By. Sumedi
Sebut saja namanya Agus. Sebelumnya, pria
berusia 19 tahun ini hidup di antara remaja-remaja nakal. Ia dikenal
sebagai anak yang super berandal. Selain perilaku seks bebas yang tak pernah
didekatinya, hampir semua kebiasaan buruk pernah ia lakoni.
Merokok, perkelahian antar pelajar, mabok miras, hingga narkoba. Sampai
kemudian ia tinggal, bergaul dengan teman-teman sesama santri dan para ustadz
di sebuah pesantren.
Sejak saat itu, perilaku buruknya
perlahan-lahan mulai ditinggalkan, berganti dengan amal-amal terpuji. Shalat
berjamaah lima waktu di masjid, tilawah Al-Qur’an, sampai shalat tahajud pun
dengan penuh semangat dikerjakan. Puncaknya, ia kemudian memutuskan berangkat
ke ibu kota untuk mengikuti Program Tahfidz Al-Qur’an.
Sementara Andi sangat berbeda dengan Agus.
Awalnya pria berusia 17 tahun ini dikenal sebagai pemuda baik-baik. Pandai
mengaji, rajin mengajar di TPA, gemar menjalani puasa sunnah, shalat
jamaah dan lain-lain. Namun, setelah bekerja di lingkungan sebuah
perusahaan migas yang mayoritas pekerjaannya permissive (berpandangan
serba boleh), dia berubah menjadi pemuda yang seolah tak pernah mengenal agama.
Terakhir kali berhubungan via telepon, kalimat yang pertama kali diucapkan
bukannya “Assalamu’alaikum.” Tapi, “ada ga cewek yang....?” Astaghfirullahal
azhim!!
....Betapa besar pengaruh teman dalam kehidupan seseorang. Teman bisa
mengangkat kehormatan dan kemulian. Tapi teman dapat pula menjadi sebab
kehancuran dan kehinaan....
Dua kisah di atas, menggambarkan betapa besar
pengaruh teman dalam kehidupan seseorang. Teman, bisa berperan mengangkat
kehormatan dan kemulian. Dan teman, dapat pula menjadi sebab kehancuran dan
kehinaan. Sebagaimana teman-teman yang baik, memiliki andil dalam perbaikan
akhlak dan keimanan. Teman-teman yang rusak juga memiliki saham atas rusaknya
ibadah dan keyakinan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
memberi perumpamaan dengan bersabda: “Sesungguhnya, perumpamaan teman baik
dengan teman buruk, seperti penjual minyak wangi dan pandai besi; adapun
penjual minyak, maka kamu kemungkinan dia memberimu hadiah atau engkau membeli
darinya atau mendapatkan aromanya; dan adapun pandai besi, maka boleh jadi ia
akan membakar pakaianmu atau engkau menemukan bau anyir” (HR Bukhari
dan Muslim)
Lebih jauh, beliau menyatakan; “Seseorang
tergantung agama temannya, maka hendaklah seorang di antara kalian melihat
teman bergaulnya” (HR Abu Dawud, An-Nasa’i)
Tidak heran kalau Rasulullah menilai para
sahabatnya sebagai orang-orang terbaik. Pasalnya, yang menjadi teman dekat para
sahabat itu adalah orang yang paling bertakwa di antara seluruh umatnya
(Rasulullah).
“Sebaik-baik manusia adalah yang sezaman
denganku. Kemudian orang-orang yang sesudahnya. Kemudian orang-orang yang
sesudahnya” (HR Bukhari, Muslim )
Ibnu Mas’ud berkata; “Barangsiapa di
antara kamu yang ingin mengambil teladan, maka hendaknya dia berteladan dengan
para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena mereka adalah
orang-orang yang paling baik hatinya di umat ini, paling dalam pemahaman
(agamanya), paling jauh dari sikap berlebih-lebihan, paling lurus petunjuknya,
dan paling baik keadaannya, mereka adalah orang-orang yang dipilih oleh Allah
untuk menjadi sahabat nabi-Nya, maka kenalilah keutamaan mereka dan ikutilah
jejak-jejak mereka, karena sesungguhnya mereka berada di atas petunjuk yang
lurus.”
Teman yang baik, bukanlah teman yang sekedar
selalu mau menerima dan mendukung segala keinginan kita. Ke manapun pergi
selalu menemani. Dan apa pun yang kita minta darinya selalu dipenuhi. Lebih
dari itu, teman yang baik adalah teman yang bersedia mendukung setiap amal
shaleh. Mengingatkan di saat lupa. Menasehati di kala salah dan lain
sebagainya. Intinya, bisa menjadi sarana untuk lebih mendekatkan diri kepada
Allah.
....Carilah teman yang setiap kata, perbuatan dan penampilannya
senantiasa mengajak kita menuju kebaikan dan perbuatan baik. Jika
tidak, pilihlah teman yang dapat mencegah dari berbuat maksiat dan
mengajak ke perbuatan baik....
Diriwayatkan dari Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam; “Sebaik-baik kalian adalah, yang menjadikanmu ingat
kepada Allah dengan melihatnya. Kata-katanya, menambah amal-amal shalihmu. Dan
amal ibadahnya, menjadikanmu semakin cinta kepada akhirat.”
Sebisa mungkin, kita mencari teman-teman yang
seperti ini. Teman yang setiap kata, perbuatan dan penampilannya
senantiasa mengajak kita menuju kebaikan dan perbuatan baik. Jika
tidak menemukan yang seideal itu, pilihlah teman yang dapat mencegah dari
berbuat maksiat dan mengajak ke perbuatan baik. Namun, bila tidak juga
mendapatkannya, minimal orang yang kita jadikan teman itu adalah orang yang
tidak suka memperturutkan hawa nafsunya. Sehingga ia tidak akan mengajak kita
berbuat maksiat. Sekalipun dia orang yang kurang ilmu. Karena berteman
dengan orang bodoh yang tidak memperturutkan hawa nafsu, sangat lebih baik dari
pada menjadikan teman orang pintar yang suka mengekor pada hawa nafsu.
....berteman dengan orang bodoh yang tidak memperturutkan hawa nafsu, sangat
lebih baik dari pada menjadikan teman orang pintar yang suka mengekor
pada hawa nafsu....
Ibnu ‘Athaillah berkata; “Pangkal dari segala
kemaksiatan, syahwat, dan kelalaian adalah ridha terhadap nafsu. Dan pangkal
dari setiap ketaatan, kewaspadaan, dan kemuliaan, adalah ketiadaan ridha
terhadap nafsu. Bersahabat dengan orang bodoh yang tidak memperturutkan
nafsunya adalah lebih baik bagimu dari pada bersahabat dengan orang pintar yang
memperturutkan hawa nafsunya.” [voa-islam.com]