Mengenai Saya

Foto saya
Malang, East Java, Indonesia
Uhibbuka Fillah...

Laman

Selasa, 07 Desember 2010

Item..Item

Bismillahirrahmanirrahim Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh ============================ Hari ini adalah kedua kalinya aku ta'lim. Hho. Pagi-pagi SMS adik tingkatku pas dikampus, menanyakan perihal apakah ia akan hadir atau tidak. Ternyata, ia sedang sakip, yauwiss, aku pun bersiap untuk datang ke masjid Imam Ahmad bin Hambal sendiri lagi. Jam setengah 9 lewat dikit udah standby mau berangkat. Hari ini berusaha menyesuaikan diri, jilbab hitam, baju kerah lengan panjang hitam dengan bordiran bagus di ujung bawah ( hehe punya sendiri dikagumin ), dan rok panjang biru gelap. Walaupun masih casual layaknya masih remaja biasa, tapi setidaknya gak terlalu mencolok lah di tengah komunitas itu, pikirku. Turun dari lantai atas ke lantai bawah, pas pamit izin ama Ibu, beliau ngegodain: "Meuni item-item, udah jadi penggemar item-item sekarang...", ibu cengengesan. Aku juga. "Biar gak terlalu mencolok, biar gak terlalu keliatan ABG-nya, heheh..", aku ikut cecengiran menanggapi. "Muka kamu juga udah gosong gitu Cha, ngapain aja sih..." "Hheu, namanya juga anak jalanan...", aku ngeles . "Yawdah hati-hati... nanti pulang langsung nyusul ke rumah nenek aja..." "Iya, Assalamu'alaykum.." "Wa'alaykumussalam..." Aku pun berangkat dengan diiringi sepenggal doa dan airmata Ibunda tercintah *gayanye :p*. Sepanjang perjalanan nih hati tenaaang banget. Biasa aja. Kagak sedeg-degan minggu yang lalu. Bahkan pas turun dari angkot dan jalan beberapa meter ke tuh masjid, surely, aku kayak masih SMP mau ke sekolah biasa aja, malah masih bisa sedikit senyum-senyum sambil menatap langit yang cerah *hihih, orang aneh, jalan sambil sesenyuman*. Bahagia ngeliat layangan yang terbang melintas angkasa *hueheheh*, pokoe hatiku tralala gembira, without nervous, without shy... Sampai masjid, masih sepi, yaeyalah, masih jam 9 lewat dikit, kajian dimulai jam 10. Pas mau naik tangga ngeliat seorang akhwat berkacamata dan bercadar sedang membereskan dagangannya. Kami bersitatap, aku pun mencoba tersenyum. Sepertinya beliau juga membalas senyumanku, walaupun tak terlihat, tapi tampak dari matanya yang mengecil, tanda ia sedang tersenyum *AnakSokTahuJanganDitiru :p*. Sampai dilantai 2 tempat akhwat, tampak beberapa akhwat sudah bersiap di tempat masing-masing, tapi masjid masih lowong, masih sepiiiii banget. Bahagia melihat Ibu yang minggu lalu aku ketemu. Beliau sudah duduk di tempatnya minggu lalu bersama anak perempuannya. Aku langsung bersimpuh dan menyapa, "Ibu... Assalamu'alaykum...", beneran deh bahaaaagia. Seneng banget ketemu Ibu itu lagi... ^ ^ "Eh... Wa'alaykumussalam.. udah ditungguin tadi, ayo duduk sini...", Ibu itu menyambut dengan ramah, anak perempuannya pun tersenyum. "Sendiri neng?" "Iya Bu..." "Ibunya nggak diajak?" "Udah.. tapi ada acara di rumah nenek..." "Oh, iya..." Baru datang, mulai lagi lah obrolanku dengan Ibu tersebut. Seru. Beliau menjelaskan lagi beberapa hal padaku, subhanallah.. sungguh Ibu yang baik hati. Beliau menjelaskan soal dzikir pagi dan petang, melihatkan buku dzikir beliau. Karangan Ustadz Yazid Jawwas. Dari beliau pula lah aku tahu kalau Ustadz tersebut keturunan Arab, dan menetap di Solo. Ditunjukan oleh Ibu tersebut aku pun melihat anak perempuannya Ustadz Yazid, subhanallah.. bahagiaaa.. ^_^ Aku bertanya pada anak perempuan Ibu itu yang dieeem banget, heheh, "Namanya sapa teh? Aku lupa..." "Hana...", ucapnya pelan. Ibunya langsung bertanya, "Eneng teh namanya siapa? Ibu juga lupa.." Jreeeeeenggsss... aku tertawa pelan. "Icha Bu..." "Iya, Ibu catet aja lah.. takut lupa...", ujar beliau sambil menggores namaku di halaman terakhir bukunya. Setelah itu Ibu tersebut bertanya soal keluargaku. Ayah kerja dimana, aku asal darimana, berapa bersaudara, umur ibu ayah, wuih, pokoe itu udah kayak Ibu tersebut mau bikin autobiografiku, heheh... Yang lucu pas aku bilang kalo Ayahku orang Sunda, Ibu orang Palembang, "Ibunya putih ya? Orang Palembang kan putih-putih...", tanya Ibu itu. "Iya Bu, putih..." "Ngikut Ayah ya berarti, Icha..?" "Nggak Bu, Ayah juga putih..." "Loh kok tapi....", Ibu itu tertawa. Aku ikut tertawa. Maklum. "Iya, anaknya nggak ada yang ngikut putih, gelap semua kulitnya...", jawabku sambil tersenyum. "Karna lahir di Irian mungkin...", Ibu itu menggodaku. "Hhe... mungkin..." "Gapapa, yang penting mah hatinya yang putih, imannya, akhlaknya..." Aku mengangguk tanda setuju. Satu lagi peristiwa hari ini yang relevan dengan judul diatas, hehehe... Kami terus diskusi sampai kajian akan dimulai. Lebih sepi dibanding minggu lalu yang cukup bejubel. Tapi segitu juga cukup ramai lah. Mataku sudah biasa melihat pemandangan seperti itu. Bahkan ada beberapa mungkin orang yang juga baru ikut kajian sepertiku masih memakai celana panjang dan jilbab yang terbilang pendek. Maklum. Aku juga dulu gitu. Semua sedang dalam proses belajar, akan berubah seiring berjalannya waktu, insya Allah... Aamiin. Penjelasan demi penjelasan aku dengarkan dengan seksama. Catat, Dengar. Agak kurang konsen karna lalu lalang orang yang lewat, datang terlambat. Tapi, masih pahim inti yang disampaikan. Tak lama, datanglah seorang akhwat dengan jilbab putih lebar. Dia melihatku, dan duduk tepat di depanku. Aku yang sedang konsen jadi agak terpecah fikirannya karna merasa mengenal akhwat tersebut. Akhwat itu membalik badan dan mengajak bersalaman, "Icha ya?" "Iya, siapa ya?" "Suci..." "Kita pernah kenal ya?" "Aku temennya Muthi...", jawabnya dengan menyebut nama teman SMA-ku. Aha! Gotcha! Aku ingat... Akhwat tersebut. Aku pernah bertemu dengannya di bis. 2 kali. Keberaniannya memakai jilbab yang begituuuu lebar ke sekolah. Subhanallah.... Aku langsung fokus lagi dengan kajian. Terlihat akhwat itu mengajak ngobrol anaknya Ibu yang duduk di sebelahku. Ternyata akhwat itu kakak kelas anak ibu tersebut di SMP. Agak kesal juga dengannya karna mengobrol di saat kajian berlangsung. Tapi aku cuek, fokus sendiri, tenggelam dalam kesibukanku mendengar dan mencatat. Jam setengah 12 kajian selesai, karena masjidnya mau digunakan buat sholat jumat. Sampai poin 119 Aqidah Thahawiyah. Materinya tentang...: Membahas larangan memberikan fatwa kalo kita nggak tau ilmunya, keutamaan haji dan jihad, percaya kepada malaikat maut (baru tau, kalo ternyata namanya malaikat maut, tidak ada yang namanya malaikat izrail xixixi), percaya pada azab, nikmat, dan fitnah kubur. Penjelasan lebih lanjut nanti aku terangkan kemudian sebagai sebuah note di RDM ini, insya Allah jika lain kali ada waktu.. ( Inilah sebenarnya INTI dari tulisna ini, tapi lainkali saya tuliskan yach, cerita ini hanya sebagai prolog saja..hihihi, pada gemes ya ama icha..) Selesai tanya jawab, aku dan Suci berbincang banyak hal. Senang melihat akhwat tersebut, baik hati, lembut. Beda banget ama aku yang grasak grusuk, heheh.. pas aku ngomong, dia bilang aku lucu, sambil tangannya mendarat di pipiku, waduh, baru kenal juga.. jadi malu... Ternyata dia datang ke kajian tersebut bersama kakak laki-lakinya, subhanallah, sudah dari 2 tahun lalu dia rutin datang kesana. Dia bercerita bahwa Ibunya belum mau diajak mengikuti kajian tersebut, ketika aku tanya tentang Ayahnya, ternyata Ayahnya sudah meninggal dunia, Innalillahi.. Isbirr Ukhti... Dari Suci pula lah, aku mengenal beberapa orang akhwat. Bahkan aku sempat bersalaman dengan akhwat bercadar! Subhanallah... lemas, bahagia, deg-degan, hhi.. norak memang kelihatannya, tapi, Ya Allah... andai kalian jadi aku, fiuh, yang tadinya cuma lihat dari jauh doang... hhiks... akhwat sejati.. akhwat sejati... I hope Someday, I can be like them... aamiin... Bertukar nomor HP, memakan kue-kue kecil yang disediakan panitia, aku turun kebawah bersama Suci. "Cha, aku pingin tuh gamis yang ungu... bagus banget ya..." Aku melirik sebuah gamis yang tergantung.. "Iya...", aku mengangguk mengiyakan. Memang bagus. Warnanya perpaduan ungu tua, sedang, dan muda. Tidak terkesan tua. Memang lucu. "Icha udah pernah pakai gamis?" "Belum.. Padahal pingin banget nyobain, tapi belum sempet nemu aja...", Suci tersenyum. "Enak badannya kecil, kalau aku, agak susah...", aku tertawa kecil. "Nggak juga lah.. malah icha bagus pake gamis, badannya tinggi..." Aku tersenyum geer dan sedikit senang. tapi kalimat berikutnya..? "Tapi sayang, icha kulitnya agak item yach...?" Olalaaaaaaa..baru saja anganku dibawa naik ke awan, sedetik kemudian langsung dibanting ke bumi. Sakiiittt. Tapi tak apalah, aku tahu kok niatnya bicara begitu cuma bercanda. Sabar cha, sabar... toh emang dasarnya aku item, apa mau dikate...?hehehe.. Aku pamit. Suci pulang bersama kakaknya. Aku naik angkot. Setelah mengucap salam, aku melangkah... Fiuh, hari yang luar biasa, alhamdulillah... Aku makin terbiasa. Biar saja orang mengatakan aku item, kulitku item, wajahku item, pakaianku item..sebodo amir teh.., yang penting Ikhlaskan niat, satu tujuan, semua hanya karna Allah Subhanahu Wa Ta'ala, aamiin, insya Allah... Begitulah kali kedua aku ta'lim di tempat itu. Bahagia. Pingin ngajak orang-orang turut serta.. yoo.. Semangap! Allahu Akbar! oya satu lagi, yang merasa item jangan minder yach. Tetep pede aja, klo gak pede ya di pede-pedein. Liat tuh muadzin Rasulullah sahabat Bilal bin Rabbah: meskipun dulunya seorang budak yg berkulit hitam, tapi kedudukannya di mata rasulullah dan disisi Allah swt bgitu mulia. Karena apa..? karena imannya yg kuat menancap didada, karena keteguhannya memegang tauhid, dan akidahnya yg menghunjam sanubari tanpa lekang. Bahkan Rasulullah bersabda bahwa beliau mendengar suara sendal bilal di surga. Subhanallah..Allahu akabar.. Biar item yg penting akhlaknya, imannya, perilakunya,dan ibadahnya berusaha untuk tetap PUTIH. Kita jawab apa teman-teman..? Allahumma..Amiin. Pinter..Sipsip...^.^, matur nuwun yak..:) Barakallahufikum..jabat erat dan salam hangat Wassalamualaikum 


http://www.facebook.com/notes/renungan-dan-motivasi-ifta-istiany-notes/motivasi-itemitem/171927296169259