oleh Ibaadezt Fillah
Kritikan Keras yang Melukai
Perasaan
Salah satu faktor yang dapat
merusak suasana pembicaraan dan hubungan ukhuwah adalah menyerang dengan
kritikan bernada keras atau kritikan yang tidak argumentatif. Seperti ungkapan:
"Semua yang kamu katakan adalah salah, tidak memiliki dalil yang menguatkannya."
Atau: "Kamu berseberangan dengan saya."
Jika anda seorang yang
beretika baik, seharusnya yang anda katakan adalah: "Beberapa sisi dalam
pendapatmu itu perlu dipertimbangkan lagi", "Menurut hemat
saya...", "Saya mempunyai idea lain, harap anda menyemaknya dan
memberi penilaian", dan ungkapanungkapan serupa.
Menurut DR. Abdullah
al-Khathir rahimahullah. "Semua orang menyukai siapa saja yang mengoreksi
kesalahannya tanpa melukai perasaan." Al- Khathir memberi contoh dengan
sebuah kisah, bahawa suatu saat seorang dosen tengah mempersiapkan materi
ceramah yang akan disampaikan di dalam sebuah forum umum. Namun makalah yang
berhasil disusun olehnya terlalu panjang dan detail, sehingga dapat membosankan
para pendengar. Untuk itu, ia minta penilaian dari istrinya dan berkata:
"Bagaimana pendapatmu mengenai materi ceramah ini?" Dengan penuh
bijak sang istri menjawab: "Materi ceramah ini lebih layak dan sangat baik
jika menjadi ertikel untuk sebuah majalah ilmiah yang mengkaji tema-tema spesifik."
Dari jawaban tersebut, dosen itu tahu bahawa materi makalah yang ia buat tidak
cocok untuk disampaikan di depan forum umum.
Kisah di atas merupakan satu
contoh kritik yang sangat baik. Ia menggunakan cara menonjolkan sisi-sisi
positif dan kelebihan objek yang dikritik. Oleh kerananya, jika seorang sahabat
datang menemui anda dan meminta pendapat mengenai rencananya untuk terjun
berdagang—misalnya, maka sebaiknya anda memberi saran dengan mengatakan:
"Engkau memiliki potensi menulis dan berpikir yang tajam, jangan
sia-siakan potensimu itu." Jika memang ia tidak memiliki bakat berdagang
dan menonjol dalam bidang intelektual.
Demikianlah model sikap yang
harus diambil, jangan memutuskan suatu masalah dengan gaya ungkapan "Kamu
tidak layak menekuni bidang itu", namun katakanlah: "Kamu lebih layak
menekuni selain bidang itu."
Dalam suatu majlis, kita
sering menemui seorang pembicara yang handal dan berceramah dengan tutur kata
yang sangat baik. Kemudian pada akhir pembicaraan, ia membuat satu kesalahan.
Jika kita perhatikan ragam sikap manusia dalam kisah seperti ini, ada yang hanya
menilai titik kesalahnya saja, sehingga menuntut si pembicara untuk berhenti.
Ini merupakan sikap yang tidak benar. Seorang pengkritik seharusnya menonjolkan
sisi-sisi positif isi pembicaraannya dahulu seperti dengan mengatakan:
"Saya setuju dengan isi pembicaraan anda dalam..., namun untuk masalah
terakhir yang anda ungkapkan, saya mempunyai beberapa catatan."
Dengan gaya tersebut,
pengkritik memulai dengan sisi-sisi positif, setelah itu, baru mengoreksi
kesalahan pembicara. Gaya seperti ini akan lebih mendorong pembicara untuk
menerima kritikan yang disampaikan kepadanya, tanpa harus terjebak dalam
perdebatan kosong yang tidak menghasilkan apa pun.
Dengan gaya tersebut,
berarti kita menerapkan kaidah: "Kita awali dengan perkara yang
disepakati, baru kemudian membicarakan perkara-perkara lain."
dikutip dari " VIRUS
VIRUS UKHUWAH " oleh : Abu 'Ashim Hisyam bin Abdul Qadir Uqdah
Sehingga ada sesuatu yang
menunjang kebaikan pada sisi spiritual manusia dan ada juga sesuatu yang
menunjang keburukan pada sisi spiritual manusia, sehingga bagaimanakah kita
tahu sesuatu itu menunjang kebaikan spiritual bagi manusia atau sesuatu itu menunjang
keburukan bagi manusia?
Untuk itulah kemudia Allah
mengirim para Rosulnya ke muka bumi ini untuk mendidik manusia mencapai
kesempurnaan secara spiritual yang kemudia ajarannya kita kenal dengan sebutan
Agama. Jadi tolak ukur kebaikan dan keburukan secara spiritual bagi manusia
adalah terletak pada aturan-aturan Agama yang di sampaikan oleh para Rosul
Allah dan hal inilah yang membedakan antara manusia dan dua golongan lainnya.
Maka apabila ada manusia
yang hanya mencapai kebaikan dan kesempurnaan secara materi dan tidak berusaha
mencapai kebaikan dan kesempurnaan secara sepiritual sekaligus, dapat di
katakana tidak ada pembeda antara ketiga wujud tersebut, yaitu wujud manusia, hewan dan golongan tidak memeliki
rasa.
Wallahu a’lam