Mengenai Saya

Foto saya
Malang, East Java, Indonesia
Uhibbuka Fillah...

Laman

Rabu, 08 Desember 2010

Janji Venus ( Part 2 )


Bismillaahirrahmaanirrahiim
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
============================
PROLOG:
Cuplikan dialog akhir episode 'Janji Venus' part.1:
 "Aku pindah ke Irian Fi. Ayah pindah tugas kesana. Maaf aku bohong waktu itu, sedih rasanya ninggalin kota ini...", lirihku parau.
"Ya wis toh Mer, ndak papa, yang penting sekarang kamu balik lagi ke sini, ya toh?"
Aku tersenyum tak berani mengiyakan. Aku hanya ingin menyelesaikan kisahku sebelum semua terlambat, sebelum taqdir menggerogoti sisa usiaku. Aku berbisik dalam hati.
"Fia makin cantik aja nih, ayu...", aku mengalihkan topik pembicaraan sembari memperhatikan paras Fia yang memang makin nampak keanggunannya, melenyapkan gurat masa kanaknya.
"Bisa aja kau Mer. Kayaknya Meri makin kurusan nih, diet ya Bu...", candanya, membuatku tertawa.
"Nggak, biasa lah, sakit...", jujurku membuat Fia menggoreskan gurat prihatin.


"Sing sabar Mer, Insya Alloh jadi penggugur dosa...", hiburnya.
"Iya Bu Ustadz..."
"Ih, iseng!", tinjunya pelan di pundakku.
"Wis ketemu ama Mas Rasyid durung Mer?", tanya Fia tiba-tiba.
"Siapa? Mas Rasyid?", tanyaku heran. Tidak mengenal nama yang ditanyakan oleh Fia.
"Oalah Mer, lama ndak ketemu tapi mbok ya jangan dilupain toh mas mu itu...", ucapan Fia makin membuat mukaku bertekuk.
Mas Rasyid..? Siapa dia..?
Apakah dia juga orang yang pernah menggoreskan kisah pada buku kehidupanku?
-------------------------------------------------------------------------------------------------
PART 2 :
Mery sedang asyik mengobrol dengan ayahnya ketika Fia datang bersama seorang pemuda tampan. Fia masuk kerumah dan langsung memeluk mery. Mery membalas pelukan fia dan memandang sekejap kepada pria yg datang bersama Fia. Ayah mery sudah lebih dahulu masuk kedalam dantidak ingin mengganggu keakraban anak dengan sahabat lamanya.
“Oya mer, ini lho mas rasyid yang aku ceritakan tempo hari. Kamu pasti lupa, dia adalah kakak kelas kita waktu SD dulu yang suka ngejahilin kamu dan menarik-narik rambutmu yg waktu itu suka dikepang dua kayak ekor kuda..ingat?”
Mery mencoba memeras otak mengingat-ingat. Mas rasyid kakak kelasnya dulu adalah seorang laki2 yg nakal, bengal, suka bolos dan kalau ke sekolah tidak pernah pake sepatu tetapi telanjang kaki. Kini penampilannya sangat berbeda. Kini ia menjelma sebagai seorang pemuda yg tampan, bersih, dan rapi.
“ Masyaallah..ya aku ingat. Benarkah ini mas rasyid...?? apa kabar mas. Tapi kalian....?” kalimat mery menggantung karena ketidak tahuan akan sesuatu.
“ Mery..ya ini aku rasyid yg dulu suka ngusilin kamu..” jawab rasyid sambil tersenyum. “ Maafkan atas keusilanku dimasa kanak-kanak itu”. Ah, tutur katanya pelan dan lembut, bahkan terkesan malu2. Mas rasyid benar2 sudah berubah 180 derajat.


“ Mery..mas rasyid sekarang telah menjadi suamiku. Kami menikah setahun lalu. Gak nyangka ya, ternyata jodohku adalah teman sekolah SD kita. Aku suka ketawa sendiri kalo ingat hal ini. Dunia ini begitu sempit. Allah menunjukkan kuasanya bahwa jodoh kita itu sebenarnya tidak pernah jauh dari diri kita, hanya saja kita yg kadang terlalu sibuk mencari kesana kemari, mencari sosok yg sempurna. Padahal kalau kita mau sedikit membuka mata dan hati, ia ada disekitar kita sendiri tanpa kita menyadari. Lah..kamu sendiri bagaimana mer..kapan neh mau nyusul..?” fia nerocos panjang lebar kalau seandainya dia tidak melihat kalau saat itu pertanyaan fia yg terakhir membuat mery menunduk sedih.
“ Mery, kamu gak papa..?” Tanya fia yg melihat sahabatnya tiba2 sedih.
Mery sendiri merasa dadanya seperti dihantam palu godam setiap ada yg bertanya kapan dirinya akan menikah. Bahkan ayahnya sudah mulai khwatir denga dirinya.
Umurnya sudah 25 tahun, sebentar lagi selesai kuliah S2 dan akan mewarisi perusahaan ayahnya. Bayangan seorang laki-laki yang ia lihat di pantai ketika petang itu kembali hadir, menyisakan gurat luka yang dalam.
Entah kenapa pertemuan yang hanya sekali itu, bahkan cuma beberapa menit saja telah mampu membuat sensitivitas hatinya terusik. Kejadian yg sudah puluhan tahun itu tak mampu ia tepis walau puluhan pemuda datang hendak melamarnya. Dan sebutir kristal beningpun tak mampu ia tahan dari sudut matanya. Ah., kak venus..dimana engkau kini..?
“ Gak papa kok fia.. oya jadi kalian sudah menikah? Subhanallah...pantes kamu sekarang dikit gemukan. Kata orang kalau abis nikah pasti gemuk karena pikirannya sudah 'sumeleh' ( bhasa jawa: pikiran tenang dan tidak ngelantur kemana-mana ).
“Iya mer..,mas rasyid ini lho yg udah ngebet. Ternyata nikah itu enak lho mer..” jawab fia menggoda.
“ Kok enak ? emang nikah itu kayak nasi goreng gitu..?” tanya meri sambil tersenyum.
“ Bukan gitu mer. Enaknya nikah tuh hati kita jadi tenang, mata kita gak jelalatan, dan tujuan hidup makin jelas. Suami kerja utk istri, istri kerja dirumah melayani suami, dan dua-duanya berpahala. Subhanallah..indah kan? Yang bikin kita lebih nyaman lagi neh mer, jika kita senang jadi makin tambah senang karena dinikmati berdua. Jika kita sedihpun terasa beban lebih ringan karena ditanggung bersama. Coba kalo masih sendiri gitu, susah senang gak ngefek ama siapa-siapa. Iya toh mer...?” Fia akan nerocos terus kalau dia tidak melihat mata meri tiba-tiba menitikkan airmata.
Ah, kenapa aku harus melukai sahabatku tak sengaja seperti ini, batin fia. Dia merasa menyesal telah berkata banyak tadi.


“ Mery, maaf yach bukan maksudku membuatmu sedih. Ya sudah kalau gitu aku pamit dulu ya mer. Udah siang neh...”.
Meri hanya mengangguk dan mengantar sahabatnya sampai ke pintu hingga hilang ditelan pandangan.
Tengah malam..di sepertiga malam..meri menunduk menangis. Dia ingat, saat – saat hatinya galau seperti ini tiada yg dapat menenangkannya kecuali Dia, Allah Sang Maha Penggenggam Hati. Meri bergegas mengambil wudhu dan  menuju RumahNya. Yaa, menuju rumahNya disaat-saat yg tepat yaitu saat Dia turun kebumi dan berfirman:” Siapa yg meminta kepadaKu Aku beri, Siapa yg memohon ampun Aku ampuni, dan siapa yg berdoa Aku kabulkan..”, dan itu terjadi setiap malam.
Dalam tangisnya, munajatnya terasa seperti alunan kidung malam yang menyayat-nyayat:
“ Ya Rabbul izzati, ilahi robi..hamba datang kepadamu dgn segala kelemahan dan ketidakberdayaan hamba. Hamba mengakui Engkau yg kuat dan hamba yang lemah. Hamba ingin yg terbaik dalam hidup hamba menurut Engkau ya Rabb, bukan yg terbaik menurut diri hamba karena Engkau mengetahui apa yg tidak hamba ketahui.
Hamba hanya memohon atas janjiMU akan jodoh yg Engkau janjikan. Dia yang entah siapa akan Engkau takdirkan menjadi Imamku, tak kuketahui dia ada dimana. Tapi dekatkanlah dia padaku jika Engkau telah menganggap hamba mampu memikul amanah itu. Tapi jika Engkau belum berkenan, hamba ikhlas ya Allah atas segala ketentuanMU. Hamba yakin selalu ada kebaikan disetiap keputusanMU.
Allah..Dzat Yang Maha Menggenggam Hati, hanya kepadaMu hamba memohon dan kepadaMu hamba meminta pertolongan. Perkenankan ya Allah doa-doa hamba, amiin..”.
Tess..! setitik kristal bening kembali menetes di sudut pipi meri. Beginikah sakitnya orang yg lagi menanti datangnya pujaan hati belahan jantung? Tapi ia yakin, siapa jodohnya tetap akan diberikan. Allah Maha Menepati janji, hibur hatinya. Bayangan pemuda yang ditemuinya di masa kecilnya waktu di pantai 13 tahun lalu kembali menayangkan layar lebar di pelupuk matanya dan mengaduk-aduk hatinya.
*****----*****
“Meri..hari ini ayah membawakan tamu special untukmu”, tiba-tiba saja pagi itu ayah meri berkata seperti itu.
“ Siapa ayah..?” tanya meri agak enggan karena matanya masih mengantuk.


“ Pak yusuf..?” jawab ayah singkat.
“ Ayaaahh..pak yusuf kan sopir keluarga kita ayah, masa tamu special buat meri sih..’ jawab meri agak sewot.
“ Pokoknya nanti meri lihat saja..” ayahnya langsung diam.
Meri duduk disamping ayahnya ketika ibu datang dari dalam membawakan camilan pagi. Hari ini adalah hari minggu. Keluarga meri biasa lebih suka menghabiskan waktunya untuk menonton tv dirumah.
“ Nduk, kamu gak pengin cepat-capat nikah ? umurmu sudah cukup lho nduk, pemuda seperti apa yg kamu tunggu nak..” tiba-tiba saja pertanyaan ibu menohok jantung meri. Dia menunduk tapi menjawab dengan pelan,
“ Ibu, siapapun wanita pasti ingin menikah, begitu juga meri. Tapi meri menyerahkan semua itu sama Allah. Pemuda-pemuda yg ayah datangkan kepada meri beberapa waktu lalu, mereka hanya ingin menjajagi meri dulu dan berkenalan barang setahun dua tahun. Itukah yg dinamakan cinta Bu? Demi Allah..itu bukan cinta Bu. Mereka ingin kami berpacaran, dan ayah ibu tau meri tidak pernah menginginkan berpacaran. Allah dan rasulNya tidak meridhoi hal itu..” jawab meri tegas.
“ Lalu kalau engkau tidak mau mengenal mereka dulu bagaimana para pemuda itu mengenalmu mer? Ayah dan ibumu ini pengin segera menimang cucu..?” tanya ibu yg mulai khawatir dengan pendirian meri. Karena ibu tahu betul, sekali meri bilang tidak..keputusan itu akan tetap ia pegung taguh sampai kapanpun.
“ Sudahlah bu, kita serahkan saja kepada meri. Dia lebih tau mana yg terbaik buat dirinya sendiri. Segalanya yg dipaksakan akibatnya nanti tidak baik..” jawab ayah yg lebih bijaksana membuat meri merasa agak lega.
“ Sekarang, apa rencanamu nduk..? apa engkau sudah memiliki calon sendiri..?” tanya ibu hati-hati.
“ Meri memang lagi menunggu seseorang bu.. menunggu janji seseorang yg meri temui di pantai tiga belas tahun lalu. Tapi meri tidak tahu dia ada dimana sekarang..” jawab meri yg merasa hatinya sendiri juga merasa tak yakin akan kata2nya. Tiba-tiba hatinya kembali terasa ditusuk sembilu.
“ Lah kamu ini aneh to nduk, menunggu janji seseorang yg tidak kamu ketahui dimana berada...?” protes ibu.


“ Tapi hati kecil meri entah kenapa yakin akan betemu dengannya suatu saat bu. Ibu percaya dengan mimpi..? tanya meri yg membuat ayah dan ibunya melongo.
“ Kamu mimpi apa to mer, jaman sekarang masih percaya mimpi..” ayah menimpali.
“ Tapi ayah...” meri membela diri, “ Kalau meri bermimpi itu ketika meri tertidur dalam dzikir kepada Allah sehabis sholat tahajud, dan ketika terjaga hati meri merasakan ketenangan luar biasa, apakah itu mimpi yg biasa..? Meri juga tidak ingin percaya kepada mimpi bu, tapi mimpi itu datang berkali-kali, dan keyakinan kuat dalam hati meri yg membuat meri mampu bertahan selama ini..”.
“ Kamu tahu nama orang yang ada dalam mimpimu itu mer..?” ayah bertanya.
“ Kak venus..” jawab meri pelan nyaris tanpa suara.
Ayah dan ibu hanya saling pandang mendengar jawaban meri.
---------------------**************------------------------------
Sehabis dhuhur pak yusuf, sopir pribadi keluarga meri datang. Pak yusuf tampak lebih segar dari biasanya. Bibirnya selalu tersenyum ketika berbicara. Dan ternyata pak yusuf tidak datang sendirian. Ada seorang pemuda berbaju kokok putih berbordir indah dan bercelana satin datang bersamanya.
“ Pak, ini anak saya Rama yang saya ceritakan kepada bapak waktu itu. Dia baru pulang dari Kairo setelah menyelesaikan studi  S2 nya dengan  beasiswa dari kampusnya. Dia mendapat tawaran bekerja menjadi dosen di perguruan tinggi di solo mulai minggu depan..” pak yusuf tanpa basa basi langsung memperkenalkan anaknya kepada keluarga meri.
Rama, anak pak yusuf..adalah sosok pemuda yg tinggi dan agak kurus dengan jenggot tipis itu tersenyum menyambut uluran tangan ayah meri. Tutur kata dan bahasanya sangat santun. Ayah meri  tak pernah lepas dari memperhatikan pemuda ini. Wajahnya terang bersinar dan selalu tersenyum. Dia tidak banyak bicara kalau tidak diajak ngobrol.
Saat itu meri yang hatinya sedang kalut tak menentu lagi berada ke pantai. Ia ingin mengenang kembali segala memorinya yang sempat ikut terbawa oleh seseorang yang sudah lama dirindukannya. Disebuah tempat yang pernah ia kunjungi di masa kecilnya. Memandangi langit yang nampak indah dengan gugusan rasi bintang Merkurius dan Venus yang  tiga belas tahun lalu ia nikmati.
Ia mendesah. Beberapa kali menahan nafas. Kadang matanya berkedip menahan desiran angin yang berhembus kencang menabrak wajahnya.


Tatkala ia menatap ombak-ombak dihadapannya. Jilbab putihnya berkibar-kibar diterpa angin laut yang dingin. Hari sudah menjelang sore saat itu.
Assalamualaikum..Gadis kecil, sedang apa di sini, kok sendirian di pantai..?”
Sebuah suara tiba-tiba terdengar dari belakangnya. Suaranya pelan dan lembut, tapi kalimat yang diucapkannya seperti menyambar telinganya. Kalimat itu pula yg pertama kali ia dengar 13 tahun lalu ketika ia ada di pantai ini. Kalimat yg diucapkan oleh seseorang yg baru ia kenal 5 menit dan ia panggil dengan ‘Kakak’. Cuma sapaannya kali ini ada nada salam menyertainya.
“ Waalaikumsalam...” meri menolah ke arah sumber suara. Seorang pemuda berwajah bersih, berbaju kokok indah dan jenggot tipis berdiri tak jauh dari tempatnya berdiri. Meri tercekat memandangnya, buru-buru ia menunduk.
“ Kakak siapa...?” tanya meri.
“ Ini tempat saya menghabiskan waktu di masa kecil, sambil memandang langit menyaksikan bintang yg bersinar terang. Sebentar lagi gelap, pemandangan di langit sana yang lagi saya tunggu..”. Pemuda itu menjawab dengan jawaban yg lain, tidak menjawab pertanyaan meri.
“ Saya juga sedang menunggu hal itu. Sebuah rasi bintang Venus dan Merkurius yang indah..”. Tiba-tiba saja hati meri merasa deg-degan. Pemuda dihadapannya ini seperti ia kenal sebelumnya. Bibirnya ingin berkata tidak tapi hatinya membenarkan. Seribu kecamuk didada membuat suaranya seperti desiran angin, pelan dan sendu.
Tak terasa waktu berjalan cepat. Hari sudah hampir gelap. Dilangit beberapa bintang mulai bermunculan disana. Angin pantai bertiup lebih dingin dari sebelumnya.
“ Nama ukhti siapa..?” tiba-tiba pemuda itu bertanya.
“ Meri...”
Pemuda itu tersenyum. Ada pancaran indah dimatanya yg berusaha ia sembunyikan. Tapi sempat terlihat oleh meri walau sekilas. Ia sampai lupa untuk menanyakan siapa nama pemuda itu. Dan pemuda itupun tidak mencoba memperkenalkan diri padanya.
Saat itu rasi bintang Venus dan Merkurius sudah nampak di langit. Rasi merkurius di sebelah atas, bersinar terang dan indah. Sedangkan rasi venus yg tidak kalah indahnya berada di bawahnya, seolah  menjadi penyangga agar tidak jatuh. Seolah kakak beradik yang saling menjaga.



“ Kenapa meri ada disini..?”
“ Saya senang berada disini. Dulu sebelum saya pindah dari kota ini mengikuti dinas kerja ayah di irian, tempat ini menjadi favorit saya menghabiskan hari dimasa kecil. Disini pula saya mengenal cinta dan kehidupan. Kehidupan yg sangat indah dari alam yg disuguhkan oleh Yang Maha Menciptakan alam ini. Disini pula pertama kali saya mengenal cinta, dan disini pulalah cinta saya bermula tanpa saya sadari waktu itu”.
Si pemuda tersenyum mendengar penjelasan meri. Binar indah dimatanya semakin terlihat. Meri yg memperhatikan hal itu menjadi bertanya-tanya tak mengerti, ada sesuatu yg dirasakannya tapi tak mampu ia katakan.
“ Meri.. di dunia yang berbeda kau bisa temukan kehidupan menamparmu dengan keras, Mengajarimu memeluk harap, melukis bayang cita di kaki mimpi. Bagiku menemukan cinta Tak sekedar rasa bahagia. Tapi pula datang sang duka... Bahagia karena saat ini masih dapat bersama cintanya, duka karena takut esok tak ada lagi cinta bersamanya. Seperti Venus dan Merkurius itu. Mereka seperti kakak adik yang enggan dipisahkan. Tapi bisa jadi sebentar lagi, Tuhan memisahkan keduanya. Kau dan aku hanya pemeran, Kuncinya ada pada sang Sutradara kehidupan.. Dan hari ini, Kakak datang menjemputmu…”
Apa yg dikatakan pemuda itu membuat meri tercekat. Kata-kata itu adalah kata-kata yg diucapkan venus 13 tahun lalu. Ia tak yakin akan semua ini. Tanya yg sejak tadi dipendamnya ia tumpahkan juga.
“ Apakah kakak ini......?” Meri menggantung kalimatnya, ia ragu dan menatap pemuda itu dgn perasaan harap dan cemas. Seribu perasaan berkecamuk didadanya.
“ Meri...ini kak venus. Apakah engkau lupa dulu kita ketemu disini tanpa sengaja? Khaifa haluk ya ukhti..?” Pemuda yg bernama venus itu menjawab dgn pertanyaan yg bagai petir menyambar telinga meri.
“ Kak venus..? benarkah ini kak venus..? eeeennggg.. ana bi khoir..” airmatapun mengambang disudut mata meri.
“ Kenapa kakak pergi meninggalkan meri waktu itu..?” tanya meri.
“ Meri..,kakak tidak pergi. Meri lah yg pergi meninggalkan kakak. Bukankah tadi meri yg mengatakan bahwa saat itu meri harus ikut pindah ke irian karena ayah meri bertugas disana? Dan meri tidak meninggalkan pesan maupun pamit sama kakak”.


“ Maafkan meri kak. Waktu itu tempat kerja ayah juga mendadak ngasih mutasi kepindahan ayah ke irian. Jadi kami sekeluarga panik dan tidak sempat memberi kabar siapapun. Kakak sendiri kemana..?” jawab meri merasa sangat bersalah.
“ Setelah meri pergi kakakpun ikut pindah ke rumah budhe di jogya dan melanjutkan kuliah disana. Alhamdulillah kakak mendapatkan beasiswa dari tempat kakak kuliah untuk melanjutkan studi ke Kairo. Minggu depan, kakak mendapat tawaran bekerja di perguruan tinggi di solo. Setelah itu.....”
Penjelasan venus terpotong ketika sebuah suara tiba-tiba mengagetkan mereka.
“ Rama...ayah mencari-carimu. Hari sudah petang dan sebentar lagi kita pulang”. Pak yusuf, ayah venus, tiba-tiba berada di tempat itu dengan ayah dan ibu meri.
“ Rama...?” meri mengulang kata-kata pak yusuf. ia tak mengerti dengan semua ini. Ia menatap venus dgn tanda tanya besar di kepala.
“ Meri.., nama kakak memang sebenarnya adalah Rama. Nama venus ini bukankah meri sendiri yg memberikan nama ini kepada kakak ketika kita bertemu disini..? dan beliau adalah ayahku...” jelas Venus alias Rama sambil menunjuk kearah pak yusuf yg tak lain adalah sopir pribadi keluarga meri.
“ Subhanallah..Allahu akbar. Jadi kalian sudah saling kenal..?” tanya ayah meri tiba-tiba. Ibu meri juga tegak terheran-heran menyaksikan pemandangan didepannya.
“ Pak yusuf....” Kata ayah meri sambil menghampiri ayah venus,” Ini berkah luarbiasa dan rejeki silaturahmi dari kekeluaargaan kita selama ini pak. Allah menginginkan kita untuk lebih merekatkan silaturahmi ini dengan menjadi sebuah keluarga besar yg utuh..”
“ Maksud bapak...? “ Tanya pak yusuf tak mengerti.
“ Saya ingin berbesan dengan pak yusuf...” dan kata-kata terakhir ayah meri ini membuat Rama alias Venus dan meri saling pandang, sama-sama tersenyum dan menunduk malu.
Meri menunduk malu. Hatinya berbunga-bunga dan merekah. Kata-kata Fia waktu itu terngiang kembali di telinganya: "Allah menunjukkan kuasanya bahwa jodoh kita itu sebenarnya tidak pernah jauh dari diri kita, hanya saja kita yg kadang terlalu sibuk mencari kesana kemari, mencari sosok yg sempurna. Padahal kalau kita mau sedikit membuka mata dan hati, ia ada disekitar kita sendiri tanpa kita menyadari.."
Ah Fia, kata-katamu memang benar sahabatku, Batin meri bahagia.


------------------------------------------------------------------------
Meri, di dunia yang berbeda ini..
Kau bisa temukan kehidupan menamparmu dengan keras
Mengajarimu memeluk harap, melukis bayang cita di kaki mimpi
Bagiku menemukan cinta tak sekedar rasa bahagia
Tapi pula datang sang duka...


Bahagia karena saat ini masih dapat bersama cintanya,
Duka karena takut esok tak ada lagi cinta bersamanya. 
Seperti Venus dan Merkurius itu.
Sekarang..,Mereka seperti kakak adik yang enggan dipisahkan.
Tapi bisa jadi sebentar lagi,
Tuhan memisahkan keduanya.
Kau dan aku hanya pemeran
Kuncinya ada pada sang Sutradara kehidupan... 

TAMAT !

Barakallahufikum..jabat erat dan salam hangat
Wassalamualaikum
----------------------

Semoga bisa dipegang amanat ini. Afwan dan terimakasih..^.^


http://www.facebook.com/notes/renungan-dan-motivasi-ifta-istiany-notes/motivasi-janji-venus-part-2-/176462132382442