Sedih ... sakit ... rasanya! Melihat
ulah sebagian manusia Yogyakarta. Belum genap sebulan kita diberi peringatkan
Allah, dengan meletusnya gunung teraktif di indonesia yaitu gunung merapi. Di
mana tidak sedikit korban yang berjatuhan, harta benda yang hangus oleh
dahsyatnya merapi. Yang semua musibah ini ada yang mengaturnya yaitu Allah. Dan
musibah ini mungkin adalah teguran dari-Nya, untuk kita. Semua itu terjadi
karena dosa kita.
Tapi saudaraku, apa yang kalian
lakukan?
Bertaubatkah?!
Mohon ampunkah?!
Tidak ...
Tapi justru sebaliknya kalian
kembali menantang kuasa-Nya.
***
Paguyuban Kebatinan Tri Tunggal
(PKTT) Yogyakarta menggelar ritual tolak bala pada Senin (8/11/2010) malam.
Ritual tersebut dimaksudkan agar warga Yogyakarta dan sekitarnya terhidar dari
mara bahaya akibat letusan Merapi.
Ritual yang dipusatkan di sekitar
kawasan Tugu ini diawali dengan mengarak kerbau bule. Mengambil start di SMPN 6
Terban Yogyakarta, iringan-iringan puluhan anggota PKTT menyusuri Jl Sudirman,
sebelum akhirnya memulai berbagai acara ritual di Perempatan Jl
Sudirman-Mangkubumi-AM Sangaji.
Acara dimulai dengan tari Bedoyo
yang dipentaskan dengan elok oleh sembilan penari. Alunan gamelan serta
semerbak harum dupa membuat semua yang ada di tempat tersebut larut dalam
suasana.
Puncak acara diisi dengan pemotongan
seekor Kerbau Bule dan sembilan ayam jago Jurik Kuning sebagai sesaji. Selain
itu ada juga getuk lindri dengan bentuk boneka manusia yang berjumlah 99.
Sombo, Anggota PKTT menuturkan,
sesaji merupakan simbol manusia dan alam sekitarnya. ”Ritual ini diharapkan
dapat terjadi harmonisasi antara manusia dan alam,” katanya.
Kepala kerbau dan sembilan jago
Jurik Kuning, rencananya akan dibawa ke lereng Merapi untuk ditanam di sana
malam ini juga. "Daging badannya akan dibagikan pada warga," kata
Wahadi, anggota lain dari Seyegan. (Dikutip dari kompas.com)
Inikah taubat?!
Sadarlah saudaraku!
Bukti Itu adalah Kesyirikan
Coba kita perhatikan firman Allah
Ta’ala,
قُلْ إِنَّ صَلاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ
وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ لَا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا
أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ
“Katakanlah, ‘Sesungguhnya shalatku,
sembelihanku (kurbanku), hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta
alam, tiada sekutu baginya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan
aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).’” (QS.
al-An’aam: 162-163).
Dalam ayat lain, Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman kepada Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam,
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
“Maka, dirikanlah shalat karena
Rabb-mu (Allah Subhanahu wa Ta’ala) dan berkurbanlah.” (QS. al-Kautsar: 2).
Kedua ayat ini menunjukkan agungnya
keutamaan ibadah shalat dan berkurban, karena melakukan dua ibadah ini
merupakan bukti kecintaan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan pemurnian agama
bagi-Nya semata-mata, serta pendekatan diri kepada-Nya dengan hati, lisan dan
anggota badan, juga dengan menyembelih kurban yang merupakan pengorbanan harta
yang dicintai jiwa kepada Dzat yang lebih dicintainya, yaitu Allah Subhanahu wa
Ta’ala. Oleh karena itu, mempersembahkan ibadah ini kepada selain Allah
Subhanahu wa Ta’ala (baik itu jin, makhluk halus ataupun manusia) dengan tujuan
untuk mengagungkan dan mendekatkan diri kepadanya, yang dikenal dengan istilah
tumbal atau sesajen, adalah perbuatan dosa yang sangat besar, bahkan merupakan
perbuatan syirik besar yang bisa menyebabkan pelakunya keluar dari agama Islam
(menjadi kafir).
Dalam sebuah hadits shahih, dari Ali
bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
وَلَعَنَ اللَّهُ مَنْ ذَبَحَ لِغَيْرِ
اللَّهِ
“Allah melaknat orang yang
menyembelih (berkurban) untuk selain-Nya.” (HR. Muslim no. 1978)
Hadits ini menunjukkan ancaman besar
bagi orang yang menyembelih (berkurban) untuk selain-Nya, dengan laknat Allah
Subhanahu wa Ta’ala yaitu dijauhkan dari rahmat-Nya. Karena perbuatan ini
termasuk dosa yang sangat besar, bahkan termasuk perbuatan syirik kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala, sehingga pelakunya pantas untuk mandapatkan laknat Allah
Subhanahu wa Ta’ala dan dijauhkan dari rahmat-Nya.
Syirik adalah dosa besar yang dapat
menimbulkan murkaNya. Jadi bukan keselamatan, keamanan yang akan diperoleh. Tapi
sebaliknya. Orang yang mentauhidkan Allah dengan hanya memohon dan beribadah
kepada Allah semata, merekalah yang mendapatkan keselamatan.
الَّذِينَ آَمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا
إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ
"Orang-orang yang beriman dan
tidak mencampuri keimanan mereka dengan kezaliman (yaitu syirik) maka mereka
itulah orang-orang yang akan mendapatkan keamanan dan mereka itulah orang-orang
yang diberikan hidayah." ( QS. Al-An'aam: 82 )
Tak takutkah kita dengan murka-Nya
yang lebih besar?
Saudaraku ... sadarlah
Bukan dengan sesaji kita akan
selamat
Bukan dengan maksiat
Tapi kita berharap Allah
menyelamatkan kita dengan bertaubat pada-Nya
Menjalankan perintah-Nya
Menjauhi larangan-Nya
Takutlah pada syirik karena begitu
bahaya dosa tersebut sebagaimana firman-Nya,
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ
بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ
افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا
“Sesungguhnya Allah tidak akan
mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari
(syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan
Allah, Maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (QS. An Nisa’: 48)
Saudaraku ... Solusinya adalah
Taubat
‘Ali bin Abi Tholib –radhiyallahu
‘anhu- mengatakan,
مَا نُزِّلَ بَلاَءٌ إِلاَّ بِذَنْبٍ وَلاَ
رُفِعَ بَلاَءٌ إِلاَّ بِتَوْبَةٍ
“Tidaklah musibah tersebut turun
melainkan karena dosa. Oleh karena itu, tidaklah bisa musibah tersebut hilang
melainkan dengan taubat.” (Al Jawabul Kaafi, hal. 87)
Perkataan ‘Ali –radhiyallahu ‘anhu-
di sini selaras dengan firman Allah Ta’ala,
وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا
كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ
“Dan apa saja musibah yang menimpa
kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah
memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS. Asy Syuraa: 30)
Jangan semakin membuat Allah murka
dengan kesyirikan yang kita perbuat. Hujan abu tidak akan usai jika malah Allah
dibalas dengan disekutukan dengan selain-Nya.
Semoga uraian singkat ini bisa
menjadi jalan hidayah-Nya untuk kita semua, untuk kembali menata Yogyakarta
dengan bertaubat bukan dengan maksiat atau kesyirikan. Aamiin.
Ditulis saat menemani anak-anak
tidur siang, Panggang, Gunung Kidul, 9 November 2010
Penulis: Ummu Rumaysho, dilengkapi
oleh Abu Rumaysho
Sumber tulisan: http://rumaysho.com/belajar-islam/aqidah/3251-selamatkan-jogja-dengan-taubat-bukan-dengan-tumbal.html