Mungkin hanya kisah tentang
tetesan air mata. Tapi ia begitu mulia karena dua hal. Pertama, mata orang yang
menitikan air mata, dan kedua karena tempat di mana air mata itu jatuh. Air
mata itu, adalah milik Abu Bakar R.A dan tempat jatuhnya air mata itu adalah
wajah Rasululloh SAW. “ Seandainya aku bisa memiliki seorang kekasih, niscaya
kekasihku adalah Abu Bakar “, begitu kedalaman perasaan Rasululloh SAW, kepada
sahabatnya, Abu Bakar R.A Keduanya, hari itu sedang berada di sebuah gua pengap
dan gelap, gua Tsur namanya. Sebuah gua yang menjadi tempat persinggahan
sekaligus persembunyian mereka saat berhijrah dari Mekkah ke Madinah
Al-Munawaroh.
Abu Bakar sebenarnya sudah lebih
dahulu memeriksa kondisi gua sebelum Rasululloh SAW masuk. Setelah dianggap
cukup aman, Rasululloh pun masuk. Utusan Alloh itu lalu membaringkan tubuhnya
di atas tanah, dengan kepalanya berbantalkan paha Abu Bakar R.A. Muncul ular
pada salah satu lubang yang berdekatan pada kedua makhluk mulia itu. Abu Bakar
Ashidiq jelas tak mungkin membiarkan ular itu keluar dan mematuk sang kekasih.
Tanpa berpikir panjang, ia menutup lubang itu dengan kakinya. Abu Bakar Ashidiq
meringis menahan sakit, karena akhirnya ular itu menggigit kakinya. Tapi ia
tetap berusaha menahan sakit sekuat tenaga, hingga kakinya tetap tak bergerak.
Detik demi detik selanjutnya, dalam hening, sekujur tubuhnya tersa panas karena
bisa ular yang menjalar cepat. Abu Bakar merintih menahan sakit dan badannya
gemetar. Ia menangis diam-diam. Rasa sakit itu pun akhirnya menitik satu demi
satu. Tetesan air mata itulah yang kemudian jatuh kewajah Rasululloh SAW hingga
ia terbangun dari terkejut.
Inilah kisah tentang tetes-tetes air
mata yang sangat mulia. Tetes-tetes air mata yang menjadi saksi atas gemuruh
cinta yang tak mungkin lagi tertahan oleh rasa sakit yang begitu menggigit.
Tetes-tetes air mata itulah sebenarnya makna lain dari luapan rasa cinta Abu
Bakar R.A kepada sang utusan Alloh SWT. Barangkali, sang sahabat Khalil
(kekasih) Rasululloh itu, ingin pula mengucapkan permohonan maaf, karena ia tak
lagi kuat membendung air mata yang akhirnya jatuh mengenai wajah sang Rasul
yang tengah beristirahat penat. Mungkin, sahabat yang bobot keimanannya
disebutkan Rasululloh melebihi kadar keimanan seluruh penduduk bumi itu, ingin
pula meminta maaf kepada Rasul Muhammad Ibnu Abdillah SAW, karena terjaga dan
terkejut.
Peristiwa ini berlangsung di awal
tahun hijriah ketika kami tengah mengalami banyak kenyataan yang makin
menghentak kesadaran atas kemuliaan dan kesucian. Rasululloh SAW yang dinodai
dan dinistai. Adakah titik air mata yang jatuh karena duka akibat tidak mampu
memelihara kehormatan dan kemuliaan Rasululloh SAW. Sebagian kami bahkan masih
sempat berada dalam tawa dan canda ditengah kehormatan dan kemuliaan sang Rasul
terdera. Sebagian kami, masih belum terpaantuk sentimennya atas perilaku
orang-orang yang begitu berani menodai kehormatan dan kemuliaan sang utusan
Alloh SWT. Kami masih tenggelam dalam dunia yang begitu menguasai pikiran dan
hati. Sementara ada banyak perilaku tak pantas melukai dan mengotori kemuliaan
Rasululloh SAW yang seharusnya mampu menggetarkan hati. Maafkan kami ya
Rasululloh…
Kami mengerti, penodaan kesucian dan
kemuliaanmu, bukan saja pada urusan gambar dan karikatur yang dianggap waajr
karena kebebasan berpendapat oleh mereka yang memang bukan umatmu. Tapi justru
sikap-sikap kami yang selama ini mempunyai andil untuk menodai dan mengotori
kemuliaan dan kehormatanmu. Kondisi kami yang tidak meneladanimu dalam beribadah,
dalam menilai, dalam menjalani kehidupan, dalam mengatasi permasalahan hidup,
dalam seluruh sikap dan cara hidup kami, secara sadar maupun tidak sdar berarti
mengurangi kemuliaan dan kesuciaanmu. Sikap kami yang tidak banyak membaca daan
merenungi sirah/sejarah seperti melengkapi kekurangan dan perjuangan dakwahmu.
Perilaku kami yang tidak banyak mengajak dan
menyebarluaskan ajaranmu. Semuanya, kerendahan kami dihadapan keagungan
hidupmu.
Ya Rasululloh… Inilah kami, sekian
abad dari masamu, dalam tubuh ringkih yang penuh dosa, dengan lidah kelu yang
tercemari dusta, dengan mata dan telinga, kaki dan tangan yang banyak kami
gunakan untuk kelalaian. Kami beranikan diri menyerumu. Maafkan kami ya
Rasululloh… Ini bukan permohonan maaf yang berisi kepasrahan. Tapi permohonan
maaf yang sejatinya semakin mendekatkan kejauhan kami pada kemuliaanmu.
Permohonan maaf yang menjadi titik tolak kami untuk lebih mengenalmu,
mencintaimu, mengikutimu, dan membelamu dengan apapun yang kami punya dan
miliki. Maafkan kami ya Rasululloh… Sekian, Semoga risalah ini dapat bermanfaat
bagi umat Islam, Fastabiqul Khairot, Nuun Walqolami’ Wama’a Yasthurun, Wallohu’ Ta’ala a’lam bish Showab.
Washallallaahu’ ala nabiyyina Muhammad wa ‘alaa alihi wa shahhbihi wa sallam.
Wallahamdulillahi Rabbil’ Alamien.