Dari Ummu Salamah, ia berkata,
"Rasulullah S.A.W bersabda : Seorang perempuan jika meninggal dan suaminya
meridhoinya, maka ia akan masuk surga." (HR. Ahmad dan Thabrani)
Muslimah yang bersuami, mendapat
jaminan pintu surga. Alangkah enaknya jadi muslimah. Dalam pernikahan, ia tidak
perlu mencari nafkah. Dengan status sebagai istri, ia akan mendapat makan,
pakaian, dan tempat tinggal, plus perlindungan dari suami. Suami pula yang
memenuhi kebutuhan mawadahnya. Islam sudah mengatur itu, namun ini harus
ditempuh dengan usaha. Memang di dunia ini tidak ada hak tanpa kewajiban, tidak
ada hadiah tanpa kerja. Suami yang memberikan semua jaminan tadi, harus
disenangkan hatinya, dipatuhi keinginannya, dipenuhi kebutuhan mawadahnya.
Pendek kata apa saja yang ia inginkan (selama
bukan dosa), harus dipenuhi. Maka jika ia telah ridho terbukalah pintu surga
bagi istrinya.
Suami kita adalah manusia dan
manusia tidak ada yang sama persis satu sama lain. Manusia juga tidak ada yang
sempurna, ada saja kekurangannya. Sebagaimana kita juga tidak sempurna, maka
perlu kita terima kekurangan suami. Sebagaimana kita (wanita) juga memiliki
kegemaran yang berbeda-beda, maka terima pula kegemaran-kegemaran suami kita.
Bahkan dalam Islam, kegemaran suami adalah kewajiban istri untuk memenuhinya.
Misalnya suami kita menggemari wangi-wangian, maka wajib bagi istrinya untuk
selalu memakai wangi-wangian di hadapan suaminya.
Di zaman yang penuh berkah, di
awal-awal abad hijriyah, telah hidup generasi yang diberkahi Allah S.W.T. Di
zaman itu hidup putri Rasulullah yang mulia: Fatimah ra. Sosok wanita ahli
surga yang menghabiskan waktunya di rumah, untuk memasak, mencuci pakaian,
mengurus anak yang banyak...., tanpa pembantu. Ayahnya yang mulia (S.A.W )
tidak mengabulkan permintaan Fatimah agar dapat diberikan pembantu. Tetapi
beliau malah memberikan resep dzikrullah yang dapat menghilangkan kelelahan.
Suami Fatimah adalah sahabat yang
mulia pula, Ali ra. termasuk pria ahli surga. Sosok penuh kesederhanaan yang
tidak pernah memadu Fatimah dengan wanita lain selama hidupnya. Sosok pemuda
yang melamar putri pemimpin umat dengan menggadaikan baju besi.
Ada sosok lain di sisi Rasulullah
yaitu Aisyah ra. istri beliau yang termuda usianya. Sosok wanita manja dan
berpipi merah. Sosok istri pencemburu yang penuh siasat untuk memenangkan cinta
kasih sang suami diantara delapan istrinya yang lain. Sosok wanita tidak
berputra, tidak disibukkan dengan tangis dan ompol bayi. Tapi beliau adalah
wanita cerdas, penghafal hadits yang ulung dan selalu belajar apa saja, sampai
ilmu kedokteran. Dialah pintu ilmu para sahabat di jamannya. Setelah Rasulullah
wafat, para sahabat tidak suka memberikan fatwa tanpa bertanya lebih dulu
kepadanya. Sosok wanita dengan muyul ilmiah syar'iyah dan berfungsi sebagai
dosen hadits para sahabat dan thabi'in. Sosok ini pernah hidup dan mendapat
pengakuan Islam.
Ada pula kakak Aisyah bernama Asma
binti Abu Bakar, ibunda dan istri syahid. Sosok yang amat berbeda dengan
adiknya yang manja. Asma adalah wanita yang tegar. Punya anak banyak dan
bersuamikan mujahid yang aktif. Tapi juga bukan orang kaya. Asma wanita
pemberani yang telah diberi kepercayaan oleh bapaknya untuk turut mensukseskan
hijrah Rasulullah S.A.W. dengan tugas khusus sebagai pembawa ransum kepada dua
orang muhajirin agung yang sedang sembunyi di gurun. Asma dikenal banyak akal,
ketika ia tidak memiliki tali untuk mengikat makanan yang dibawanya, ia
membelah ikat pinggangnya, sehingga ia dijuluki si "Dua ikat
pinggang".
Apakah dia sama dengan sosok Fatimah
? Tidak, ia lain sekali dengan Fatimah. Asma bahkan biasa mengurus sendiri
kuda-kuda Zubair (suaminya), memandikan dan memberi makan.
Ini biasanya pekerjaan laki-laki.
Tapi Asma melakukannya karena mencari ridho suami. Asma juga biasa memanggul
sendiri kayu bakar yang dicarinya, suatu pekerjaan yang biasa ditanggung
laki-laki. Tapi ia melakukannya dengan alasan yang sama. Ia sosok ibu rumah tangga
yang "selbstständig" (mampu mandiri) dan selalu mencari akal untuk
menyelesaikan persoalan-persoalan yang dihadapinya dalam rumah tangga. Dia
jelas bukan tipe wanita ilmiah yang sibuk dengan pena dan kitab seperti
adiknya. Tetapi ia pun wanita shalihah, wanita teladan sahabat Rasul S.A.W.
termasuk salah satu "bintang cemerlang" di langit sirah Nabawiyah
yang agung.
Adalah suatu waktu Rasulullah
menyebutkan nama seorang wanita sebagai calon ahli surga, Muti'ah namanya,
tidak banyak yang orang ketahui tentang kehidupan wanita ini selain suatu
riwayat yang menyertai pengumuman Rasul tersebut. Salah seorang saksi mata
mengatakan bahwa Muti'ah selalu menyambut kedatangan suaminya dengan bersolek
sebaik-baiknya, menyediakan makanan yang enak dan hangat di atas meja
dan.....seutas cambuk. Ia berkata pada suaminya : "Silahkan kakak makan
dan minum, silahkan kakak gunakan diriku sebagaimana yang kakak mau dan
cambuklah aku kalau ada di antara pelayananku yang tidak memuaskan hati
kakak." Hanya itu riwayat tentang Muti'ah. Tapi dari riwayat yang secuil
itu sudah banyak kita dapatkan pelajaran berharga
Dalam taman sirah, ternyata banyak
wanita muslimah dengan tipe berbeda-beda. Bahkan masih ada sosok Shofiyah binti
Abdul Muthalib, bibi Rasulullah S.A.W. yang pernah dengan berani memancung
leher Yahudi yang mengintai benteng tempat muslimah dan anak-anak muslim.
Ada pula Nusaibah, sahabat wanita
yang bersedia menjadi perisai hidup bagi Rasulullah S.A.W.
Bagaimana dengan rumah tangga kita ?
"Baiti Jannati" kata Rasulullah S.A.W. Apakah kita dapat mengatakan
yang sama ? Apakah suami kita merasakan kebahagiaan yang sama ? Insya Allah
demikian, sebab jika tidak, ....na'udzubillah! Berarti ridho suami masih harus
kita kejar dan kita cari.
Tugas wanita di dalam rumah tangga
sangat banyak. Jika sudah sibuk di rumah maka tidak ada lagi waktu menganggur.
Pekerjaan rumah tangga seperti tidak ada habis-habisnya. Belum lagi urusan
anak, kita menyebutnya "Amal yang tak berujung". Artinya itu adalah
lahan amal yang tidak pernah kekurangan bahan. Baru selesai cuci piring makan
pagi sudah harus memasak makan siang. Baru selesai memakaikan baju si kakak, si
adik sudah mengompol lagi. Itu semua bisa jadi cuma tuntutan situasi. Tapi yang
mana yang menimbulkan ridho suami ?
Yang perlu diperhatikan oleh seorang
istri, adalah apa yang diinginkan suaminya. Apa yang menjadi kegemarannya dan
sosok istri seperti apa yang ia ingin kita tempuh, kita usahakan. Hendaknya
setiap istri lebih mendahulukan kemauan suami-nya dari pada kemauan dirinya sendiri.
Mudah-mudahan kita semua termasuk golongan yang berkumpul di surga dengan
pasangan kita masing-masing. Amiin !