Renungan QaLbu
Kisah Tsabit Disuruh Menikah krn
sebiji apeL. Seorang lelaki yang soleh bernama Tsabit bin Ibrahim sedang
berjalan di pinggiran kota Kufah. Tiba-tiba dia melihat Sebuah apel jatuh
keluar pagar sebuah kebun buah-buahan. Melihat apel yang merah ranum itu
te...rgeletak di tanah membuat air liur Tsabit hampir saja menetes, apalagi di
hari yang panas dan tengah kehausan. Maka tanpa berfikir panjang dipungut dan
dimakannya buah apel yang lezat itu, akan tetapi baru setengahnya di makan dia
teringat bahwa buah itu bukan miliknya dan dia belum mendapat izin pemiliknya.
Maka ia segera pergi kedalam kebun
buah-buahan itu hendak menemui pemiliknya agar meminta dihalalkan buah yang
telah dimakannya. Di kebun itu ia bertemu dengan seorang lelaki.
Maka langsung saja dia berkata, “Aku
sudah makan setengah dari buah apel ini.
Aku berharap anda menghalalkannya”.
Orang itu menjawab, “Aku bukan
pemilik kebun ini. Aku Khadamnya yang ditugaskan menjaga dan mengurus
kebunnya”.
Dengan nada menyesal Tsabit bertanya
lagi, “Dimana rumah pemiliknya? Aku akan menemuinya dan minta agar dihalalkan
apel yang telah ku makan ini.”
Pengurus kebun itu memberitahukan,
“Apabila engkau ingin pergi kesana maka engkau harus menempuh perjalanan sehari
semalam”.
Tsabit bin Ibrahim bertekad akan
pergi menemui si pemilik kebun itu.
Katanya kepada orang tua itu, “Tidak
mengapa. Aku akan tetap pergi menemuinya, meskipun rumahnya jauh. Aku telah
memakan apel yang tidak halal bagiku karena tanpa izin pemiliknya.
Bukankah Rasulullah s.a.w. sudah
memperingatkan kita melalui sabdanya: “Siapa yang tubuhnya tumbuh dari yang
haram, maka ia lebih layak menjadi umpan api neraka”
Tsabit pergi juga ke rumah pemilik
kebun itu, dan setiba di sana dia langsung mengetuk pintu. Setelah si pemilik
rumah membukakan pintu, Tsabit langsung memberi salam dengan sopan,
seraya berkata,” Wahai tuan yang
pemurah, saya sudah terlanjur makan setengah dari buah apel tuan yang jatuh ke
luar kebun tuan. Kerana itu maukah tuan menghalalkan apa yang sudah ku makan
itu?”
Lelaki tua yang ada dihadapan Tsabit
mengamatinya dengan cermat.
Lalu dia berkata tiba-tiba, “Tidak,
aku tidak boleh menghalalkannya kecuali dengan satu syarat.”
Tsabit merasa khawatir dengan syarat
itu kerana takut ia tidak dapat memenuhinya.
Maka segera ia bertanya, “Apa syarat
itu tuan?”
Orang itu menjawab, “Engkau harus
mengawini putriku !”
Tsabit bin Ibrahim tidak memahami
apa maksud dan tujuan lelaki itu, maka dia berkata, “Apakah kerana hanya aku
makan setengah buah apelmu yang keluar dari kebunmu, aku harus mengawini
putrimu?”
Tetapi pemilik kebun itu tidak
mempedulikan pertanyaan Tsabit.
Ia malah menambahkan, katanya,
“Sebelum pernikahan dimulai engkau harus tahu dulu kekurangan-kekurangan
putriku itu. Dia seorang yang buta, bisu, dan tuli. Lebih dari itu ia juga
seorang yang lumpuh!”
Tsabit amat terkejut dengan
keterangan si pemilik kebun.
Dia berfikir dalam hatinya, apakah
perempuan seperti itu patut dia persunting sebagai isteri gara-gara setengah
buah apel yang tidak dihalalkan kepadanya?
Kemudian pemilik kebun itu
menyatakan lagi,
“Selain syarat itu aku tidak boleh
menghalalkan apa yang telah kau makan !"
Namun Tsabit kemudian menjawab
dengan mantap,
“Aku akan menerima pinangannya dan
perkawinanya. Aku telah bertekad akan mengadakan transaksi dengan Allah Rabbul
‘alamin. Untuk itu aku akan memenuhi kewajiban-kewajiban dan hak-hakku
kepadanya karena aku amat berharap Allah selalu meridhaiku dan mudah-mudahan
aku dapat meningkatkan kebaikan-kebaikanku di sisi Allah Ta’ala”.
Maka pernikahan pun dilaksanakan.
Pemilik kebun itu menghadirkan dua saksi yang akan menyaksikan akad nikah
mereka. Sesudah perkahwinan selesai, Tsabit dipersilahkan masuk menemui
isterinya. Sewaktu Tsabit hendak masuk kamar pengantin, dia berfikir akan tetap
mengucapkan salam walaupun isterinya tuli dan bisu, karena bukankah malaikat
Allah yang berkeliaran dalam rumahnya tentu tidak tuli dan bisu juga.
Maka iapun mengucapkan salam,
“Assalamu”alaikum…”
Tak disangka sama sekali wanita yang
ada dihadapannya dan kini resmi jadi isterinya itu menjawab salamnya dengan
baik. Ketika Tsabit masuk hendak menghampiri wanita itu , dia mengulurkan
tangan untuk menyambut tangannya. Sekali lagi Tsabit terkejut kerana wanita
yang kini menjadi isterinya itu menyambut uluran tangannya. Tsabit sempat
terhentak menyaksikan kenyataan ini. “Kata ayahnya dia wanita tuli dan bisu
tetapi ternyata dia menyambut salamnya dengan baik. Jika demikian berarti
wanita yang ada dihadapanku ini dapat mendengar dan tidak bisu. Ayahnya juga
mengatakan bahwa dia buta dan lumpuh tetapi ternyata dia menyambut kedatanganku
dengan ramah dan mengulurkan tangan dengan mesra pula”, Kata Tsabit dalam
hatinya. Tsabit berfikir, mengapa ayahnya menyampaikan berita-berita yang
bertentangan dengan yang sebenarnya ?
Setelah Tsabit duduk di samping
isterinya, dia bertanya, “Ayahmu mengatakan kepadaku bahwa engkau buta.
Mengapa?”
Wanita itu kemudian berkata, “Ayahku
benar, karena aku tidak pernah melihat apa-apa yang diharamkan Allah”.
Tsabit bertanya lagi, “Ayahmu juga
mengatakan bahwa engkau tuli, mengapa?”
Wanita itu menjawab, “Ayahku benar,
kerana aku tidak pernah mau mendengar berita dan cerita orang yang tidak
membuat ridha Allah. Ayahku juga mengatakan kepadamu bahwa aku bisu dan lumpuh,
bukan?”
Tanya wanita itu kepada Tsabit yang
kini sah menjadi suaminya.
Tsabit mengangguk perlahan
mengiyakan pertanyaan isterinya.
Selanjutnya wanita itu berkata, “aku
dikatakan bisu karena dalam banyak hal aku hanya menggunakan lidahku untuk
menyebut asma Allah Ta’ala saja. Aku juga dikatakan lumpuh karena kakiku tidak
pernah pergi ke tempat-tempat yang boleh menimbulkan kegusaran Allah Ta’ala”.
Tsabit amat bahagia mendapatkan
isteri yang ternyata amat soleh dan wanita yang memelihara dirinya. Dengan
bangga ia berkata tentang isterinya, “Ketika kulihat wajahnya… Subhanallah, dia
bagaikan bulan purnama di malam yang gelap”. Tsabit dan isterinya yang salihah
dan cantik itu hidup rukun dan berbahagia. Tidak lama kemudian mereka
dikurniakan seorang putra yang ilmunya memancarkan hikmah ke seluruh penjuru
dunia, Beliau adalah Al Imam Abu Hanifah An Nu’man bin Tsabit.
Subhanallah....Lelaki yg mendapatkan
dua Syurga
Syurga di dunia dan Syurga di
akhitrat.... :)