allah Ya Rabbiy…
Jadikanlah cinta kami kepada-Mu merupakan sebenar-benarnya bentuk cinta sejati…
Bukan hanya di lidah, namun jauh terhunjam dan mencengram di relung hati..
Sehingga tiada yang lain yang kami cari..
Dan tiada kami bergerak, menggeliat, berkata dan berucap
selain agar Engkau ridho dan mengasihi kami


Ya Allah Ya Rabbiy…
Jadikanlah orang-orang yang kami kasihi saat ini..
sebagai perantaraan bagi kami untuk semakin mencintai dan mendekati-Mu dalam arti sebenarnya dan bukan malah sebaliknya…


Ya Allah Ya Rabbiy…
Bangunkanlah kami dari tidur panjang ini
Sehingga kami tersadar dan mendapati, bahwa sesungguhnya Engkaulah maksud dan tujuan kami dan ridho-Mu lah yang kami cari…


http://www.facebook.com/notes/renungan-n-kisah-inspiratif/benarkah-aku-mencintai-mu/10150203712706042

Sederhana dalam Ibadah


*¨*•.¸¸¸¸.•*¨*•♫♥♥♥♥♥♥♫•*¨¸.•*¨*•♫♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥
Ada seorang pemuda, sebut saja si Fulan. Dulu dia seorang yang rajin beribadah. Kalau masalah shalat wajib berjama’ah jangan ditanya, dia tidak pernah ketinggalan mengerjakannya. Shalat malam?! dia pun ahlinya. Baca Al-Qur’an?! sudah berkali-kali khatam. Puasa senin-kamis?! itu rutinitas mingguannya. Menghadiri pengajian?! Lha wong ustadznya saja sangat dekat dengan dia karena saking rajinnya menghadiri pengajian.
Namun itu cerita dulu. Sekarang si Fulan telah berubah. Alhamdulillah tidak sampai berubah “180 derajat”. Tapi ibadah-ibadah yang dulu dia geluti sekarang hampir semuanya dia tinggalkan. Lho kenapa ya?!


Mengenal Penyakit Futur
Mungkin yang sekarang menimpa si Fulan -atau orang yang sejenisnya- adalah rasa futur dalam mengerjakan ibadah. Futur adalah suatu masa dimana seseorang yang tadinya begitu bersemangat tiba-tiba menjadi lemah, seolah semangatnya itu lenyap ditelan waktu.
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam pernah bersabda, “Setiap amal perbuatan itu memiliki puncak semangatnya, dan setiap semangat memiliki rasa futur.” (HR.Ahmad)


Hindari Sikap Berlebihan
Salah satu hal yang menjadikan ajaran Islam ini sebagai rahmatan lil ‘alamin adalah dilarangnya sikap berlebihan dalam beribadah dan tercelanya perbuatan tersebut.

Banyak dalil yang menunjukkan hal ini, diantaranya kisah tiga orang sahabat yang mendatangi rumah istri-istri Rasulullah demi menanyakan bagaimana beliau Shalallahu ‘alaihi wa Sallam beribadah. Setelah mereka bertiga diberitahu tentang hal tersebut mereka merasa minder, lalu berkata, “Kita ini siapa dibandingkan dengan Rasulullah?! padahal beliau seorang yang telah diampuni dosa-dosanya baik yang lalu maupun yang akan datang.”
Kemudian salah seorang dari mereka bertiga berkata, “Kalau begitu aku akan shalat malam terus menerus (dan tidak tidur).”
Yang satunya lagi berkata, “Adapun aku, aku akan berpuasa seharian penuh dan tidak berbuka.”
Yang lainnya lagi berkata, “Kalau aku, aku akan memisahkan diri dari wanita dan tidak akan menikah selamanya.”
Kemudian Rasulullah mendatangi mereka seraya bertanya, “Apakah kalian yang tadi berkata demikian dan demikian?!. Adapun aku, demi Allah, sungguh aku adalah orang yang paling takut dan bertakwa kepada Allah di antara kalian. Akan tetapi bersamaan dengan itu, aku berpuasa dan aku pun berbuka. Aku shalat dan aku pun tidur. Aku pun menikah dengan para wanita. Dan siapa saja yang tidak suka dengan sunnahku, maka dia bukan dari golonganku.” (HR. Muslim).
Dalam hadits lain Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam juga bersabda, “Sesungguhnya agama itu mudah. Tidak ada seseorang yang berlebih-lebihan dalam agama kecuali akan terkalahkan.” (HR. Bukhari)
Bahkan Rasulullah sendiri saja terkadang tidak memperpanjang shalatnya, sebagaimana yang dituturkan oleh Abu ‘Abdillah Jabir bin Samrah Radhiyallahu ‘anhuma, “Aku pernah shalat bersama Nabi. Shalat beliau tidak lama, demikian pula dengan khutbahnya.” (HR. Muslim). Al-Imam An-Nawawi menerangkan bahwa maksudnya adalah shalatnya tidak terlalu lama dan tidak terlalu sebentar.


Sedikit Asal Rutin, Itu Kuncinya
Untuk ibadah-ibadah yang hukumnya tidak wajib, kita boleh untuk tidak mengerjakannya secara menyeluruh. Bahkan yang terbaik dalam beramal adalah mengerjakan yang kita bisa meskipun tidak banyak asal dengan syarat : RUTIN.
Inilah yang diajarkan oleh Nabi kita Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa Sallam dalam sabdanya, “Amalan yang paling dicintai adalah yang rutin walaupun sedikit.” (Muttafaq ‘alahi)
Rasulullah juga pernah menasehati ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-’Ash, “Wahai ‘Abdullah, janganlah kau menjadi seperti orang itu. Dulu ia rajin qiyamul lail, namun kemudian meninggalkannya.” (Muttafaq ‘alaih)


Harus Sesuai Syari’at
Sebuah pemahaman yang patut dimengerti oleh setiap muslim adalah bahwa amalan itu hanya dapat diterima jika memenuhi 2 syarat utama: (1) ikhlas hanya karena Allah, dan (2) mengikuti apa yang telah disyariatkan dan dicontohkan oleh Rasulullah. Kalau salah satu keduanya tidak ada, maka amalan tersebut tertolak.
Sah-sah saja kita beramal dengan berbagai macam ibadah selagi kita mampu, namun yang perlu diperhatikan juga ialah amalan-amalan tersebut hendaknya bersumber dari 2 syarat tadi. Jika amalan yang kita kerjakan selama ini ternyata hanya sekedar ‘produk buatan’ manusia saja (tidak sesuai dengan syariat, membuat ibadah baru), apalagi ditambah dengan ketidak-ikhlasan kita, maka yakinilah bahwa amalan tersebut pasti tertolak.

Rasulullah bersabda, “Siapa saja yang membuat-buat ajaran baru yang bukan berasal dari kami maka ia tertolak.” (HR.Muslim)
Dan masih ingat dengan kisah 3 orang sahabat tadi?! Bukankah amalan-amalan yang mereka lakukan itu semuanya baik bila kita melihatnya dengan sekilas saja (shalat semalam suntuk dengan tidak tidur, puasa seharian penuh dengan tidak berbuka, dan bersikeras untuk tidak menikah) ?! Akan tetapi Rasulullah membencinya disebabkan ketidaksesuaian amalan-amalan tersebut dengan syari’at Islam.
Betapa indahnya perkataan seorang ‘Abdullah bin Mas’ud terkait masalah ini, “Sederhana dalam mengikuti Sunnah itu jauh lebih baik daripada berlebih-lebihan dalam mengerjakan amalan-amalan baru yang tidak pernah dicontohkan Nabi.”


Jangan Disalahpahami !
Apa yang baru saja kami paparkan bukanlah pembelaan untuk mereka yang bermalas-malasan dalam beribadah dan bukan pula celaan bagi mereka yang berusaha memperbanyak amalan shalih. Jangan sampai ada dari kita yang malah memandang sinis orang-orang yang rajin beribadah seraya mengatakan, “Jadi orang Islam itu ga usah fanatik kayak gitu lah.”
Tapi mari kita sama memperbanyak amalan shalih sebagai bekal kita menuju kehidupan akhirat kelak. Beribadahlah sesuai kesanggupan. Mari sama-sama berangkat ke masjid selama masih diberi kesanggupan oleh Allah. Yuk sama-sama mengaji agar kita bisa kenal agama. Ayo shalat malam selagi kita masih sehat wal ‘afiat. Kalau ada rezeki maka infakkan fi sabilillah, dan tabung untuk bisa berangkat haji ke tanah suci. Begitu juga dengan ibadah yang lainnya, kerjakan selagi mampu dan jangan memaksakan diri. Rutinkanlah ibadah tertentu yang patut Anda banggakan nanti dihadapan Allah. Serta jangan lupa untuk selalu berdoa kepada Allah agar kita dan saudara-saudara kita tetap diberi ke-istiqomah-an dalam menjalankan ibadah-ibadah tersebut.

Dan bagi Anda yang sanggup melakoni segala macam ibadah, bersyukurlah. Karena sesungguhnya kesanggupan Anda tersebut tidak lain adalah anugerah dari Allah Ta’ala, bukan semata-mata karena kekuatan fisik Anda.


http://www.facebook.com/notes/renungan-n-kisah-inspiratif/sederhana-dalam-ibadah/10150203696756042

==Ikhlas itu...==


Ikhlas Aisyah..ikhlas...”
Begitulah sebait potongan dari dialog film yang pernah “booming” di layar kaca (bioskop) Indonesia (Kutipan dialog Film Ayat-Ayat Cinta)

Orang bijak pernah berkata bahwa ikhlas itu hanya Alloh SWT yang bisa menilainya, jadi ikhlas itu apa ya???

Orang bijak berkata pula Keikhlasan itu umpama seekor semut hitam di atas batu yang hitam di malam yang amat kelam. Ia nya wujud tapi amat sukar dilihat.

Hmmff..???

Usut punya usut, sebenarnya apa siyy definisi dari Ikhlas itu..??

Ketahuilah, sesungguhnya di dalam tubuh terdapat segumpal daging. Jika, dia baik maka baiklah seluruh jasadnya. Dan jika rusak, maka rusaklah seluruh jasadnya. Ketahuilah, segumpal daging tersebut adalah hati”

Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya
Fudhail bin Iyadh: Bahwa maksud dari amal yang ihsan (paling baik) adalah amal yang akhlash (paling ikhlas) dan yang ashwab (paling benar). Ada dua syarat diterimanya amal ibadah manusia, ikhlas dan benar

IKHLAS hanya mengharap Ridho Allah

Barangsiapa memberi karena Allah, menolak karena Allah, mencintai karena Allah, membenci karena Allah, dan menikah karena Allah, maka sempurnalah imannya. (HR. Abu Dawud)

Ikhlas itu…..

tidak suka dipuji orang
Sesungguhnya seorang hamba itu bila merasa ujub karena suatu perhiasan dunia, niscaya Allah akan murka kepadanya hingga dia melepaskan perhiasan itu.
(Sayidina Abu bakar)

Syaikh Ahmad Ataillah mengingatkan: “Orang beriman itu apabila mendapat pujian, maka ia merasa malu terhadap Allah SWT atas pujian yang diterimanya, apabila sifat-sifat yang dimaksud tidak dimilikinya sama sekali”.

Menyembunyikan amal
Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan di siang hari secara tersembunyi dan terang-terangan, maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati (QS Al Baqoroh 274)

Berani menanggung resiko
Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan sholat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati
(QS Al Baqoroh 277)

Tidak malu mengatakan “aku tidak tahu”
Al Khatib Al Baghdadi mengisahkan bahwa Imam Malik ditanya 48 masalah, hanya dua yang dijawab, dan 30 masalah lainnya dijawab dengan, “la adri“ (saya tidak tahu) (Al Faqih wa Al Mutafaqqih, 2/170).

Selalu Bersungguh-sungguh
Ali bin Abi Thalib r.a. berkata, “Orang yang riya memiliki beberapa ciri; malas jika sendirian dan rajin jika di hadapan banyak orang. Semakin bergairah dalam beramal jika dipuji dan semakin berkurang jika dicela.”

Takut tidak diterima amalnya
Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka *)

*)Maksudnya: karena tahu bahwa mereka akan kembali kepada Tuhan untuk dihisab, maka mereka khawatir kalau-kalau pemberian-pemberian (sedekah-sedekah) yang mereka berikan, dan amal ibadah yang mereka kerjakan itu tidak diterima Tuhan.

Memandang rendah amalnya
Di antara bencana yang dialami seorang hamba adalah ketika ia merasa ridha dengan amal kebaikan yang dilakukan, di mana hal ini dapat menyeretnya ke dalam perbuatan ujub (berbangga diri) yang menyebabkan rusaknya keikhlasan.

Amal yang paling baik adalah yang paling ikhlas dan paling benar. Jika amal itu ikhlas tapi tidak benar, maka tidaklah diterima. Jika amal itu benar tapi tidak ikhlas, juga tidak akan diterima kecuali jika dilakukan secara ikhlas. Ikhlas artinya dilakukan hanya karena Allah. Adapun benar artinya adalah sesuai dengan sunnah (tuntunan dan petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam).” (Fudhail bin ‘Iyadh)

***
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata : 
"Orang yang ikhlas adalah orang yang menyembunyikan kebaikannya sebagaimana ia menyembunyikan amal keburukannya" (Tazkiyatus An-Nafs, 17)


Rasulullah bersabda: Orang yang paling bahagia dengan syafaatku di hari kiamat adalah yang mengucapkan Laailaahaillallahu dengan ikhlas dari dalam hatinya (Bukhari)

Dari 'Utban bin Malik r.a. berkata: Ketika Nabi saw selesai shalat beliau bertanya, "Dimanakah Malik bin al-Dakhsyum?" Dijawab oleh seseorang, "Dia itu munafik, tidak suka Allah dan Rasulullah." Maka Nabi saw bersabda, "Jangan berkata demikian, tidakkah engkau tahu bahwa ia telah mengucapkan LAA ILAAHA ILLALLAAH dengan ikhlas karena Allah? dan Allah telah mengharamkan api neraka kepada siapa yang mengucapkan LAA ILAAHA ILLALLAAH dengan ikhlas karena Allah." (Bukhari - Muslim)

Agama ialah keikhlasan (kesetiaan atau loyalitas). Kami lalu bertanya, “Loyalitas kepada siapa, ya Rasulullah?” Rasulullah Saw menjawab, “Kepada Allah, kepada kitabNya (Al Qur’an), kepada rasulNya, kepada penguasa muslimin dan kepada rakyat awam.” (HR. Muslim)

Seorang sahabat berkata kepada Rasulullah, “Ya Rasulullah, seseorang melakukan amal (kebaikan) dengan dirahasiakan dan bila diketahui orang dia juga menyukainya (merasa senang).” Rasulullah Saw berkata, “Baginya dua pahala yaitu pahala dirahasiakannya dan pahala terang-terangan.” (HR. Tirmidzi)

Barangsiapa memurkakan (membuat marah) Allah untuk meraih keridhaan manusia maka Allah murka kepadanya dan menjadikan orang yang semula meridhoinya menjadi murka kepadanya. Namun barangsiapa meridhokan Allah (meskipun) dalam kemurkaan manusia maka Allah akan meridhoinya dan meridhokan kepadanya orang yang pernah memurkainya, sehingga Allah memperindahnya, memperindah ucapannya dan perbuatannya dalam pandanganNya. (HR. Ath-Thabrani)

Akhlak yang paling mulia adalah menyapa mereka yang memutus silaturahim, Memberi kepada yang kikir terhadapmu, Dan memaafkan mereka yang menyalahimu.”(HR Ibnu Majah)

Rasulullah SAW menegaskan : "Yang disebut dengan silaturahmi itu bukanlah seseorang yang membalas kunjungan atau pemberian, melainkan silaturahmi itu ialah menyambungkan apa yang telah terputus" (HR.Bukhari).

Ada 3 golongan yang tidak masuk surga, yaitu: Pecandu arak, pemutus silaturahmi dan orang-orang yang percaya sihir[H.R.Ahmad]

Memaafkan tidaklah serumit yang kita bayangkan, tidaklah pula sesulit yang kita pikirkan, serta tidaklah pula sepahit yang kita rasakan..Memaafkan itu engkau memberikan sedikit ruang kebaikan di hatimu untuknya..



==Masihkah ada, rasa Malu itu di dalam diriku ???==


Malu (salah satu akhlak yang mulia) dan iman merupakan dua hal yang tidak boleh dipisahkan antara satu sama lain, maka apabila salah satunya diangkat (hilang) maka hilanglah yang lain. (HR. Al Hakim dan Ath Thabrani)
"Malu..oh, sungguh aku Malu untuk...."

Semua Manusia normal pasti memiliki & menyadari akan sifat&rasa malu yang ada pada diri nya. Namun, terkadang Ukuran rasa malu seseorang memiliki tingkat pemahaman & pengertian yang berbeda antara seseorang satu dengan seseorang lainnya. Seorang Filsuf kuno Konfusius mengungkapkan bahwa “kesalahan mendasar seseorang adalah mempunyai kesalahan dan tidak sudi memperbaikinya (the real fault is to have faults and not to amend it)."

Digambarkan oleh Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu sifat malu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam lbh pemalu daripada seorang gadis dalam pingitannya. Bila beliau tidak menyukai sesuatu kami bisa mengetahui pada wajah beliau.” Di lain hal, dikisahkan pula dalam sejarah bahwa Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu adalah seorang sahabat yang terkenal memiliki sifat pemalu hingga Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun malu pula kepadanya.

Seperti diketahui, budaya malu (shame culture) identik dengan ciri, sikap dan sifat dari Bangsa Timur (Asia).
Salah satu contoh teladan Negara yang memiliki budaya malu diantara sejumlah negara-negara yang ada saat ini adalah Negara Jepang. Seperti diketahui, budaya leluhur dan turun-temurun rasa malu kerap melekat dibudaya jepang. Dahulu, setiap kali seseorang warga Jepang membuat kesalahan fatal, karena malu menggugat diri, mereka melakukan meditasi dan kemudian memperbaiki diri atau mengundurkan diri, bahkan ada pula yang sampai ekstrem hingga harakiri (bunuh diri), karena rasa malu. Fenomena Harakiri (bunuh diri dengan menusukkan pisau ke perut) menjadi ritual sejak era samurai, yaitu ketika mereka kalah dan pertempuran. Kini, di Era serba Teknologi, Komunikasi & Informasi (Globalisasi), fenomena tersebut lambat laun berubah ke fenomena “mengundurkan diri” bagi para pejabat (menteri, politikus, dsb) yang terlibat masalah korupsi atau merasa lalai (Keliru, ceroboh) serta gagal menjalankan tugasnya.
Betapa budaya malu bangsa Jepang amat tinggi sehingga jika kita melihatnya sebagai ciri bangsa yang taat, patuh, tunduk terhadap aturan hukum dan norma yang berlaku di sosial dan masyarakat hingga terbentuk sikap disiplin yang tinggi.
Dikarenakan budaya malu, orang Jepang lebih senang memilih jalan memutar daripada mengganggu pengemudi di belakangnya dengan memotong jalur di tengah jalan.
Dikarenakan budaya malu, orang Jepang secara otomatis langsung membentuk antrian dalam setiap keadaan yang membutuhkan semisal pembelian tiket kereta, tiket masuk ke stadion (menyaksikan) pertandingan olahraga (sepak bola etc), begitupun kala antrian di halte bus, bahkan untuk memakai toilet umum di stasiun-stasiun, mereka (masyarakat jepang) pun berjajar rapi menunggu giliran.
Mereka malu terhadap lingkungannya apabila mereka melanggar peraturan ataupun norma yang sudah menjadi kesepakatan umum.Bahkan baru-baru ini Bangsa Jepang yang saat beberapa waktu lalu mengalami musibah bencana Gempa Tsunami terjadi tidak membuat budaya tertib itu hilang dari Bangsa Jepang. Betapa tidak, baru-baru ini dunia dibuat decak kagum dengan mentalitas masyarakat jepang. Disaat terjadi Gempa dan tsunami yang demikian dasyat dan mematikan, mereka tetap mengantri dengan tertib di supermarket untuk membeli kebutuhan pasca gempa dan tsunami terjadi. Bukan hanya di supermarket saja, bahkan ketertiban masyarakat negeri sakura itu terlihat di tengah kemacetan lalulintas ketika tsunami baru saja terjadi. Antrian tertib sangat terlihat dengan jelas (terang wartawan yang meliput) mereka berupaya tenang walau kemacetan sudah merajalela, apalagi ketika lampu jalan berubah menjadi hijau (sebelum kota mati lampu semua) pengemudi tidak saling serobot, namun bergerak cepat teratur walau hanya berlaku satu baris mobil saja yang dapat lewat..Hal lain dapat kita lihat ketika Pemerintah Jepang mengevakuasi warganya ke dalam bis saat Tsunami lalu. Mereka sama sekali tidak ada yang menyerobot lebih dahulu naik kedalam bus tersebut, tertib dan mau antri. Hal tersebut terlihat nyata dalam tayangan stasiun televisi lokal Jepang, TBStv, ribuan warga yang berkumpul di utara Stasiun Shibuya, Tokyo, sedang mengantre dengan tertib untuk masuk ke dalam bis yang telah disediakan.
Di tingkat birokrasi, dikisahkan Menteri Luar Negeri Jepang, Seiji Maehara, mengundurkan diri dari jabatannya. Setelah Maehara terbukti menerima donasi dari warga Korea Selatan yang bermukim di Tokyo yang total nilai donasinya hanya 250.000 Yen (sekitar Rp 25 juta). Padahal, uang tersebut tidak sepeserpun digunakan untuk pribadi Maehara, namun sebagai dana sumbangan partai politiknya, atau Partai Demokrat Jepang (DPJ). Entah dikarenakan tidak tahu atau kurang teliti, tenyata pemberian itu melanggar UU Partai Politik di Jepang yang tidak boleh menerima sumbangan dari bukan warga negara. Meski jumlahnya tidak besar, hanya Rp 25 juta, Maehara tetap dianggap melanggar. Karena berbuat lalai dan salah, maka dengan jiwa ksatria pun beliau (Seiji Maehara/Menlu Jepang) akhirnya mengundurkan diri dari jabatannya.
Di satu sisi, mundur adalah wujud pertanggungjawaban dan moral. Namun di sisi lain, pengunduran diri ternyata berulang kali terjadi di Jepang, Sebelum Maehara, Menteri Kehakiman Yanagida mengundurkan diri bulan November 2010 karena merasa bersalah atas komentarnya yang tidak pantas di Parlemen. Bulan Juni 2010, Menteri Jasa Keuangan Kamei mundur akibat proses parlemen yang menurutnya tidak masuk akal. Di tahun 2009, ada sekitar 4 orang menteri yang mengundurkan diri karena berbagai alasan. Mereka mundur karena merasa tidak mampu memimpin Jepang, ataupun tidak sanggup memenuhi janji politiknya. Berulangkalinya pejabat Jepang mundur ini mengakibatkan ongkos politik menjadi begitu mahal dan Jepang terus terbelit dalam masalah ekonomi yang tidak kunjung usai. Fenomena mundur dalam jabatan bukanlah sebuah hal yang asing dan tabu. Sebagai informasi, Perdana Menteri Naoto Kan, yang saat ini menjabat Perdana Menteri Jepang merupakan Perdana Menteri Jepang yang kelima dalam lima tahun terakhir belakangan ini. Rata-rata PM Jepang hanya mampu bertahan antara 200 hingga 300 hari.

Kisah karena budaya malu dengan wujud mundur dari jabatan tercermin juga pada Menteri Pertahanan Jerman Karl-Theodor Freiherr zu Guttenberg yang mengundurkan diri karena terbukti melakukan plagiat dalam disertasinya untuk memperoleh gelar doktor. Salah Satu kandidat bakal calon Kanselir Jerman ini (Guttenberg) mundur bukan hanya karena disertasinya, tetapi juga karena isu itu mengganggu kinerjanya sebagai Menteri Pertahanan. Dalam suatu kesempatan, beliau mengungkapkan: Ketika saya menjadi pusat perhatian dan harus mendukung prajurit yang merupakan tanggungjawab saya, maka saya tidak dapat membenarkan diri untuk tetap berada di kantor.Ujarnya (Sumber:CNN; Tempo Interaktif, 1 Maret 2011)

Malu takut berbuat dosa karena..
karena Alloh SWT ,
karena Amanah,
karena Jabatan,
karena tanggung jawab memimpin

Budaya MALU yang terjadi di Era Masa ke Khalifahan terdahulu

Dikisahkan pada suatu hari, Khalifah Umar bin Khattab r.a membutuhkan uang untuk keperluan pribadi. ia menghubungi Abdurrahman bin 'Auf, sahabat yang tergolong kaya, untuk meminjam uang 400 dirham. Abdurrahman bertanya, "mengapa engkau meminjam dari saya? Bukankah kunci baitul maal (kas negara) ada di tanganmu? mengapa engkau tidak meminjam dari sana?" Umar r.a menjawab, Aku tidak mau meminjam dari baitul maal. Aku takut pada saat maut merenggutku, engkau dan segenap kaum muslimin menuduhku sebagai pemakai uang baitul maal. Dan kalau hal itu terjadi, di akhirat amal kebajikanku pasti dikurangi. Sedangkan kalau aku meminjam dari engkau, jika aku meninggal sebelum aku melunasinya, engkau dapat menagih utangku dari ahli warisku."

Dikisahkan, di hari pertama tugasnya setelah diangkat menjadi Khalifah, Umar Bin Abdul aziz memanggil istrinya Fatimah, seraya berkata “ Wahai istriku, aku telah diberi amanah untuk memimpin umat. Aku sangat takut durhaka terhadap Tuhanku, akibat menyalah gunakan harta Negara yang telah diamanahkan kepadaku, atau lalai dalam kepemimpinanku. Untuk itulah, tugas menjadi Khalifah ini sangat berat dan membebaniku.” Khalifah lantas memberikan kebebasan istrinya untuk memilih, apakah tetap menjadi istri Khalifah dengan resiko menanggung pekerjaan yang berat dengan penghasilan pas-pasan. Dan, ditambah lagi dengan berkurangnya perhatian terhadap dirinya dan anak-anaknya. Atau, memilih masa depannya sendiri dengan segala konsekuensi ( Cerai ). Fatimah ternyata memilih tetap setia mendampingi suaminya dengan segala kesederhanaannya.

Dikisahkan pula dalam suatu kesempatan, suatu waktu ada seseorang keluarga Khalifah yang datang kerumah Umar Bin Abdul aziz pada malam hari. Beliau pun berkata “Ada keperluan apa kamu datang kepadaku wahai saudaraku ? Adakah keperluanmu sebagai urusan pribadi atau menyangkut kepentingan Negara ? “ lantas si fulan menjawab singkat, “ Aku datang untuk urusan pribadi wahai saudaraku. “
Demi mendengar jawaban si fulan, Umar buru-buru mematikan lampu pelita yang sinarnya juga tidak seberapa terang. Suasana yang semula agak terang menjadi gelap gulita. Si fulan kaget, lantas bertanya, “ Wahai Umar, kenapa pelitanya engkau matikan ? “ Umar lantas terdiam kemudian berbicara, “ Wahai fulan, bukankah engkau datang untuk keperluan pribadi tak ada kaitannya dengan Negara? Sedangkan lampu minyak ini dibiayai oleh Negara, aku tidak ingin menyalahgunakan kekayaan Negara demi kepentingan pribadi, maka lampunya aku matikan. “
Lain hari, Khalifah Umar bin Abdul Aziz mengadakan rapat pejabat di rumahnya. Dalam acara itu, kepada para tamu yang hadir dihidangkan aneka buah. Putri Umar yang masih kecil tampaknya tergiur pada buah apel yang dihidangkan. Dia merengek kepada si ibu agar diambilkan satu. Si ibu menolak, si anak makin tersedu. Si ibu melarang dengan cara manis, tapi si kecil malah menangis. Akhirnya, si ibu, istri Khalifah Umar, dengan sangat berat hati mengambil sebuah apel untuk menghentikan tangis putri kecilnya. Kala itulah sang Khalifah segera merebut kembali buah apel itu seraya berkata “ Wahai istriku, apakah kau akan mengambil harta Negara untuk kepentingan keluargamu? Demi Allah janganlah engkau berikan api neraka ini kepada putrimu! “. Di saat menjelang kematiannya, ia berkata kepada anak-anaknya “ Aku tidak mempunyai harta berlimpah untuk diwariskan“ dan sebelas anak Umar hanya mendapat warisan, masing-masing sebesar, tiga perempat dinar. Walaupun tidak mendapat warisan yang besar, namun tidak ada satupun anak Umar bin Aziz yang tidak sukses, mereka semua memiliki harta yang berlimpah. Bahkan salah seorang anaknya, sanggup menyediakan biaya dari harta pribadinya untuk seratus ribu pasukan berkuda, sekaligus kudanya, dalam sebuah perang fi sabilillah. Itu semua adalah berkah dari kesabaran ayah yang sholeh.
***
Terdapat 99 bahagian tarikan pada wanita berbanding lelaki, lalu Allah karuniakan ke atas mereka sifat malu.(HR.Baihaqi)

Rasulullah SAW bersabda :
“Keadilan itu baik, akan tetapi lebih baik kalau berada pada umarak (pejabat pemerintahan). Kedermawanan itu baik, akan lebih baik jika ada pada orang-orang yang mampu (hartawan). Hemat cermat itu sangat baik, akan tetapi lebih baik kalau cermat itu berada pada orang berilmu. Kesabaran itu baik, namun akan lebih baik kalau ada pada orang miskin. Tobat (meninggalkan dosa itu baik), tetapi akan lebih baik kalau ada pada pemuda. Malu itu baik, tetapi akan lebih baik kalau ada pada perempuan”. (HR. Dailami dari Umar bin Khattab).

Semua yang dimulai dengan rasa marah, akan berakhir dengan rasa malu. (Benjamin Franklin)

"Jika Anda tidak pernah ketakutan, malu atau terluka, itu berarti Anda tak pernah mengambil risiko.” (Julia Soul, aktris kelahiran Singapura)

Apabila di dalam diri seseorang masih ada rasa malu dan takut untuk berbuat suatu kebaikan, maka jaminan bagi orang tersebut adalah tidak akan bertemunya ia dengan kemajuan selangkahpun. (Bung Karno)

Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda, “Iman itu memiliki tujuh puluh cabang (riwayat lain tujuh puluh tujuh cabang) dan yang paling utama ialah Laa ilaaha illa Allah, dan yang terendah ialah mebuang duri dari jalan. Dan malu juga merupakan salah satu cabang iman.” (Ashhabus Sittah).

al Haya' ( Rasa malu) tidak datang kecuali dengan kebaikan

Haya'` termasuk bagian dari iman dan iman (balasannya) di surga. Dan ucapan cabul/jorok termasuk sifat tidak sopan dan tidak sopan itu di neraka." (Shahih Sunan Ibnu Majah 2/406, hadits no. 3373/4184)
"Sesungguhnya bagi setiap agama ada akhlak dan akhlak Islam adalah sifat haya'` (Shahih Sunan Ibnu Majah 2/406, hadits no. 3370/4181)

"Sesungguhnya sebagian dari yang ditemukan manusia dari ucapan para nabi terdahulu: 'Apabila engkau tidak merasa malu maka lakukanlah apa yang engkau kehendaki." (Shahih al-Bukhari, kitab adab, bab ke 78, hadits no.6120 (Fath 10/523)
“Jika Allah hendak menghancurkan suatu kaum (negeri), maka terlebih dahulu dilepaskannya rasa malu dari kaum itu.” (HR. Bukhari Muslim)


http://www.facebook.com/notes/renungan-n-kisah-inspiratif/masihkah-ada-rasa-malu-itu-di-dalam-diriku-/10150203372166042