Keluarga adalah pusaran dimana
banyak hal kita pertaruhkan.
Ia selalu memanggil dalam diam,
mengikat dalam halus, menjangkau dalam jauh.
Siapapun kita, dimanapun kita, kita
pasti terjahit oleh serat-serat keluarga.
Bahkan yang benar-benar hidup
sebatang kara, masih bisa mengimajinasikan ayah & ibunya yang memang pernah
nyata.
Keluarga adalah jembatan penghubung
bagi keberlangsungan wujud manusia.
Keluarga adalah sumber kekuatan kita
untuk terus menjalani apa yang harus. Maka pasti ada yang layak kita
pertaruhkan, atas nama keluarga.
Seperti apapun, kita adalah anak
dari orang tua kita.
Dalam kondisi yang lain, kita adalah
juga orang tua dari anak-anak kita.
Kita mungkin juga adik dari kakak
kita, atau kakak dari adik kita.
Atau paman dan bibi dari keponakan
kita.
Hubungan yang terbangun dari ikatan
biologis itu tidak semata soal ikatan darah dan ras.
tapi itu semua memiliki kompleksitas
yang luar biasa secara kejiwaan. Maka sebuah keluarga bukan sekedar soal
bertautnya fisik dengan fisik yang melahirkan fisik ketiga.
Ini adalah persenyawaan hati, rasa
dan pikiran yang kesemuanya bermuara pada satu kesadaran, kesadaran akan makna keluarga.
Disini keluarga adalah tempat
bermula.
Dengan ayah & ibu yang masih
genap, keluarga seringkali tak sekedar tempat berawal, tapi juga tempat kita
kembali.
Bahkan dalam usia kita yang tak lagi
muda, dan anak-anak mungkin telah hadir, kita tetap punya saat-saat merindukan
ibu, merindukan kerelaannya, kesabarannya, dekapannya, juga makanan seadanya
yang menjadi sangat istimewa karena dia memasak dengan cinta.
Kita masih punya saat-saat kita
merindukan ayah, suaranya yang khas, pandangannya yang khas, dan tentu saja
nasehatnya yang khas.
Bila pun akses pengetahuan kita
lebih maju, petuah ayah ibu selalu memiliki kedalaman arti.
Bahkan bila sebagian kita sudah
tidak lagi punya mereka, atau tidak sempat melihat rupa mereka, kita masih bisa
menghadirkan 'perasaan ada' dari keduanya.
Keluarga adalah sumber kekuatan kita
untuk terus menjalani apa yang harus.
Pasti, ada yang layak kita
pertaruhkan, atas nama keluarga...
)-(
-Sumber : majalah Tarbawi-