Pertanyaan
Alam Kubur
(Siapkah kita menghadapinya???)
Oleh: Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin
[Dinukil dari kitab Syarah Aqidah Al
Wasithiyah bab al iman bil yaumil akhir, Penulis Syaikh Muhammad bin Shalih Al
Utsaimin, Edisi Indonesia Ada Apa Setelah Kematian? Menelusuri
Kejadian-Kejadian Setelah Hari Kiamat, Penerjemah Abu Hafsh 'Umar Sarlam Al
Atsary, Penerbit Pustaka Al Manshurah Poso, hal. 32-37]
Berkata penulis Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah:
Maka dikatakan kepada mayit tersebut, “Siapa Rabbmu? Dan apa agamamu? Dan siapa
nabimu?”
Perkataan beliau, “Siapa Rabbmu?” Yakni
siapakah Rabbmu yang telah menciptakanmu dan engkau beribadah kepada-Nya dan
yang engkau khususkan dalam beribadah? terangkum dalam kalimat ini tauhid
rububiyah dan uluhiyah.
Perkataan beliau, “Apa agamamu?” Yakni apakah
amalanmu yang engkau engkau beragama dengannya untuk Allah Ta’ala dan
mendekatkan diri kepada-Nya?
Perkataan beliau, “Siapakah nabimu?” Yakni
siapakah nabi yang engkau beriman dengannya dan engkau mengikutinya?
Berkata penulis Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah:
Maka Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang
beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat;
dan Allah menyesatkan orang-orang yang lalim dan memperbuat apa yang Dia
kehendaki. (Ibrahim: 27)
Yakni Allah Subhanahu wata’ala jadikan mereka
teguh dan tidak ragu-ragu, tidak bimbang dalam menjawab. Perkataan yang teguh
(al Qoulutstsaabit) adalah kalimat tauhid (Laa Ilaaha illallah) sebagaimana
firman Allah Ta’ala:
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلا كَلِمَةً
طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ
“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah
telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya
teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit,”
(QS. Ibrahim: 24).
Tentang firman Allah Ta’ala, “dalam kehidupan
di dunia dan di akhirat” kemungkinan pertama (jar dan majrur) berkaitan dengan
kata yutsabbit yakni bermakna sesungguhnya Allah Ta’ala meneguhkan seorang
mukmin di dunia dan akhirat. Kemungkinan kedua adalah berkaitan kata atstsaabit
sehingga menjadi sifat bagi perkataan tersebut yakni bahwasanya perkataan
tersebut akan tetap teguh di dunia dan akhirat.
Akan tetapi makna pertama yang lebih baik dan
benar karena Allah Azza wajalla berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا لَقِيتُمْ
فِئَةً فَاثْبُتُوا وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu
memerangi pasukan (musuh), maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah
sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung.”
(QS. Al Anfaal: 45)
Dan Allah Azza wajalla berfirman:
إِذْ يُوحِي رَبُّكَ إِلَى الْمَلائِكَةِ أَنِّي
مَعَكُمْ فَثَبِّتُوا الَّذِينَ آمَنُوا سَأُلْقِي فِي قُلُوبِ الَّذِينَ كَفَرُوا
الرُّعْبَ فَاضْرِبُوا فَوْقَ الأعْنَاقِ
وَاضْرِبُوا مِنْهُمْ كُلَّ بَنَانٍ
“(Ingatlah) ketika Tuhanmu mewahyukan kepada
para malaikat: “Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkanlah (pendirian)
orang-orang yang telah beriman”. Kelak akan Aku jatuhkan rasa ketakutan ke
dalam hati orang-orang kafir, maka penggallah kepala mereka dan pancunglah
tiap-tiap ujung jari mereka.”
(QS. Al Anfaal: 12)
Maka mereka orang-orang yang beriman itu tetap
teguh di kehidupan dunia dan akhirat dengan perkataan yang tsabit tersebut (yaitu
kalimat Laa Ilaaha illallah)
Berkata penulis (Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah):
Maka orang Mukmin akan berkata: “Rabbku adalah
Allah, agamaku Islam, dan Muhammad nabiku.”
Maka seorang Mukmin akan berkata, “Rabbku
Allah” ketika ditanya siapa Rabbmu. Dia akan berkata, “Islam agamaku” ketika
ditanya apa agamamu? Demikian pula dia akan menjawab, “Muhammad nabiku” ketika
dia ditanya siapa nabimu? Maka ketika itu jawabannya telah benar sehinnga ada
penyeru dari langit, “Telah benar hamba-Ku maka bentangkanlah tempat tinggalnya
di surga, pakaikanlah pakaian dari surga dan bukalah pintu surga untuknya.”
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah:
Adapun orang yang ragu-ragu dia akan berkata,
“Hah…hah… aku tidak tahu. Aku mendengar manusia mengatakan sesuatu maka akupun
ikut mengatakannya.”
Orang yang ragu di sini adalah orang-orang
yang bimbang, munafik, dan orang yang semisalnya. Perkataan beliau, “Hah…hah…
aku tidak tahu. Aku mendengar manusia mengatakan sesuatu maka akupun ikut
mengatakannya.” Yakni karena belum masuknya keimanan dalam hatinya, semata-mata
dia mengucapkan seperti ucapannya manusia tanpa ada keimanan yang tersambung ke
hatinya.
Perhatikan perkataan orang tersebut,
“Hah…hah.” Seolah-olah ada sesuatu yag hilang dari ingatannya, dan dia ingin
mengingat-ingatnya. Maka ini adalah kerugian yang sangat, seolah-olah
dikhayalkan bahwa dia mengetahui jawabannya akan tetapi dia terhalangi darinya.
Sehingga mengucapkan, “Hah…hah… aku tidak tahu. Aku mendengar manusia
mengatakan sesuatu maka akupun ikut mengatakannya.” Dia tidak mampu berkata,
“Rabbku adalah Allah, agamaku Islam, dan Muhammad nabiku.” Karena ketika di
dunia dia dalam keadaan ragu dan bimbang.
Apabila ditanya di kuburnya maka dia menjadi
sangat butuh dengan jawaban yang benar akan tetapi dia tidak mampu dan berkata,
“aku tidak tahu. Aku mendengar manusia mengatakan sesuatu maka akupun ikut
mengatakannya.” Kalau demikian imannya cuma di lisan saja.
Berkata penulis (Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah):
Maka dia dipukul dengan mirzabah dari besi dan
berteriak dengan teriakan yang didengar semua makhluk selain manusia.
Dipukul karena dia tidak mampu menjawab, sama
saja apakah orang kafir atau munafik. Dan yang memukul adalah dua orang
malaikat yang menanyainya.
Mirzabah adalah pemukul dari besi, dan di
suatu riwayat kalau seluruh penduduk Mina berkumpul untuk memikulnya maka
mereka tidak mampu memikulnya. Apabila dia dipukul maka akan berteriak dengan
teriakan yang terdengar oleh semua makhluk kecuali manusia.
Perkataan beliau, “Dipukul maka dia berteriak”
yakni dengan teriakan yang terdengar oleh segala sesuatu yang ada di
sekelilingnya, bukan segala sesuatu di seluruh penjuru dunia. terkadang yang
mendengarnya akan terpengaruh dengannya, sebagaimana Nabi صلى الله عليه وسلم
pernah melewati kuburan Musyrikin dari atas keledainya, maka keledai tersebut
lari menjauh sampai hampir melemparkan beliau Rasulullah صلى الله عليه وسلم
karena keledai tersebut mendengar suara orang yang diadzab. (Riwayat Muslim no.
2867 dari Zaid bin Tsabit رضي الله عنه)
Sumber: