“Ada apa sih Kak?” Umar
tiba-tiba menarik kedua tangan adiknya, hingga posisinya berubah dari posisi
duduk bersila menjadi tegak berdiri.
“Saatnya kita beraksi, Nif!”
Umar memaksa Hanif berjalan keluar.
“Ke mana?” Hanif nampaknya
keberatan meninggalkan acara televisi favoritnya yang hanya tayang tiap Ahad
pagi.
Umar tersenyum dan menjawab, “Aku
ingin traktir makanan favoritmu, Bakso!” Hanif pun tersenyum lebar.
Sesampainya di Pasar, Hanif
menggerutu, karena diajak berkeliling pasar dahulu dan tidak langsung menuju
Warung Bakso Sapi halal langganan mereka.
“Assalamu’alaykum Warohmatullaah,”
ucap Umar tiap melewati orang-orang yang mereka jumpai, dan disambut salam
serupa atau terkadang dijawab lebih panjang oleh orang yang ia salami. Beberapa
kali, Umar mengiringi salamnya dengan menjabat tangan. Karena tidak ingin
membuat adiknya jengkel, setelah berkeliling memutari pasar, Umar menghentikan
‘aksi salamnya’ dan segera menuju ke warung bakso.
“Kak Umar kurang kerjaan!”
gerutu Hanif, ketika mereka sudah sampai di warung bakso.
“Siapa bilang? Aku melakukan yang
disunnahkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, menyebarkan salam
biar jadi orang mulia. Daripada nonton televisi yang nggak jelas? Udahlah,
Hanif mau Bakso kan?”
Umar memang kakak teladan, selalu
mensyiarkan syariat islam dengan unik, apalagi dengan adik kecilnya yang baru
berumur enam tahun. Di satu sisi Ia tidak ingin mengganggu hari libur adiknya,
namun di sisi lain ia tidak tega melihat adiknya terus diracuni tayangan
televisi yang tidak bermanfaat. Maka, Ia pun mengalihkan liburan adiknya ke
sesuatu yang lebih bermanfaat; menyebarkan salam. Sebenarnya yang dilakukan
Umar adalah teladan dari sahabat Abdullah bin Umar. Suatu hari, Thufail Bin
Ubay Bin Ka’ab datang lagi ke rumah Abdullah Bin Umar, dan diajak lagi ke
pasar. Maka Thufail bertanya, ”Perlu apa kita ke pasar? Kamu sendiri
bukanlah seorang pedagang dan tidak ada kepentingan menanyakan harga barang
atau menawar barang. Lebih baik bila kita duduk bercengkerama di sini”.
Abdullah Bin Umar menjawab, ”Hai Abu Bathn! Sebenarnya kita pergi ke pasar
hanya untuk memasyarakatkan salam. Kita beri salam kepada siapa saja yang kita
temui di sana!” (HR. Malik dalam kitab Al Muwatha’ dengan sanad shahih).
Hukum mengucapkan salam adalah sunnah
yang amat dianjurkan (sunnah mu’akadah). Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda, ”Jika seseorang di antara kalian berjumpa dengan
saudaranya, maka hendaklah memberi salam kepadanya. Jika antara dia dan
saudaranya terhalang pepohonan, dinding atau bebatuan; kemudian mereka berjumpa
kembali, maka ucapkan salam kepadanya” (HR. Abu Daud).
Sedangkan hukum menjawab salam
adalah wajib. Sebagaimana firman Allah Ta’ala (yang artinya), “Apabila
kamu dihormati dengan suatu penghormatan, maka balaslah yang lebih baik atau
balaslah dengan yang serupa. Sesungguhnya Allah memperhitungkan segala sesuatu”
(QS. An Nisaa’[4]: 86).
Adab dalam mengucapkan salam pun
perlu diperhatikan.
Adab Pertama:
Urutan salamyang disabdakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
dalam hadits Riwayat Bukhary adalah sebagai berikut:
- Orang yang berkendaraan memberi salam kepada yang berjalan
- Orang yang berjalan memberi salam kepada orang yang duduk
- Rombongan yang sedikit memberi salam kepada rombongan yang lebih banyak
- Yang kecil (muda) memberi salam kepada yang besar (tua)
Adab Kedua:
Adab salam kedua adalah
mendahului salam. Terlepas dari urutan dalam memberi salam, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam mengajarkan untuk mendahului dalam memberi salam.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan, justru yang
memulai salam itulah orang yang lebih mulia.
Sabdanya, ”Seutama-utama manusia
bagi Allah adalah yang mendahului salam” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi).
Seseorang pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ”Ya
Rasulullah, jika dua orang bertemu muka, manakah di antara keduanya yang harus
terlebih dahulu memberi salam?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
menjawab, ”Yang lebih dekat kepada Allah (yang berhak terlebih dahulu
memberi salam)” (HR. Tirmidzi).
Adab Ketiga:
Adab salamketiga adalah menjawab
setara atau Lebih. Apabila ada seseorang yang memberi salam kepada kita,
maka idealnya kita memberikan jawaban yang sama (setara). Misalkan seseorang
mengucapkan salam kepada kita, ”Assalaamu ‘alaikum warahmatuulaah!” Minimal
kita harus menjawab, ”Wa’alaikumussalaam warahmatullaah!”
Adab Keempat:
Adab salam keempat adalah
menjabat tangan. Selain mengucapkan salam, akhlaq yang indah (karimah) bagi
seorang Muslim ketika bertemu dengan saudaranya adalah menjabat tangannya
dengan hangat. Seseorang bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
salam, ”Wahai Rasulullah, jika seseorang dari kami bertemu dengan
saudaranya atau temannya apakah harus menunduk-nunduk?” Jawab Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam, ”Tidak!” Tanyanya, ”Apakah harus merangkul kemudian
menciumnya?” Jawab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ”Tidak!”
Tanyanya sekali lagi, ”Apakah meraih tangannya kemudian menjabatnya?” Jawab
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Ya!” (HR. Muslim).
Selain memiliki nilai kehangatan dan
persahabatan (ukhuwwah), jabatan tangan juga akan menghapus dosa di antara
kedua muslim yang melakukannya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, ”Tidaklah dua orang Muslim yang bertemu kemudian berjabat tangan
kecuali Allah akan mengampuni dosa keduanya sampai mereka melepaskan jabatan
tangannya” (HR. Abu Daud). Yang tetap perlu diperhatikan hendaklah lelaki tidak
berjabat-tangan dengan wanita yang bukan mahromnya; demikian pula sebaliknya.
Adab Kelima:
Adab salam kelima adalah berwajah
manis dan tidak memalingkan wajah. Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam, ”Jangan kalian meremehkan kebaikan sedikit pun, meskipun hanya
wajah yang manis saat bertemu dengan saudaramu” (HR. Bukhari). Yang dimaksud
berwajah manis adalah penampilan yang menyenangkan serta senyum yang
mengembang. Tentu saja, ketika mengucapkan salam, diusahakan menatap wajah yang
disalaminya.
Makna salam adalah do’a seorang
Muslim kepada saudaranya seiman. Kata “Assalaamu ‘alaikum warahmatullaahi
wabarakaatuh” mempunyai makna “Semoga seluruh keselamatan, rahmat dan
berkah dianugerahkan Allah kepada kalian”. Nilai do’a dalam kandungan
salam ini menjadi salah satu dasar mengapa salam tidak dapat diberikan kepada
orang-orang non Muslim.
Do’a seorang muslim kepada non
muslim adalah do’a supaya mereka mendapat petunjuk masuk dalam pangkuan Islam.
Demikianlah do’a Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada orang
non muslim, ”Ya Allah berilah petunjuk kepada kaumku, karena sesungguhnya
mereka orang yang tidak mengerti” (Sirah Nabawiyah, Abul Hasan ali An Nadwi).
Penulis: Ari Mami
Muroja’ah: M. A. Tuasikal