Mengenai Saya

Foto saya
Malang, East Java, Indonesia
Uhibbuka Fillah...

Laman

Sabtu, 16 April 2011

@}~~ Cemburu, Siapa Takut?? ~~{@


Cemburu. Seringkali kata ini dianggap sebagai kambing hitam terkoyaknya hubungan suami istri. Percayalah, tidak selamanya asumsi itu benar. Sebab cikal-bakal cinta sejati, berdirinya rumah-tangga yang kokoh, lahirnya juga dari sifat cemburu.

Cemburu itu bumbu cinta. Bumbu yang akan lebih menyedapkan romantika dalam bercinta. Rasulullah mencela seorang suami yang tidak mempunyai rasa cemburu. Atau sebaliknya isteri yang bukan pencemburu. Istilahnya dayyus.

Alkisah, Aisyah pernah cemburu lantaran Rosul berulang-ulang menyebut kebaikan Khadijah binti Khuwailid, isteri pertama beliau saw. "Rasulullah jika mengingat Khadijah, tak bosan-bosannya memuji dan beristighfar untuknya. Hingga pada suatu hari beliau menyebut-nyebutnya yang membuatku terbawa oleh rasa cemburu. Aku berkata, 'Allah telah menggantikan yang lanjut usia itu bagimu.' Aku saksikan beliau sangat marah.Aku sangat menyesal sambil berdoa dalam hati: Ya Allah, jika Engkau hilangkan kemarahan RasulMu terhadapku, aku tak akan lagi menyebutkan kejelekannya," kisah Aisyah.

Masih dari kisah yang sama, disebutkan Rosul marah mendengar ucapan istrinya yang masih belia dan rupawan itu, seraya berkata, "Apa yang kau katakan? Demi Allah, ia beriman ketika orang-orang mendustakan aku. Ia melindungi ketika orang-orang menolakku. Darinya aku dikaruniai anak-anak dan tidak aku dapatkan dari kalian."

Melihat reaksi suaminya, jelas Aisyah terpagut. Ia tak menyangka Rasul sekeras itu menanggapi perkataannya. Sebuah ekspresi kecintaan luar biasa Nabi pada Khadijah, yang kian membakar tungku kecemburuan Aisyah. Khadijah ra, umul mukminin berakhlaq agung, memang patut mendapat cinta Nabi. Tapi justru kecemburuan itu yang akhirnya memicu Aisyah berazam kuat untuk menapaki jejak sukses Khadijah merebut cinta agung Rosulullah saw.

Cemburu, selain ia sebagai indikator fenomena fitrah insaniyah, sikap itu memang sesuatu yang disunahkan Nabi. Dalam makna lebih luas, kelangsungan ekosistem fitrah alam pun sesungguhnya juga terkait erat dengan sifat cemburu.

Kita tidak bisa membayangkan, apa yang bakal terjadi pada dunia manusia bila mereka tak lagi memiliki rasa cemburu.Dalam etika pergaulan pasangan suami istri, jelas ia wajib ada. Suami yang tak pernah cemburu melihat istrinya keluyuran malam hari sendirian misalnya. Atau cuek melihat istrinya pindah dari pangkuan satu lelaki ke pangkuan lelaki lain. Jelas ini merupakan fenomena rusaknya fitrah seorang insan.

Hilangnya perasaan cemburu dari diri manusia tak lain lantaran, manusia terus-menerus memperturutkan hawa nafsunya. Alquran mengisyaratkan hal itu. "Maka datanglah sesudah mereka pengganti (yang buruk) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya. Maka kelak mereka akan menemui kesesatan." (QS 19:59)

Padahal turunan dari perilaku selalu memperturutkan hawa nafsu, adalah tercampaknya rasa malu dari dalam diri manusia. Itulah yang kini terjadi dalam pergaulan masyarakat Barat yang telah rusak. Ironinya, radiasi kerusakan itu telah merambah luas ke masyarakat Indonesia, khususnya kalangan muda-mudi. Kata Nabi, "Kalau engkau sudah tidak punya rasa malu, maka lakukan apa saja sesukamu."

Dalam tinjauan aqidah, malu dan iman merupakan dua sisi mata uang yang tak terpisah. Sebuah hadist mengatakan, "Dari Imron bin Hushoin ra berkata: Rasulullah saw bersabda, malu itu tidak menimbulkan sesuatu kecuali kebaikan samata." (HR Bukhori-Muslim)

Di hadist lainnya diriwayatkan, "Abu Hurairoh ra berkata: Rasulullah saw bersabda, 'Iman itu lebih dari 70 atau lebih dari 60 cabang rantingnya, yang terutamanya adalah kalimat Laa Ilaha Illallah. Serendah-rendahnya yaitu menyingkirkan gangguan dari tengah jalan. Dan rasa malu adalah bagian dari iman."

Yang pasti, malu adalah batas pembeda yang tegas antara manusia dengan binatang. Wajar binatang tidak punya rasa malu, karena ia tidak dikaruniai Allah swt nalar dan perasaan. Tapi jangan lupa binatang masih punya rasa cemburu. Lihatlah betapa kuatnya cemburu seekor merpati jantan pada pasangannya. Ia akan marah bila pasangannya direbut rekannya. Kalau demikian, apa yang kita bisa katakan pada manusia yang tidak lagi memiliki rasa cemburu dan malu?

Dari sini kita tau kenapa Alquran begitu sarkas mengecam manusia-manusia yang telah menjadi budak nafsu. "Ulaika kal an'am, balhum adhol" - "Mereka bagaikan binatang ternak, bahkan lebih hina lagi". Bukankah di dunia ayam misalnya, tak pernah terjadi ayam jantan dewasa memperkosa anak ayam perempuan? Bukankah tak pernah terjadi perilaku homo atau lesbi dalam dunia kerbau atau keledai?

Jika demikian kita boleh tarik satu konklusi, cemburu-malu-iman, pada hakikatnya berada pada satu garis linear. Sesungguhnyalah ketiga unsur itu menjadi satu senyawa yang menimbulkan gairah hidup manusia untuk memelihara kehormatan dan meningkatkan amaliahnya.

Kecemburuan Aisyah pun akhirnya berujung pada tekad kuatnya untuk meningkatkan kuantitas maupun kualitas amalnya. Sebab Aisyah menyadari bahwa hanya dengan modal cantik jasmani semata, ia tak mungkin mampu merebut cinta agung Rasulullah. Ia harus mempercantik bathinnya, mempercantik akhlaknya, mempercantik amalnya, dan mempercantik lisannya. Ini sebuah kecemburuan positif dan konstruktif.

Seharusnyalah para istri maupun suami harus cemburu ketika ia tak mendapatkan perhatian dan cinta dari pasangannya. Kalau terjadi kasus demikian, jangan dulu kalap dan menyalahkan pasangannya. Cobalah lakukan evaluasi dan kontemplasi. Jangan-jangan pemicunya adalah, lantaran keadaan masing-masing dalam kondisi stagnan. Tidak pernah ada peningkatan kualitas fisik, kualitas amal, apalagi kualitas akhlak dalam berumah tangga (misalnya berkomunikasi secara mesra) pada masing-masing pihak.

Adalah keliru cemburu dibalas oleh dendam, yakni dengan cara mempertontonkan perilaku urakan dan tercela. Misalnya marah-marah lalu menggaet perempuan/laki-laki lain dan mempertontonkannya secara demonstratif di depan pasangannya. Na'udzubillah min dzalik. Inilah yang terjadi pada dunia Barat saat ini, yang telah penuh sesak dengan kasus-kasus perselingkuhan. Berapa ratus bahkan ribu rumah-tangga yang broken home. Kemudian dari situ lahir generasi-generasi yang secara turun temurun mengukuhkan tradisi bejad: seks bebas.

Cemburu itu bumbu cinta. Karena itu jadikan dia sebagai penyedap sekaligus pemacu semangat mengubah diri ke arah positif dan konstruktif. Tapi hati-hati cemburu bisa jadi petaka, kalau masing-masing pihak tidak pernah merujukkan persoalannya pada rambu-rambu iman dan akhlaq.


http://www.facebook.com/notes/renungan-n-kisah-inspiratif/-cemburu-siapa-takut-/10150214065516042

~..~ KETIKA CINTA BERGANTI DENGAN SEBUAH KE IKHLASAN ~..~


Ikhlas memang sangat mudah untuk diucapkan tapi sangat sulit untuk dijalanin. Karena itu membutuhkan proses yang panjang sehingga bisa membimbing kita pada sebuah keikhlasan.


Ketika cintaku terbentur dengan restu orang tua, dengan ketidakmampuan ku dan ketika aku harus menerima kenyataan orang yang aku sayangi menikah dengan orang lain. Ketika rencana hanyalah tinggal sebuah rencana yang tidak terwujud. Tidak mudah untuk menerima kenyataan itu bahkan mungkin sangat sulit untuk aku terima. Hari demi hari aku lewati dengan air mata dan kesedihan. Di kesunyian dan keheningan malam aku menangis di hadapanNYA bukan untuk menyesali apa yang terjadi padaku tapi menyesal kenapa aku belum bisa menjadi hambaNYA yang ikhlas menerima kenyataan ini.

Tapi itulah hidup. Adakalanya kita harus mengalami sesuatu yang pahit. Apapun yang terjadi itulah yang terbaik buat aku meski aku harus sedih, kecewa dan merasa diperlakukan tidak adil.

Aku hanya berusaha untuk ridha dengan semua ketentuan yang telah digariskan oleh ALLAH. Menerima apapun yang terjadi bukan berarti tidak berusaha untuk meraih sesuatu yang lebih baik. Tapi berusaha untuk ikhlas dan menyerahkan semua ini kepadaNYA akan menenangkan hati yang gelisah. Karena dibalik kejadian ini pasti ada hikmahnya dan Insya ALLAH bisa membimbing aku untuk menjadi seseorang yang kuat, sabar dan ikhlas dalam menjalani hidup.

Ketika kita ikhlas dan bersyukur dengan semua yang diberikan ALLAH akan memberikan ketenangan yang luar biasa di hati kita. Sesungguhnya bersama kesulitan pasti ada kemudahan dan DIA akan memberikan jalan yang terbaik. Yakin bahwa rencana ALLAH itu lebih indah.


Buat sahabat2ku yang lagi sedih, harus tetap semangat karena ALLAH sayang kepada hambaNYA yang kuat dalam menjalani ujian dariNYA. Karena sebenarnya begitu banyak anugerah dan nikmat yang diberikan olehNYA yang harus kita syukuri. Selalu berprasangka baik kepadaNYA dan bersyukur ALLAH masih memberikan ujian kepada kita, itu berarti kita termasuk orang2 yang masih diperhatikan olehNYA ALLAH selalu memberikan sesuatu yang kita butuhkan bukan sesuatu yang kita inginkan. Karena DIA lebih tahu mana yang terbaik buat hambaNYA.

Ikhlas, sabar dan bersyukur adalah 3 kunci orang hidup. Tidak mudah bahkan mungkin sangat sulit. Tapi tidak ada yang tidak mungkin jika kita mau berusaha dan mencoba untuk menjalaninya dalam kehidupan kita.

Terima Kasih Yaa ALLAH untuk kasih sayang, kekuatan dan semua yang sudah Engkau berikan kepadaku. Berikan petunjuk dan bimbinganMu kepadaku seperti yang telah Engkau berikan kepada hamba2Mu yang Engkau sayangi. Ijinkanlah aku untuk menghabiskan sisa umurku untuk lebih dekat dan mencintaiMu.

" Sahabatku, Jangan Kau Nanti lagi kehadiranku, bukan berarti aku tidak mencintaimu, sungguh aku sangat mencintaimu walaupun tidak pernah ku ungkapkan langsung padamu, biarkanlah ALLAH menjalankan skenarionya, dan kita hanya menjalankan skenario dari-Nya itu, maafkan aku yang mungkin telah membuat dirimu menaruh harap, walau tidak pernah terucap dibibirku, karena kau memang sahabat sejatiku, teman berbagi cerita, selamat berpisah, doakan aku sahabat agar tetap istiqomah di jalan-Nya, dan aku akan selalu mengenangmu"


http://www.facebook.com/notes/renungan-n-kisah-inspiratif/-ketika-cinta-berganti-dengan-sebuah-ke-ikhlasan-/10150213535001042

Mencari Ketenangan di Kesunyian Malam


Setiap orang akan berbeda dalam menyikapi berbagai gejolak hidupnya. Menyikapi hidup terkadang gampang-gampang susah. Gampang untuk bicara, susah untuk dijalankan. Adakalanya kita bisa berpikiran jernih sehingga semuanya nampak indah, dan adakalanya hati kita dalam keadaan  gelap sehingga keluh kesah pun tak dapat dihindari.  Keluh kesah dan ketenangan silih berganti menyelimuti perjalanan hidup kita. Dan semuanya sudah menjadi hukum Allah bahwa kehidupan ini memang selalu berputar dan berpasang-pasangan, yang menjadikannya sebagai ujian, pelajaran, cobaan dan peringatan bagi orang-orang yang berpikir.


Manusia dengan perbedaan cara pandangnya, selalu menanti kehadiran masa-masa yang tenang sehingga bisa menjadikannya sebagai sebuah kebahagiaan yang dalam. Masa-masa yang tenang ini akan sangat berdampak pada penjernihan akal dan pikiran manusia.  Tetapi tidak sedikit pula manusia yang dapat merasakan ketenangan hati dengan tidak terpengaruh tempat dan waktu.  Bagi mereka, suasana ramai maupun sepi, malam ataupun siang, semuanya sama karena sudah terpancar sinar ketenangan dalam hatinya. Sungguh beruntung orang yang seperti itu.


Lain dengan mereka, lain pula dengan diriku. Aku termasuk orang yang sangat menikmati kesunyian malam. Bagiku, suasana malam menjelang pagi adalah masa-masa yang selalu indah untuk aku nikmati, sungguh suasana yang sangat menenggelamkan segala kegelisahan dan kekacauan pikiranku. Teringat akan masa lalu yang penuh kebahagiaan bersama orangtua dan saudara kandungku, teringat akan masa kecilku saat bermain bersama sahabat-sahabatku, teringat masa penuh keceriaan bersama kawan-kawanku semasa sekolah. Terkadang semuanya membuat hati larut dalam kerinduan yang dalam.

Aku semakin percaya bahwa memang benar Allah memuliakan sepertiga malam terakhir bagi orang-orang yang hendak beribadah kepada-Nya. Saat itulah diri kita merasa sendirian kecuali Sang Khalik yang selalu terjaga dan menemani kita. Saat itulah diri kita merasa bukanlah apa-apa, terlalu kecil diri kita dihadapan Allah tetapi akan menjadi mulia bila kita mampu bertaqwa dengan sebenar-benarnya taqwa. Ketenangan dan kedamaian hatiku terasa memuncak manakala aku mendapatkan sepertiga malam yang penuh keberkahan dan ampunan-Nya. Tiada waktu yang paling indah bagiku kecuali di sepertiga malam terakhir itu.


Dan alangkah beruntungnya jika kita bisa memanfaatkan sepertiga malam itu untuk melakukan ibadah kepada Allah yang telah menciptakan kita, memohon ampunan-Nya serta mensyukuri atas segala karunia-Nya. Akan tetapi segala sesuatu yang berkaitan dengan ibadah, tentunya tidak akan pernah terlepas dari godaan syaitan laknatullah. Mereka menggoda manusia untuk malas bangun malam, mereka lebih menyukai manusia yang tertidur lelap dengan mimpi indahnya, mereka senang bila manusia tertidur pulas dengan selimut hangatnya. Itulah tipu daya syaitan laknatullah agar manusia tidak mengambil keuntungan besar dari sepertiga malamnya.


Segala kondisi adalah tantangan dan setiap masa adalah cobaan, namun di balik itu terdapat hikmah yang besar untuk orang-orang yang berpikir. Berpikir untuk menjawab semua tantangan, berpikir untuk teguh dalam menghadapi cobaan. Namun bagiku kesunyian malam tetaplah sebuah ketenangan yang sesungguhnya, penuh hikmah dan pahala. Lain orang lain pula cara mencari ketenangannya, dan aku selalu berharap mendapatkan ketenangan di kesunyian malam yang berujung kebahagiaan di panasnya siang.


http://www.facebook.com/notes/renungan-n-kisah-inspiratif/mencari-ketenangan-di-kesunyian-malam/10150207946951042

Cinta Kasihmu Selalu Dalam Jiwaku


“Adalah suatu kebahagiaan dan keberuntungan ketika seorang anak dapat setiap saat bertemu dan berkumpul dengan orang tua tercinta. Dan adalah sebuah ujian dan pengorbanan ketika seorang anak harus rela terpisah dengan orang tua tercinta demi masa depan dan kehidupannya yang lebih baik. Namun semuanya adalah suatu ketetapan serta kehendak-Nya yang harus kita jalani dengan penuh sabar dan ikhlas. Semuanya akan terasa indah jika saja cinta dan kasih sayang tertancap kuat dalam hati serta jiwa kita. Semuanya akan bisa kita nikmati dan syukuri selama kita meyakini bahwa Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan kemampuannya, Dan apapun serta bagaimanapun jalan hidup kita, sesungguhnya itulah yang terbaik bagi kita di sisi Allah.”
Wahai Ayahandaku tercinta.….Wahai Ibundaku tercinta…..
Semoga Engkau senantiasa ada dalam kesehatan, keselamatan, keberkahan serta kedamaian hidup. Semoga Engkau senantiasa Allah berikan perlindungan dan kemudahan dalam setiap langkah kehidupanmu serta dalam setiap hembusan nafasmu. Semoga Engkau menjadi hamba-hamba pilihan-Nya dan termasuk ke dalam golongan orang-orang yang beruntung baik di dunia terlebih di akhirat nanti…Amin Yaa Robbal Alamin.


Wahai Ayahandaku tersayang.….Wahai Ibundaku tersayang…..
Inilah putramu yang telah Engkau besarkan dengan penuh kesusahan lagi kepayahan. Inilah putramu yang telah membuat Engkau banyak berkeringat demi masa depan buah hatimu. Inilah putramu yang senantiasa merepotkan serta membebani hidupmu semenjak kecil. Inilah putramu yang senantiasa mendorong Engkau untuk bekerja siang malam demi menafkahi serta menyekolahkan anak-anakmu. Dan Engkau pun kini telah melihat putramu telah tumbuh dewasa dan semoga selalu ada dalam pengharapanmu.


Wahai Ayahandaku tercinta…..Wahai Ibundaku tercinta…..
Putramu akan senantiasa mengenang setiap jengkal langkah pengorbananmu yang ikhlas. Putramu akan senantiasa mengingat belaian kasih sayangmu yang tulus. Putramu akan senantiasa berusaha menjalankan pesan yang Engkau amanahkan serta tanamkan pada buah hatimu. Putramu akan senantiasa berusaha untuk tetap menjadi permata hati yang membahagiakan serta membanggakan hidupmu. Putramu akan senantiasa berusaha melakukan apapun yang membuat hati serta pikiranmu merasa damai lagi tentram. Dan hingga kini pun putramu senantiasa mengharapkan kucuran do’a serta restumu.

Wahai Ayahandaku tersayang…..Wahai Ibundaku tersayang…..
Hingga kini putramu belum bisa mengabdi dan berbakti sebagaimana yang telah Tuhan ajarkan. Hingga kini putramu belum mampu membalas budi atas segala kasih sayangmu yang tulus terhadap hidupku. Hingga kini putramu belum mampu memberikan sesuatu yang terbaik bagimu. Hingga kini putramu belum mampu menempatkanmu pada kondisi yang semestinya putramu usahakan. Hingga kini putramu belum bisa menyempatkan diri untuk melepas kerinduan lebih lama bersama keluarga tercinta. Dan mungkin hanya waktu serta atas Kuasa-Nya pula lah yang dapat membuktikan bahwa betapa putramu sangat mencintai serta menyayangimu.


Wahai Ayahandaku tercinta…..Wahai Ibundaku tercinta…..
Dulu putramu merasa nyaman dan tentram tatkala berada di sampingmu dan walaupun kini putramu berada jauh darimu, namun putramu tetap merasakan ketenangan karena Engkau selalu ada dalam hatiku. Dulu putramu sangat bahagia tatkala Engkau memanjakanku dan hingga kini pun putramu senantiasa berharap Engkau akan memanjakanku dengan kasih sayangmu. Dulu putramu sangat gembira tatkala Engkau bawakan ke hadapanku beberapa hadiah dan hingga kini pun putramu senantiasa mengharapkan Engkau membawa hadiah bagi putramu dalam do’a, ridha serta restumu.


Wahai Ayahandaku tersayang…..Wahai Ibundaku tersayang…..
Ketika wajahmu tersenyum manis, putramu sungguh merasakan adanya keteduhan dan kehangatan dalam pandanganmu. Ketika lantunan suaramu terdengar, telingaku merasakan selalu ada kebaikan dalam lisanmu. Ketika perintah isyaratmu keluar, hatiku merasakan adanya kelembutan dalam perilakumu. Ketika Engkau mengajariku, pikiranku dapat merasakan ada ketegasan dalam bijakmu. Dan putramu akan senantiasa berusaha mengabarkan apa yang telah Engkau ajarkan pada diriku, untuk mengajarkan kembali kepada putra putriku kelak.


Wahai Ayahandaku tercinta…..Wahai Ibundaku tercinta…..
Walaupun kini putramu tinggal dan berada jauh dari kehidupanmu, namun percayalah hatiku sangatlah dekat denganmu. Walaupun kini putramu tidak dapat melihat Engkau setiap hari, namun yakinlah bahwa wajahmu selalu terbayang dalam pikiranku. Walaupun kini putramu tidak merasakan belai kasihmu secara langsung, namun putramu percaya bahwa Engkau tetaplah seperti yang dulu. Walaupun kini putramu tidak mendengar suaramu setiap saat, namun lisanmu selalu terngiang di telingaku. Walaupun kini putramu tidak mendapatkan pelajaran hidup berharga karena jarak memisahkan kita, namun pelajaran dan pengalaman hidupmu sesungguhnya telah tertanam dalam jiwaku. Dan putramu senantiasa berharap dan terus berdo’a semoga Sang Khalik akan mengumpulkan kita di Surga-Nya kelak, Amin.


Wahai Ayahandaku tersayang…..Wahai Ibundaku tersayang…..
Kini putramu sedang berusaha mewujudkan impian serta harapanmu. Kini putramu dapat mandiri berkat do’a serta restumu. Kini putramu dapat hidup layak seperti orang lain berkat pelajaran serta bimbinganmu. Kini putramu dapat menemukan jati diri sesungguhnya berkat arahan serta binaanmu. Kini putramu senantiasa berusaha untuk menjadi insan yang lebih berguna bagi sesama. Dan andai saja Engkau saat ini ada di sampingku, ingin rasanya putramu memeluk erat dirimu dengan penuh cinta kasih.


Wahai Ayahandaku tercinta…..Wahai Ibundaku tercinta…..
Putramu mengajak Engkau dengan penuh kerendahan hati dan dengan tidak mengurangi rasa hormatku padamu, marilah kita senantiasa bersyukur atas segala nikmat serta karunia yang telah Sang Khalik augerahkan kepada kita semua. Tanpa Kuasa-Nya, kita semua tidaklah akan menjadi apa-apa dan tanpa Rahmat-Nya, kita semua tidaklah bisa merasakan nikmatnya hidup serta kehidupan ini.


Wahai Ayahandaku tersayang…..Wahai Ibundaku tersayang…..
Putramu yang kini berada jauh darimu akan selalu merindukanmu. Putramu yang kini tidak berada dihadapanmu akan selalu menyayangimu. Putramu yang kini tidak berada disampingmu akan selalu mencintaimu . Putramu yang selalu ingin engkau sayangi, senantiasa mengharapkan agar engkau selalu ada dalam pengharapanku.

Wahai Ayahandaku tercinta…..Wahai Ibundaku tercinta…..
Semoga Allah senantiasa menjaga serta mengasihimu…semoga Allah senantiasa memberikan kesehatan serta keselamatan bagimu… semoga Allah senantiasa memberikan kemudahan serta keberkahan untukmu…Semoga Allah menjadikanmu sebagai calon penghuni Surga juga menjadi hamba-hamba pilihan-Nya..,semoga Allah menetapkan Engkau termasuk golongan orang-orang yang beruntung, Amin,
“Sesungguhnya do’amu senantiasa kuharapkan, restumu senantiasa kunantikan, ridhamu senantiasa kuinginkan, kasih sayangmu senantiasa kudambakan…wahai Ayahandaku tercinta…wahai Ibundaku tersayang.”


http://www.facebook.com/notes/renungan-n-kisah-inspiratif/cinta-kasihmu-selalu-dalam-jiwaku/10150207976521042

Duhai Maksiat…


*¨*•.¸¸¸¸.•*¨*•♫♥♥♥♥♥♥♫•*¨•*¨*•♫♥♥♥♥♥♥♥♥♥
Duhai Maksiat…
Sungguh Diriku berat
Berlepas dari jerat – jerat
Yang tlah kau ikat trlalu kuat
Pada hati yang tlah brkarat
Pengingkaran pun terasa nikmat
Hingga bergunung dosa tlah ku pahat
Kian terasa, neraka tiada sekat

Duhai Maksiat…
Engkau dan setan terlaknat
Bersahabat berteman dekat
Berserikat menjadi penghianat
Melawan Alloh yang Maha Melihat
Juga Menantang Malaikat yang slalu mencatat

Duhai Maksiat…
Engkau buat pikiranku penat
Hatiku berubah hitam pekat
Jiwaku tersesat, akhlakku bejat
Ragaku meronta menggeliat
Masa depanku suram semburat
Rizkiku kian mampat
Usiaku sia – sia tak bermanfaat
Aku sendiri kehilangan akal sehat

Duhai Maksiat…
Kini aku berhasrat
Asa ku juga sudah bulat
Sbelum mentari terbit di barat
Dan ruh ini diambil malaikat
Aku ingin bertaubat
Kembali menjadi muslim ta’at

Ya, hanya dengan taubat
Hati kan bersih mengkilat
Iman juga akhlak kan memikat
Smua kudapat dalam taubat
Bukan dengan cara diruwat
Bukan pula memohon kepada jimat
Apalagi tirakat di kuburan keramat

Ya, karna taubat adalah obat
Dengan istighfar juga menyesal sebagai syarat
dan diiringi dengan tekad yang kuat
Untuk tak lagi berbuat maksiat
Meskipun terasa pahit dan berat
Kadang dada sesak bak terikat
Kan kulakukan smua dengan ikhlas dan brsmangat
Karna ku tak tahu kapan kiamat
Atau kapan tidur di liang lahat

Kini, ku berharap kepada Alloh yang memberi Rahmat
Agar dosa yang telah tercatat dan tersurat
Dapat diralat tanpa cacat
Menjadi pahala berganda berlipat
Sbelum ajalku mendekat
Atau turun azab nan hebat

Kelak, ku masih berharap diberi manfaat
Mlalui Rasul seluruh ummat
Tentunya Dengan izin Alloh yang Maha Penyelamat
Smogaku mendapat syafa’at

Wahai Sahabat…
Terlebih tuk Ikhwan dan Akhwat
Mari, bersama kita berbuat
Tuk segera bertaubat
Demi hidup bahagia di Akhirat
Sebelum sgalanya terlambat


http://www.facebook.com/notes/renungan-n-kisah-inspiratif/duhai-maksiat/10150213005126042

Akhi.. Ku tunggu pinanganmu..


*¨*•.¸¸¸¸.•*¨*•♫♥♥♥♥♥♥♫•*¨•*¨*•♫♥♥♥♥♥♥♥♥♥
Akhi..
Jangan engkau puja puji kami bila pujianmu hanyalah janji-janji yang tak menentu. Hanya membuatku terlena dan terbuai hingga kami lupa bahwa kita sedang bermaksiat. Kau puji diriku,tapi kau hanya ingin membuatku tersenyum dan makin terbuai rayuanmu. Tidak.. tidak akhi,kami ingin kau puji setelah kau halal bagiku. Maka datangilah waliku akhi..ku tunggu pinanganmu..

Akhi..
Tak akan kami langgar iffah ku dengan ajakan khalwat dari mu.
Engkaupun sebenarnya tau,hal itu hanya akan menimbulkan badai kelabu yang membuat kita tak berdaya karna pihak ketiga yang tak lain syetan yang ada di dekat kita. Maka datangilah waliku akhi..ku tunggu pinanganmu..

Akhi..
Jagalah sikapmu pada kami,maka akankami jaga sikapku padamu,kami lemah akan sanjunganmu. Kecintaan ini ingin kami persembahkan kelak untuk suami,cinta nan kasih ini yang akan kami tuai untuk mencari ke ridhoan suami kelak. Jadi bagaimana mungkin kami mencinta pada hal yang tidak halal bagi kami, tentu Allah tak akan pernah ridho pada kami. Maka datangilah waliku akhi..ku tunggu pinanganmu..

Akhi..
Jilbabku untuk melindungi kehormatan kami,santun kami untuk menjaga iffah . Jangan kau lenakan kami agar kami lepas kehormatan di hadapanmu sebelum engkau halal bagi kami. kami ingin engkau ikut menjaga kehormatan kami dengan menjaga kami,bukan malah membawa pada kenistaan. Agar kau mampu menjaga kami secara utuh,Maka datangilah waliku akhi..ku tunggu pinanganmu..

Akhi..
kami memang tak sesempurna Aisyah dalam kecerdasan nya ataupun Fatimah dengan kelembutannya. Tapi kamiakan berusaha cerdas layaknya Aisyah dalam naunganmu dan kami akan berusaha selembut Fatimah dalam menenangkanmu.Maka datangilah waliku akhi..ku tunggu pinanganmu..

Akhi..
Kau memang tak sehebat Ali ataupun sekuat Umar,tapi kau akan menjadi hebat layaknya Ali ketika kau menjaga kami dalam kelemahan kami dan kau akan sekuat Umar agar kami tidak selalu menjadi tulang yang bengkok. Kami butuh imam yang bisa menjaga ke imanan,bukan yang mebawa kami pada jurang maksiat. Maka datangilah waliku akhi..ku tunggu pinanganmu..

Sungguh,kami memang tidak mampu menahan kala kami jatuh hati,tapi kami tak akan mengobral pesona kami hanya karna cinta yang menuntut nafsu pada keramahan syetan pada kami. Bukanlah jatuh cinta bila kau ajak kami pada kemaksiatan. Bila kau memang jatuh cinta pada kami,jangan kau bebankan deritamu pada hati yang akan memuntutmu untuk berbuat nista. Ijinkan kami menjaga hatimu,agar kita bisa menjelang bersama Jannah Nya.Maka datangilah waliku akhi..ku tunggu pinanganmu..


“Wahai jika engkau memiliki cinta
Dan telah terdorong dengan kerinduan
Maka anggaplah jarak perjalanan itu dekat
Karna kecintaan dan kerelaanmu pada penyeru
Ketika mereka menyeru..!!
Maka katakanlah,kami penuhi panggilanmu.
Seribu kali dengan sempurna
Janganlah kau berpaling
Hanya karna melihat gerimis
Jika engkau melihatnya “( Fii Zilalil Mahabbah )”


http://www.facebook.com/notes/renungan-n-kisah-inspiratif/akhi-ku-tunggu-pinanganmu/10150212981256042

Peran Muslimah dalam kancah Jihad


“Dan barang siapa mengerjakan amal kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan, sedang dia itu mukmin, maka mereka itu akan masuk surga dan mereka tidak dizhalimi sedikit pun”[1]

Sesungguhnya peran muslimah dalam kancah jihad, sangatlah banyak dan terbuka lebar. Mereka memiliki peran yang sangat penting dan jelas, yang mana tidak mungkin terhapus oleh zaman selamanya. Sejarah telah mencatatnya, sedangkan sejarah itu akan terus berulang meski tokoh dan tempatnya berganti.
Dalam hadis shohih dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam, dari Ruba’i binti Muawwidz radliyallahu ‘anha, beliau berkata, “Kami berperang bersama Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, kami memberi minum para prajurit dan membantu mereka, mengembalikan yang terluka dan terbunuh ke Madinah”.[2]

Sungguh tak dapat dipungkiri, keberanian seorang mujahid di lapangan maka ada seorang wanita ‘di belakang’nya. Jika ada seorang mujahid yang gagah berani, maka lihatlah siapa ibunya, atau lihatlah siapa istrinya, sungguh kan kita temui muslimah-muslimah yang tangguh di dalamnya. Muslimah ini memberi motivasi pada ayah, suami, saudara laki-laki dan anak-anak laki-lakinya agar pergi berjihad, menunjukkan pembelaan kepada dienullah dan pengorbanan diri untuk Allah. Ia memotivasi dengan memberikan semangat untuk mereka, memotivasi dengan menyumbangkan harta untuk mereka dalam rangka jihad fie sabilillah, memotivasi dengan tidak mengeluh saat ditinggal, memotivasi dengan tetap sabar atas kepergian mereka dan ujian yang menimpa mereka. Sungguh, inilah tugas muslimah dalam kancah jihad baik dari dulu maupun sekarang.

Akan tetapi kita lihat pada masa sekarang, tak sedikit muslimah yang masih ragu untuk ikut serta dalam kancah jihad ini. Tak sedikit kita melihat, mereka masih menahan suami dan anak laki-laki mereka untuk ikut serta dalam jihad fie sabilillah. Merasa tak sanggup ditinggal. Apa yang meragukanmu duhai ukhity? Apakah kita kehilangan teladan yang mampu memberikan contoh? Demi Allah, keteladanan itu banyak ya Ukhtiy, jika kita mau mencari serta meneladani mereka.

Saya ingatkan untuk diri saya dan antunna sekalian akan kisah-kisah kepahlawanan shohabiyah yang beriman, berhijrah dan berjihad fie sabilillah dalam tulisan ini, juga kisah kepahlawanan muslimah dalam medan jihad di zaman kita sekarang. Dengannya, bi idznillah, semoga dapat memotivasi kita untuk bisa seperti mereka dan menjadikan hati kita tergerak untuk ikut andil bagian pada pembelaan terhadap dien Allah dalam peperangan sengit yang dilancarkan salibis dan zionis ini.

Adapun peran yang dapat kita lakukan dalam kancah jihad ini, di antaranya adalah;

1.      Memotivasi ayah, saudara laki-laki, suami dan anak laki-laki kita untuk jihad fie sabilillah dan bersabar atas ujian yang menimpa kita.
Adalah kewajiban kita—wahai ukhtiy muslimah—untuk senantiasa memotivasi mereka untuk berpartisipasi dalam jihad ini, di mana jihad telah menjadi fardhu ‘ain dalam kondisi saat ini[3]. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, “...kobarkanlah (semangat) orang-orang beriman (untuk berperang)...[4]. Dan, “Wahai Nabi! Kobarkanlah semangat para mukmin untuk berperang...”[5]

Sebagai anak, kita harus memotivasi ayah kita dan saudara laki-laki kita untuk turut serta dalam jihad fie sabilillah ini. Dan sebagai seorang istri juga seorang ibu, sudah selayaknyalah kita memotivasi suami dan anak laki-laki kita untuk turut andil dalam perjuangan fie sabilillah, untuk turut ambil bagian dalam pengorbanan di jalan Allah. Dan sungguh, telah banyak dari orang-orang sebelum kita yang telah menjadi contoh dalam pengorbanan ini...

Lihatlah bagaimana seorang Khadijah binti Khuwailidy radliyallahu ‘anha senantiasa memotivasi suaminya—Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, sang panglima perang—dalam mendakwahkan dan menyebarkan Islam. Ketabahan beliau radhliyallahu ‘anha dalam mendampingi suaminya di jalan tauhid wal jihad, baik dalam keadaan susah maupun senang, dalam keadaan sempit maupun lapang, adalah teladan yang sangat mengagumkan. Beliau dengan mantap menghibur Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dengan perkataan yang akan terus dikenang sejarah, “Demi Alloh, Alloh tidak akan menghinakan Anda selamanya. Sesungguhnya Anda menyambung hubungan kerabat, jujur dalam berbicara, menanggung letih dan menolong yang tertimpa musibah”.

Dan teladan itu pun telah ada pada diri Al Khansa’—ibu para syuhada’—radliyallahu ‘anha, yang sedikit pun tak ragu memotivasi keempat anak laki-lakinya agar ikut berperang dan agar tidak lari dari medan perang. Tidak ragu untuk menjadikan anak-anaknya bagian dari kafilah mujahideen sekaligus kafilah syuhada’. Beliau radliyallahu ‘anha merupakan cermin pengorbanan seorang ibu, teladan bagi para ibu sepanjang zaman. Duhai, betapa mulianya shohabiyah ini dan pengorbanannya untuk dien Islam...

Maka, ketika kabar kesyahidan anaknya sampai kepada ibu yang beriman dan bersabar ini, ia sama sekali tak meratap juga tak menunjukkan sikap sedih. Tahukah apa yang ia katakan?
“Segala puji bagi Allah yang telah memuliakanku dengan kesyahidan mereka. Saya mengharap pahala dari Rabb-ku. Semoga Ia mengumpulkan saya bersama mereka di tempat yang penuh kasih sayangNya (jannah)”. Perkataan yang didasari keimanan yang tangguh, yang akan terus diingat oleh sejarah sebagai sebuah pengorbanan di jalan Allah.
Subhanallah!! Beginilah seharusnya seorang ibu, dengan senang hati menyerahkan buah hatinya di jalan Allah, berharap pahala dariNya dan jannahNya. Maka, ukhtiy fillah...tidakkah hati kita tergerak untuk meneladani para shohabiyah ini?

Kita pun tak melupakan kisah shohibatus syakkal, seorag ibu yang memberikan sebuah ikalan rambut miliknya kepada Abu Qudamah Asy Syama’ rahimahullah, yang ia harapkan dapat ikut serta dalam jihad dan berdebu fie sabilillah bersamanya. Tak lupa, ia pun memotivasi anak laki-lakinya untuk turut serta dalam peperangan bersama Abu Qudama Asy Syama. Dan tahukah ukhtiy, apa yang beliau ucapkan saat Abu Qudamah hendak memberitahukan berita kesyahidan anaknya?

“Jikalau anakku pulang bersamamu dalam keadaan selamat, maka itu kabar menyedihkan bagiku. Dan jikalau anakku terbunuh fie sabilillah (syahid) berarti anda membawa kabar gembira”. Subhanallah...!! Kalimat yang mantap yang berasal dari keimanan yang dalam dan keyakinan yang kuat akan janji Allah.
Dan ketika diberitahukan bahwa anaknya terbunuh fie sabilillah, maka beliau pun menjawab, “Segala puji bagi Allah yang telah menjadikannya sebagai simpanan besok pada hari kiamat”. Inilah buah keimanan yang manis, dan bukti kejujuran keimananya. Sungguh, ukhtiy fillah, banyak teladan yang bisa kita jadikan contoh dalam meniti jalan jihad ini...

Dan di zaman kita ini, teladan itu terlampau banyak...kalau kita mau mencari dan meneladani mereka. Ummat ini tidaklah mandul untuk melahirkan sosok-sosok khansa’ dan yang semisalnya. Di sana, ada ummu islambuly rahimahallah yang tak sedih ketika buah hatinya dieksekusi pemerintah thaghut Mesir karena aksi jihadnya dalam ‘mengeksekusi’ thaghut Anwar Sadat. Ia justru bergembira dan menyajikan hidangan, sesaat setelah eksekusi anaknya dilangsungkan, dan ia berkata, “Hari ini saya merayakan pernikahan anak saya dengan hurun ‘iin”. Subhanallah...begitu tegarnya beliau.

Di sana masih ada sosok ummu Muhammad (istri asy syahid—kama nahsabuhu wa huwa hasibuhu —‘Abdullah ‘azzam rahimahullah), di mana beliau begitu sabar ditinggal suaminya berjihad bertahun-tahun. Bersabar akan kesempitan hidup yang dialaminya di jalan tauhid dan jihad. Beliau adalah seorang yang zuhud lagi sabar, sebagaimana yang dikatakan oleh suaminya, syaikh Abdullah Azzam rahimahullah. Beliau memberikan keteladan yang besar bagi kita—para muslimah—dalam kesabaran dan ketegaran, ketika suami dan kedua anaknya syahid di Peshawar, Pakistan. Alangkah sabarnya engkau wahai ummu Muhammad...

Masih ada pula di zaman kita ini, sosok seorang istri dan ibu yang menjadi teladan bagi kita. Sebagaimana yang diceritakan oleh syaikh abu mujahid dalam tulisannya (Realita Jihad)[6], ketika suami dan anaknya syahid—insyaAllah—dalam peperangan di Afghanistan, ia tidaklah bersedih karena itu, akan tetapi ia berkata, “Sungguh kesedihankau karena tidak dapat memberikan bantuan makanan kalian itu lebih aku rasakana, dari pada kesedihanku karena kehilangan anak kesayangan hatiku...”. Allahu akbar!!

Andai bukan karena ada sesuatu yang saya khawatirkan, tentulah saya akan ceritakan bagaimana kesabaran dan ketegaran para istri mujahid dan syuhada’ di negeri kita ini, yang saya ketahui. Karena—menurut saya—mereka layak untuk dijaidkan contoh bagi kita, agar kita senantiasa termotivasi.

Maka, wahai cucu-cucu Khansa’, inilah teladan yang mulia untuk kita, adakah teladan yang lebih baik selain mereka?
Tidakkah hati kita tergerak untuk memotivasi ayah, saudara laki-laki, suami dan anak laki-laki kita untuk berjihad?
Tidak tergerakkah kita untuk menjadi generasi Khansa’ abad ini?

Sungguh demi Allah, adalah kebahagiaan sejati bagi kita apabila kita dapat ikut andil dalam kancah jihad ini. Adalah kebahagiaan yang sempurna bagi kita di dunia ini, apabila Allah takdirkan kita sebagai anak dari seorang mujahid lagi syuhada’, atau saudara dari seorang mujahid lagi syuhada’, atau istri dari seorang mujahid lagi syuhada’ atau ibu dari seorang mujahid lagi syuhada’. Demi Allah, itulah kemuliaan di dunia ini...

Sesungguhnya, mereka (ayah, saudara laki-laki, suami dan anak laki-laki kita) suatu saat akan meninggal juga, cepat atau lambat, baik kita menginginkannya atau pun tidak. Dan kehidupan di dunia ini hanyalah kehidupan yang semu, sedangkan kehidupan akhirat itu adalah kehidupan yang sebenarnya. Lalu mengapa tidak kita semangati mereka untuk turut serta dalam jihad fie sabilillah? Agar di jannahlah—insyaAllah—kelak kita bisa bertemu dengan mereka, sedangkan kebahagiaan di jannah itulah kebahagiaan yang hakiki.
“...padahal kenikmatan di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) di akhirat hanyalah sedikit”[7]

2.      Membela mujahideen dengan lisan kita, menyingkap syubhat yang memojokkan mereka dan memberikan hujjah untuk mereka di hadapan manusia
Sungguh, ukhtiy muslimah, kita telah diperintahkan oleh Allah untuk menolong dienNya, dengan apapun yang dapat kita lakukan. Dan bagian dari menolong dienNya, adalah menolong para wali-waliNya yang menolong dien Allah, yaitu mujahideen.

“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penolong-penolong agama Allah...”[8].

Tugas kita untuk menyebarkan kemenangan-kemenangan yang diraih mujahideen. Tugas kitalah untuk membela mereka dengan lisan kita, memberikan hujjah-hujjah yang syar’i untuk membela mereka, membantah syubhat-syubhat yang menyerang mereka, agar terbayankan bagi orang yang masih ragu dan tersadarkan bagi orang yang lalai.
Telah ada sosok shohabiyah, ummul mu’minin, ‘Aisyah binti Abu Bakar radliyallahu ‘anha, yang dengan sigap membela dien Islam dengan hujah-hujah yang kuat, membantah syubhat dengan dalil-dalil yang kuat.

Darinyalah ratusan hadits diriwayatkan. Beliau radliyallahu ‘anha merupakan teladan yang cemerlang akan kefaqihan terhadap dien ini. Dan dari zaman ke zaman, bahkan di zaman kita ini, kita kan dapati muslimah-muslimah yang mengambil peran ini dalam rangka membela dienNya, membela syari’atNya, membela jihad dan mujahideen.
Sudah selayaknyalah bagi kita untuk mempelajari fiqh jihad dan masalah-masalah fiqh yang berkaitan dengan jihad. Hal ini akan memberikan manfaat bagi mujahideen, ketika kita membela mereka dari celaan-celaan para penggembos, orang-orang munafik dan orang-orang kafir. Dan tentu saja, orang yang membantah dengan ilmu tidak akan sama dengan orang yang membantah tanpa ilmu.

Maka bantulah mujahideen dengan memberikan mereka hujjah, dengan menyingkap syubhat yang menyerang mereka dari kalangan anti jihad dan para penggembos, serta konspirasi dari kalangan munafik. Serta memuji mereka (mujahideen) di hadapan manusia serta menyebutkan keunggulan dan karomah-karomah yang mereka miliki. Dan termasuk di dalamnya adalah, kita menjelaskan kepada kaum muslimin semuanya akan hakikat perang salib yang dilancarkan salibis-zionis-komunis-paganis internasional ini.

Bukankah lewat lisan dan tulisan kitalah, kita mencoba mengharridh kaum muslimin untuk berjihad. Dan bukankah, jihad dengan lisan ini mendahului sebelum jihad dengan harta dan jiwa? Seseorang tidak dapat dimotivasi untuk jihad dengan hartanya kecuali dengan lisan (tulisan), dan tidak dapat dimotivasi untuk jihad dengan jiwanya kecuali dengan lisan (tulisan). Maka, mengapa kita tidak ikut serta berperan di dalamnya?

Termasuk dalam peran ini, adalah menyebarkan semua materi-materi yang berkaitan dengan jihad dan dukungan terhadapnya, baik berupa buku-buku, buletin-buletin, dan kaset-kaset, yang mana hal ini dapat dilakukan baik bagi yang pandai menulis atau pun yang tidak pandai menulis. Menyebarkannya baik melalui email, forum-forum, blog dan semacamnya.

3.      Membantu mujahideen dengan harta kita
Ukhtiy fillah, janganlah meremehkan peran harta kita untuk jihad fie sabilillah. Sesungguhnya ia (harta) memiliki peran penting dalam perjalanan jihad. Harta memiliki sumbangsih yang besar dalam roda jihad. Tanpanya—bi idznillah—roda jihad tidak bisa berjalan, perjalanan jihad akan terhenti, dan mujahideen tidak bisa melancarkan aksi-aksi jihad. Sedangkan Allah telah berfirman, “Belanjakanlah harta kalian di jalan Allah...”[9]

Dalam banyak ayat Al Qur’an[10], ketika Allah memerintahkan orang-orang mu’min untuk berjihad fie sabilillah, maka Allah mendahulukan jihad dengan harta dibandingkan dengan jiwa. Mengapa? Karena jihad dengan jiwa tidak akan terlaksana tanpa adanya harta yang mengiringinya. Seorang mujahid tidak bisa pergi berjihad, jika ia tidak memiliki harta untuk perjalanan jihadnya. Seorang mujahid tidak bisa melaksanakan aksi jihad, tanpa harta untuk merakit bom—misalnya—atau membeli senapan atau semacamnya yang merupakan sarana untuk jihad fie sabilillah.

Akan tetapi ini tidak berarti bahwa jihad dengan harta lebih utama dibandingkan dengan jihad dengan jiwa. Didahulukannya jihad dengan harta, karena cangkupan yang dibicarakannya sangat luas; baik dari kalngan laki-laki, wanita, pemuda, lanjut usia, anak kecil dan orang dewasa, sebagaimana yang dikatakan oleh syaikh al ‘uyairi rahimahullah[11].

Hanya dalam 1 ayat[12] saja, Allah mendahulukan jihad dengan jiwa dibandingkan dengan jihad dengan harta. Karena dalam ayat ini terdapat transaksi jual beli antara pembeli (Allah) dengan penjual (orang-orang mukmin), yang mana Allah tawarkan bagi orang mukmin jannahnya yang sangat mahal, maka wajib bagi orang-orang mukmin untuk menyerahkan miliknya yang paling berharga, yaitu jiwa.

Lihatlah bagaimana pengorbanan seorang Khodijah—ummul mu’minin—radliyallahu ‘anha dalam bidang harta untuk penyebaran dien Islam. Beliau tak ragu sedikit pun menyerahkan hartanya demi tegaknya dien Islam. Maka, bukankah beliau adalah teladan yang mulia bagi kita? Lihat pula, bagaimana pengorbanan seorang ummu Muhammad untuk jihad fie sabilillah dan untuk keluarga mujahideen. Dan masih banyak lagi, teladan-teladan di zaman kita ini (bahkan di negeri kita ini) yang patut kita jadikan contoh baik yang tersembunyi mapun yang dzahir (tampak), jika saja kita mau mencari dan meneladani mereka.

Ukhtiy fillah, sesungguhnya apabila kita belum mampu membantu mujahideen dengan jiwa kita, maka bantulah mereka dengan harta kita. Bukankah kewajiban kita untuk mengurusi keluarga yang ditinggalkan mujahideen? Bukankah kewajiban kita untuk memberangkatkan mujahideen dengan harta kita? Sungguh di dalamnya ada kemuliaan dan pahala yang besar.

Dalam hadis shahih disebutkan,
“Barang siapa membekali orang yang berjihad di jalan Allah, maka dia mendapatkan pahala seperti pahalanya tanpa mengurangi pahala orang yang berjihad tersebut sedikit pun”[13]
“Siapa pun di antara kalian yang menggantikan tugas orang yang keluar berjihad di keluarganya dan hartanya dengan baik, maka dia berhak mendapatkan setengah pahala orang yang keluar berjihad”[14]

Termasuk di dalamnya adalah, kita mengumpulkan sedekah dari kaum muslimin untuk mujahideen dan keluarga mereka. Dan juga membayar zakat untuk mujahideen, karena salah satu ashnaf yang berhak memperoleh zakat adalah mujahideen sebagaimana yang Allah sebutkan dalam al qur’an[15] yaitu “ashnaf fie sabilillah”.
Demikian juga, kita harus mengeluarkan harta untuk membebaskan mujahideen yang tertawan. Karena sesungguhnya tugas kaum musliminlah (yang mampu) untuk membebaskan tiap kaum muslimin yang ditawan orang-orang kafir, karena Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda;

“Bebaskanlah tawanan, berilah makan orang yang kelaparan, dan jenguklah orang yang sakit”.[16]
Maka, ambilah peran ini sesuai kemampuan kita. Jangan sampai kita tertinggal dari “Pasar Jihad” ini.

4.      Membantu mujahideen dengan jiwa kita
Inilah puncak pengorbanan yang tertinggi dalam pengorbanan untuk dien Islam dan kaum muslimin, pengorbanan untuk jihad dan mujahideen. Pengorbanan yang mahal, karena jiwa menjadi tebusannya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
“Dan di antara manusia ada yang menjual dirinya untuk mencari ridha Allah. Dan Allah Maha Penyantun terhadap hamba-hambaNya”[17]

Memang benar, tidaklah menjadi fardlu ‘ain seorang muslimah turut serta dalam jihad dengan jiwa memerangi orang-orang kafir, akan tetapi status hukumnya adalah keutamaan (dengan tetap memperhatikan batasan-batasannya, seperti ada mahrom,  berhijab, aman dari fitnah dll), dan hanya dalam kondisi tertentu saja muslimah diwajibkan[18]. Akan tetapi, tidakkah hati kita tergerak untuk ikut serta di dalamnya? Sedangkan jihad adalah amalan yang tertinggi, pahala syahid yang Allah janjikan sangatlah menggiurkan, sedangkan telah banyak teladan sebelum kita yang telah memberikan contoh untuk kita?

Inilah dia Shofiyah binti Abdul Muthalib radliyallahu ‘anha, bibi Rasulullaah shalallahu ‘alaihi wa sallam, saudara kandung dari Hamzah bin Abdul Muthalib radliyallahu ‘anhu. Ia adalah seorang wanita mukminah yang telah berba’iat, juga mujahidah yang sabar. Betapa pemberaninya ia dalam keikutsertaan jihadnya bersama Rasulullah dalam perang Khandak, tatkala Yahudi berupaya melakukan penyerangan yang busuk terhadap pasukan wanita. Ia tak ragu untuk membunuh si Yahudi ini dengan tongkat dari kayu. Dialah, sebagaimana yang ia katakan, “wanita pertama yang membunuh seorang laki-laki”. Dia bahkan lebih berani dibandingkan kebanyakan para lelaki zaman ini.

Inilah ummu ‘umarah (Nasibah binti Ka’ab) radliyallahu ‘anha, prajurit yang beriman, di mana ia tak sedikit pun ragu untuk membela Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam perang Uhud, di mana saat itu banyak dari para lelaki meninggalkan medan jihad karena rasa takut akan musuh. Ia tak segan membela Rasulullah dengan jiwanya, menebaskan padang pada musuh-musuh Allah meski dalam kondisi terluka. Kepadanyalah Rasullah shalallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Siapakah yang sanggup melakukan sebagaimana yang kau lakukan ini, wahai ummu ‘umarah?”.

Begitulah para shohabiyah radliyallahu ‘anhunna. Keimanan mereka, mereka buktikan dengan keikutsertaan dalam pembelaan terhadap dien ini dengan lisan, harta dan jiwa mereka. Karena sesungguhnya keimanan itu membutuhkan pembuktian. Dan kepada merekalah (shohabiyah), kita mengambil teladan, dan kepada merekalah kita bercermin.
Kita tidak melupakan keberanian Royyim ar Royaasyiy rahimahallah, muslimah Palestina, seorang istisyhadiah yang telah menjual dengan murah jiwanya di jalan Allah. Ia memberikan teladan yang sangat mengagumkan akan pengorbanan jiwa di jalan Allah. Ia telah meneruskan “garis keturunan” shofiyah dan ummu ‘umaroh dalam keberaniannya membela dien Islam.

Kita pun tak melupakan sosok Sana’ Al Muhaidily rahimahallah, pelaku istisyhadiyah di Libanon yang telah menewaskan kurang lebih 300 tentara kafir Amerika. Ia tak gentar, meskipun jiwanya melayang di jalan Allah. Alangkah mulianya engkau wahai Al Muhaidily. Sungguh, alangkah mulianya...
Tak ketinggalan pula, pengorbanan Nausyah Asy Syammary dan Waddad Ad Dulaimiy rahimahumullah di jalan Allah di bumi Iraq, yang sangat menawan hati dan penglihatan kita. Maka, adakah di antara kita yang mau mengambil pelajaran dari mereka ya ukhtiy?

Ukhtiy fillah, inilah peran-peran yang bisa kita sumbangkan dalam kancah jihad.
Dan satu peran lagi dalam rangka membantu mujahideen yang setiap orang dapat melakukannya, baik muda atau pun tua, baik kaya atau pun miskin, baik yang sudah memiliki anak maupun belum, baik yang sudah menikah atau pun belum...ia adalah do’a.

Kita harus mendoakan mujahideen agar mereka tetap teguh di atas jalan jihad, agar mereka dapat mengalahkan musuh-musuh mereka dengan pertolongan Allah, dan agar Allah menimpakan kecelakaan bagi musuh-musuhNya. Juga kita harus berdoa untuk mujahideen yang tertawan agar segera dibebaskan, untuk mujahideen yang terluka agar segera sembuh, untuk mujahideen yang gugur di medan jihad agar diterima sebagai syuhada’ dan berdoa untuk para pemimpin mereka. Demikian juga, kita harus mendoakan anak-anak dan keluarga mereka agar sabar, selamat dan terpelihara.

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah memanjatkan doa qunut selama sebulan penuh untuk tiga orang shahabat yang tertawan di Mekkah. Kaum musyrikin Mekkah menyiksa mereka dan memaksa mereka untuk murtad. Di antara doa yang beliau panjatkan adalah, “Ya Allah, selamatkan Walid bin Walid, Salamah bin Hisyam dan ‘Ayyasy bi Abu Rabi’ah”[19].

Dan sesungguhnya “doa adalah senjata kaum muslimin”. Maka hendaklah berdoa di waktu-waktu mustajab, bersabar dan berhusnuzhan pada Allah bahwa Dia pasti akan mengabulkannya.
Sungguh demi Allah, sedikit apapun usaha kita dalam rangka membela dien Allah, dalam rangka membela syari’atNya, maka selama kita ikhlas tentu ada nilainya di sisi Allah. Maka usahakan apa saja yang kita bisa untuk membela dien Allah, untuk membela jihad dan mujahideen, untuk berpartisipasi dalam perjuangan ini. Karena sesungguhnya setiap pasar itu akan ada waktunya ditutup. Dan jika pasar jihad telah ditutup, maka pulanglah orang yang telah berpastisipasi dengan membawa keberuntungan, dan merugilah orang-orang yang hanya duduk-duduk saja tanpa ikut serta membantu.

Ukhtiy Muslimah, sungguh, ummat ini membutuhkan sosok-sosok teladan seperti mereka (para shahabiyyah radliyallahu ‘anhunna), yang tak ragu menawarkan dengan murah ruhnya di jalan Allah. Ummat ini membutuhkan sosok-sosok seperti mereka yang menyerahkan buah hatinya untuk dijadikan ‘tumbal’ fie sabilillah. Ummat ini membutuhkan sosok-sosok seperti mereka yang bersabar di atas jalan tauhid dan jihad, lagi berinfak fie sabilillah. Maka masih adakah alasan bagi kita—wahai ukhtiy—untuk tidak ikut serta dalam jihad ini?

Dan sungguh, dalam medan jihad saat ini, ummat ini belum mandul untuk melahirkan kstaria-ksatria wanita yang keberaniannya seperti mereka. Ummat ini belum mandul untuk menampilkan keberanian muslimah-muslimah dalam medan peperangan, juga belum kering rahim ummat ini untuk tetap melahirkan sosok-sosok teladan atas pengorbanan diri untuk dienullah.

Dan ummat ini tidaklah mandul untuk melahirkan kembali sosok-sosok shofiyah dan ummu ‘umarah, untuk melahirkan sosok seperti Al Khansa’ radliyallahu ‘anhuma, demi Allah tidak! Selamanya, generasi penerus shofiyah dan ummu ‘ummarah akan senantiasa ada, generasi penerus Khonsa’ akan senantiasa bermunculan, dengan atau tanpa keikutsertaan kita di dalamnya.


http://www.facebook.com/notes/melati/peran-muslimah-dalam-kancah-jihad/197319350306448

Pokok Cinta Allah


Ibn Qayyim al-Jawziyyah (691/1292 - 751/1350) bukanlah tokoh yang asing dalam kalangan orang Islam, tetapi ramai yang tidak tahu pemikiran dan sumbangannya dalam falsafah ekonomi Islam. Ibn Qayyim banyak membincangkan konsep kekayaan dan kemiskinan, ekonomi dan zakat, konsep faedah, riba al-fadi dan riba al-nasiiah, dan mekanisme pasaran.
Segera & Sentiasa Mengingati Allah Swt
Dalam bidang Hadith, Ibn Qayyim menulis kitab-kitab seperti Tahdhib al-Siman oleh Abu Dawud, al-Wabilal Sayyab min al-Kalam al-Tayyib, dan sebagainya. Dalam bidang Fiqh dan Usul Fiqh beliau menyumbangkan kitab-kitab seperti, Ilam al-Muwaqqi'in 'an Rabb al-'Alarum, al-Turuq al-Hukmiyyah fi al-Siyysah al-Shar'iyyah, al-Solah wa Ahkam Tariqiha, Tuhfah al-Mawdud biAhkam al-Mawlud, Bayan al-Dalil "An Istighna" al-Musabaqah 'an al-Tahlil, al-Tahlil Fima Yaaill wa Yaarum min Libas al-Harir, dan sebagainya.
Dalam bidang tasawuf Ibn Qayyim menulis yang antaranya, kitab-kitab Madarij al-Salikin, Rawdah. al-Muhibbin wa Nuzhah ai-Mushtaqin, al-Fawa'id li Ibn Qayyim, 'Uddah al-Sabirin wa Dhakhirah al-Shakirin, Taraq al-Hijratayn wa Bab al-Sa'adatayn, dan sebagainya. Dalam bidang kalam dan falsafah Ibn Qayyim menulis beberapa kitab seperti, Shifa' a-'Alil fi Masa'il al-Qada' wa Al-Qadar wa al-hikmah wa al-Ta'lil, Kitab al-Ruh, Hadi al-Arwah ila Bilad al-Afrah, dan Miftah dar al-Sa'adah wa Manshur Wilayah al-'Ilm wa al-Iradah.
Pokok Cinta kepada Allah
AKAR- Ketundukan Kepada Allah
BATANG - Pengenalan Mendalam Terhadap Allah
RANTING - Rasa Takut Kepada Allah
DAUN - Rasa Malu Kepada Allah
BUAH - Ketaatan Kepada Allah
AIR DAN TANAH - Ingatan Kepada Allah


Keberkatan Yang Ku Cari


Pada kebiasaan petang, Azlan dan keluarganya berkumpul bersama-sama kerana Abi (ayah) dan Umi (ibu) Azlan mengajar pada waktu pagi manakala Azlan sekolah, jadi petanglah waktu yang sesuai untuk mereka berkumpul. Azlan merupakan anak tunggal pasanagn suami isteri ini.
Pada suatu petang, Azlan bertanyakan kepada abinya, "abi, bagaimana kita nak cari keberkatan hidup", kata Azlan kepada ayahnya.
Ayahnya seorang ustaz di salah sebuah sekolah menengah di ibu negara. Ayahnya dikenali sebagai Ustaz Amar. Selepas mendengar kata-kata daripada Azlan, ayahnya terdiam seketika dan mencari jalan untuk menjawab soalan itu yang semasa itu beliau sedang menanda kertas ujian bulanan pelajar sekolahnya.
Ibu Azlan (Ustazah Najihah) lalu dihadapan anaknya itu sambil membawakan air untuk suaminya itu. "Bang, ini air, hilangkan sedikit dahaga abang tu", Ustaz Amar berterima kasih kepada isterinya itu sambil masih terfikir-fikir akan soalan anaknya itu. Ustazah Najihah merupakan guru besar di salah sebuah sekolah agama di ibu negara.
Tiba-tiba talefon rumahnya berbunyi, "kring,kring,kring". Tiga kali deringan lalu disambut oleh Azlan, "Assalamualaikum, siapa yang bercakap??, hendak bercakap dengan siapa??..". Kata Azlan pada individu yang menelefon itu.
"Azlan, siapa ditalefon itu", kata Ustazah Najihah kepada anaknya itu, "Cikgu Zahir, umi" sahut Azlan. Cikgu Zahir merupakan teman kepada bapanya.
Ustaz Amar lantas bangun menerima panggilan talefon itu digangang talefon rumahnya dan meneruskan perbualan bersam Cikgu Zahir manakala Ustazah Najihah masuk ke dapur dan Azlan mengulangkaji pelajaran di biliknya.
Azlan mahu mencari jawapan kepada persoalannya siang tadi, "bapaku seorang ustaz yang berkelulusan dari Mesir, kenapa dia tidak menjawab soalan yang aku tanyakan tadi?? Bukankah dia seorang ustaz yang banyak menjawab soalan anak-anak muridnya??", Azlan memikirkan tentang soalannya yang belum lagi terjawab sehingga dia terlena.
"Azlan bangun! Azlan bangun! Azlan bangun! Ustaz Amar mengejutkan anaknya itu dari luar. Pada kebiasaan pagi Ustaz Amar dan Ustazah Najihah mengejutkan anaknya itu untuk bersama-sama menunaikan solat subuh berjemaah sebelum ke sekolah.
"Asalamualaikum Warahmatullah", "Asalamualaikum Warakmatullah". Selesai mereka solat pada pagi itu dan Ustaz Amar membaca doa dan terus bersiap-siap untuk menuju ke sekolah.
Ustaz Amar adalah guru tingkatan Azlan. Semasa sarapan, Azlan bertanyakan kepada ayahnya, "Abi, Azlan dapat A atau tidak dalam subjek Bahasa Arab? Ustaz Amar menjawab, "kamu mesti banyak lagi beri tumpuan sewaktu belajar, jangan leka sahaja". Azlan sedih akan jawapan daripada ayahnya itu dan dia tahu bahawa dia tidak mendapat A dalam subjek tersebut.
"Abi, abi jawablah soalan Azlan semalam..", tanya Azlan kepada ayahnya tentang soalan yang semalan. Ayahnya terdiam lagi. "Kenapa ayahku susah untuk menjawab soalan aku ini? Apa salahku?" Macam-macam yang difikirkan oleh Azlan.
"Azlan, nanti kamu akan tahu juga jawapannya, maafkan abi kerana melengahkan jawapan kepada soalan itu", bisik Ustaz Amar dalam hatinya sendirian.
Pada pagi itu ada perhimpunan di sekolah Azlan.
"Kring, Kring, Kring", bunyi talefon bimbit Ustaz Amar kedengaran. Ustazah Najihah yang menelefonnya. "Maaf saya ada di perhimpunan, saya mesej awak ye?.." kata Ustaz Amar kepada isterinya lantas mematikan talefon bimbit tersebut.
"Najiha, abang belum jawab lagi soalan anak kita itu, abang akan jawab semasa mengajar di kelas dia nanti?"
Itulah petikan SMS daripada Ustaz Amar kepada isterinya.
4 minit kemudian Ustazah Najiha membalas, "abang, jangan lewat membalas jawapannya, nanti dia fikir yang bukan-bukan, saya sentiasa menyokong tindakan abang, lakukan yang terbaik ye abang, saya nak masuk ke kelas, nanti apa-apa saya mesej abang ye, salam".
Azlan di sekolah adalah murid yang paling pintar dalam tingkatannya. Setelah perhimpunan selesai Azlan bertemu dengan Cikgu Rasyidah yang mengajarnya subjek Sejarah.
"Cikgu, cikgu, tunggu sekejap", Azlan mengejar Cikgu Rashidah yang mahu ke kelas 3 A untuk mula mengajar.
"Ada apa Azlan?.." kata ckgu tersebut dengan nada terkejut.
"Saya nak tanya cikgu, saya dapat A atau tidak dalam matepelajaran Sejarah?", kata Azlan menerangkan sebab dia mengejar cikgu tersebut.
"Awak dapat A, Azlan, tahniah, cikgu ada kelas ni, maaf ye Azlan". Cikgu Rashidah terus masuk ke kelas 3 A untuk mula mengajar.
Azlan terus ke kelasnya 5A sambil memikirkan "kenapa aku tak dapat A dalam subjek bahasa Arab?".
Tiba-tiba dia terlanggar Ustaz Amar. 'Asalamualaikum Ustaz", kata Azlan kepada ayahnya itu.
"Waalaikumusalam Azlan, masuk ke kelas, cikgu dah mula nak mengajar ni."
"Baiklah cikgu, maafkan saya cikgu", kata bualan antara Azlan dan ayahnya, Ustaz Amar.
Dikelas 5A, Ustaz Amar membahagikan kertas ujian bulanan kepada pelajar kelas tersebut termasuk Azlan.
"Mohd Farhan bin Abdul Ghani, 87, Nurul Nadia binti Musa 88, Mohd Fairuz bin Mohd, 89,Umi Iryani binti Sipon, 90, Mohd Azlan bin Amar Faiz, 98".
Azlan terkedu seketika. Manakan tidak dia ingatkan keputusannya kurang baik.
"Kadang-kadang manusia mudah putus asa akan rahmat Allah sebelum melakukan sesuatu, kadang-kadang manusia terlalu mahukan yang terbaik tanpa berusaha yang terbaik, kadang-kadang manusia jahil dalam ilmunya tanpa berusaha memperbaikinya, ingatlah kebekatan dalan hidup ini perlukan hijrah ke arah yang makruf.
Segala hijrah yang kita lakukan ke arah yang baik pasti Allah berkati. Rasulullah S.A.W pernah bersabda, 'Sebaik-baik manusia itu adalah yang bermanfaat'. Dan untuk menjadi orang yang bermanfaat, tidak semestinya kita perlu jadi orang yang berjaya, bekerjaya dan berpengaruh".
Itulah jawapan Ustaz Amar akan persoalannya semalam.
Azlan faham, bukan kepandaian dalam pelajaran semata-mata kita akan mendapat keberkatan Allah. Ayahnya tidak mahu Azlan hanya pentingkan  pelajaran sahaja tapi jadilah orang yang bermanfaat untuk segala kebaikan atas dunia ini. Moga kita terus menjalani hidup di muka bumi ini dengan perkara yang disukai Allah.


http://www.iluvislam.com/karya/cerpen/1457-keberkatan-yang-ku-cari.html


Jalan Yang Lurus

 

 

Kita memohon kepada Allah minimum 17 kali sehari untuk ditunjukkan jalan yang lurus. Namun kekadang kita terlupa bahawa bagaimanakah jalan yang lurus tersebut? Allahu a'lam. Allah Maha Mengetahui jawapan tersebut. Cuma dalam kita menerawang dan meneruskan kehidupan, maka kita perlulah menggunakan akal yang ada untuk mengkaji ayat ini lantaran Surah Al-Fatihah itu adalah surah yang merangkumi segala ajaran di dalam Quran, yakni Ummul Kitab.
Jalan Yang Lurus
Seorang muslim adalah seorang pemilik sejumlah kepercayaan dan keyakinan yang tidak mungkin berubah. Dengan erti, jika berlaku perubahan pada perkara tersebut, maka dirinya secara sendirinya akan segera bertukar menjadi seorang bukan muslim atau disebut kafir. Kafir bererti menutup, iaitu menutup kebenaran yang nyata. Kebenaran yang nyata adalah sejumlah kepercayaan dan keyakinan yang tidak boleh berubah tadi. Kepercayaan dan keyakinan tadi disebut dalam istilah agama sebagai akidah atau iman.
Justeru seseorang itu hanya dikira muslim apabila dia berakidah atau beriman dengan seikat keyakinan yang pasti yang diajar oleh  Islam. Dia dengan itu, dalam beberapa perkara tertentu dan terpilih hendaklah tunduk kepada kehendak ajaran agamanya secara terpaksa dan tanpa pilihan.
Adakah apabila dia terpaksa menerima dan patuh, maka dia telah membantutkan penggunaan akalnya yang setiap masa digunakan untuk memandu kehidupannya itu? Atau adakah Islam pada kemuncak ajarannya telah memusuhi akal dengan mendorong dan memaksa penganutnya mempercayai sesuatu secara membabi buta?
Tentu sekali tidak.
Akal dan Agama adalah daripada Allah. Kedua-duanya tercipta untuk saling memandu manusia menempuh kehidupan di dunia ini. Bagaimana boleh digambarkan sebuah syarikat kenderaan mencipta stering dan tayar sebuah kereta yang saling bertentangan arah tanpa keselarasan? Begitulah Allah, kehendakNya adalah agar seorang hambaNya memiliki seikat kepercayaan dan iman yang diyakini oleh dirinya sendiri melalui akainya walaupun pada awalnya ia adalah semata-mata ajaran wahyu yang didatangkan langsung oleh Allah melalui para rasulNya alaihimussalam.
Maka Marilah kita berdoa agar kita sentiasa berada di jalan yang lurus. Bolehkan? Tentu boleh! InsyaAllah
Jalan Para Nabi dan Rasul Adalah Jalan Allah
كَانَ ٱلنَّاسُ أُمَّةً۬ وَٲحِدَةً۬ فَبَعَثَ ٱللَّهُ ٱلنَّبِيِّـۧنَ مُبَشِّرِينَ وَمُنذِرِينَ وَأَنزَلَ مَعَهُمُ ٱلۡكِتَـٰبَ بِٱلۡحَقِّ لِيَحۡكُمَ بَيۡنَ ٱلنَّاسِ فِيمَا ٱخۡتَلَفُواْ فِيهِ‌ۚ وَمَا ٱخۡتَلَفَ فِيهِ إِلَّا ٱلَّذِينَ أُوتُوهُ مِنۢ بَعۡدِ مَا جَآءَتۡهُمُ ٱلۡبَيِّنَـٰتُ بَغۡيَۢا بَيۡنَهُمۡ‌ۖ فَهَدَى ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لِمَا ٱخۡتَلَفُواْ فِيهِ مِنَ ٱلۡحَقِّ بِإِذۡنِهِۦ‌ۗ وَٱللَّهُ يَهۡدِى مَن يَشَآءُ إِلَىٰ صِرَٲطٍ۬ مُّسۡتَقِيمٍ
"Pada mulanya manusia itu ialah umat yang satu (menurut agama Allah yang satu, tetapi setelah mereka berselisihan), maka Allah mengutuskan Nabi-nabi sebagai pemberi khabar gembira (kepada orang-orang yang beriman dengan balasan Syurga) dan pemberi amaran (kepada orang-orang yang ingkar dengan balasan azab Neraka); dan Allah menurunkan bersama Nabi-nabi itu Kitab-kitab Suci yang (mengandungi keterangan-keterangan yang) benar, untuk menjalankan hukum di antara manusia mengenai apa yang mereka perselisihkan dan (sebenarnya) tidak ada yang melakukan perselisihan melainkan orang-orang yang telah diberi kepada mereka Kitab-kitab Suci itu, iaitu sesudah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang jelas nyata, mereka berselisih semata-mata kerana hasad dengki sesama sendiri. Maka Allah memberikan petunjuk kepada orang-orang yang beriman ke arah kebenaran yang diperselisihkan oleh mereka (yang derhaka itu), dengan izinNya. Dan Allah sentiasa memberi petunjuk hidayatNya kepada sesiapa yang dikehendakiNya ke jalan yang lurus (menurut undang-undang peraturanNya)"
 (Surah Al-Baqarah 2: Ayat ke 213)