Janganlah kita terlampau puas dengan amal shalih
yang sudah kita lakukan dan bersandar padanya. Apalagi diikuti dengan merasa
bangga diri dan merasa sudah pasti menjadi ahli surga. Akibatnya, tidak lagi
berharap kepada rahmat Allah dan kemurahan-Nya.
Sesungguhnya perbuatan hamba ditentukan pada
akhir hayatnya. Dan kita tidak tahu di atas kondisi apa mengakhiri kehidupan
kita, apakah husnul khatimah (akhir hayat yang baik) atau su'ul khatimah
(akhir hayat yang buruk).
Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam
bersabda, “Sesungguhnya segala perbuatan ditentukan bagian akhirnya.”
(HR. Bukhari).
Artinya, barangsiapa yang telah ditetapkan oleh
Allah beriman di akhir hayatnya, meskipun sebelumnya dia kufur dan selalu
melakukan maksiat, menjelang kematiannya ia akan beriman. Ia meninggal dalam
keadaan beriman dan dimasukkan ke dalam surga. Demikan juga dengan orang yang
sudah ditentukan kafir atau fasik di akhir hayatnya, meskipun sebelumnya ia
beriman, maka menjelang kematiannya ia akan melakukan kekufuran. Ia meninggal
dalam keadaan kufur dan akan dimasukkan ke dalam neraka.
Dari Abdullah bin Mas'ud, Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda:
فَإِنَّ
الرَّجُلَ مِنْكُمْ لَيَعْمَلُ حَتَّى مَا يَكُونُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجَنَّةِ
إِلَّا ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ كِتَابُهُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ
النَّارِ وَيَعْمَلُ حَتَّى مَا يَكُونُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ النَّارِ إِلَّا
ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ
"Sesungguhnya ada salah seorang dari
kalian beramal dengan amalan ahli surga sehingga jarak antara dirinya dengan
surga hanya hanya tinggal satu hasta, tapi (catatan) takdir mendahuluinya lalu
dia beramal dengan amalan ahli neraka, lantas ia memasukinya. Dan sesungguhnya
ada salah seorang dari kalian beramal dengan amalan ahli neraka sehingga jarak
antara dirinya dengan neraka hanya tinggal satu hasta, tapi (catatan) takdir
mendahuluinya, lalu ia beramal dengan amalan ahli surga, lantas ia memasukinya."
(HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam riwayat Sahl bin Sa'ad al Sa'idi,
"Sesunggunya ada seorang dari kalian benar-benar melakukan amalan ahli
surga, dalam apa yang nampak kepada manusia. . . ." (HR. Bukhari dan
Muslim)
Karenanya, kita harus senantiasa berdoa supaya
Allah senantiasa memberikan keteguhan hati di atas kebenaran dan kebaikan serta
memberikan kepada kita husnul khatimah. Sebaliknya kita juga berlindung kepada
Allah dari su'ul khatimah dan kesudahan yang buruk.
Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam
senantiasa berdoa,
يَا
مُقَلِّبَ الْقُلُوْبِ، ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِيْنِكَ
“Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati,
teguhkanlah hati di atas agama-Mu.”
Dalam riwayat muslim beliau shallallaahu
'alaihi wasallam bersabda, “sesungguhnya hati semua manusia berada di
antara dua jari Allah, seolah-olah hanya satu hati. Allah berbuat
sekehendak-Nya.” Lalu beliau berdoa,
اللَّهُمَّ
مُصَرِّفَ الْقُلُوبِ صَرِّفْ قُلُوبَنَا عَلَى طَاعَتِكَ
“Wahai Dzat yang memalingkan hati,
palingkanlah hati kami kepada ketaatan kepada-Mu.”
Sebab Su'ul Khatimah
Ibnu Hajar al Haitami berkata, “Sesungguhnya
akhir hayat yang buruk diakibatkan bibit keburukan yang terpendam dalam jiwa
manusia, yang tidak diketahui orang lain. Kadang-kadang seseorang melakukan
perbuatan-perbuatan ahli neraka, namun di dalam jiwanya terpendam bibit
kebaikan. Maka, menjelang ajalnya bibit kebaikan itu tumbuh dan mengalahkan
kejahatannya. Sehingga ia mati dalam keadaan husnul khatimah."
Abdul Aziz bin Dawud berkata, “Aku hadir pada
seseorang yang sedang ditalqin (dibimbing untuk mengucapkan kalimat syahadat),
akan tetapi ia tidak mau. Lalu aku bertanya tentang orang ini. Ternyata ia
seorang peminum khamer."
Pada kesempatan yang lain ia berkata,
“Berhati-hatilah dengan dosa, karena dosa bisa menjerumuskan seseorang ke dalam
su'ul khatimah."
Berhati-hatilah dengan dosa, karena dosa bisa menjerumuskan
seseorang ke dalam su'ul khatimah.
Abdul Aziz bin Dawud
Kisah Tragis seorang ahli Ibadah yang
mati Su'ul Khatimah
Manshur bin Ammar mengisahkan, dulu kala aku
punya seorang teman yang suka melampaui batas, lalu bertaubat. Aku melihat dia
banyak beribadah dan shalat tahajjud. Suatu ketika aku putus komunikasi
dengannya. Dan menurut kabar dari orang-orang, ia sedang sakit. Maka aku pergi
ke rumahnya dan anak perempuannya datang menemuiku. Dia bertanya, “Siapa yang
engkau ingin temui?” Aku menjawab, “Si fulan.” Maka ia mengizinkanku masuk dan
akupun bergegas ke dalam rumah.Aku melihatnya sedang tebaring di atas ranjang
yang terletak di tengah rumah. Mukanya terlihat kehitaman, kedua matanya
tertutup dan kedua bibirnya bengkak dan menebal.
Aku berkata padanya dengan perasaan takut
melihatnya, “Wahai saudaraku, perbanyaklah mengucap Laa Ilaaha Illallaah.”
Ia membuka kedua matanya dan menatapku dengan penuh kemarahan, lalu ia tak
sadarkan diri. Kembali kuulangi perkataanku kedua kalinya, wahai saudaraku
perbanyaklah mengucap Laa Ilaaaha Illallaah.” Pada saat aku
mengulanginya untuk ke tiga kalinya, lalu ia membuka matanya dan berkata,
“Wahai Manshur, saudaraku, kalimat ini telah menjauh dariku.”
Aku bergumam, "Tiada daya dan tiada upaya
melainkan dengan izin Allah, Dzat Mahatinggi dan Mahamulia."
Kemudian aku bertanya padanya, “wahai
saudaraku, di manakah shalat, puasa, tahajud dan shalat malammu?”
Ia menjawab, “Aku melakukan semua itu bukan untuk
Allah Subhanahu wa Ta'ala dan taubatku hanyalah taubat palsu.
Sebenarnya aku melakukan semua itu supaya aku dikenal dan disebut-sebut orang,
aku melakukannya dengan maksud pamer kepada orang lain. Bila aku menyepi
seorang diri, aku masuk ke dalam rumah dan memasang tirai-tirai, lalu aku minum
khamer dan menantang Tuhan dengan kemaksiatan-kemaksiatan.
Aku terus melakukan itu sampai beberapa masa.
Kemudian aku ditimpa penyakit hingga hampir binasa. Saat itu juga aku suruh
anak perempuanku, ‘ambilkanlah aku mushaf!’ dan aku berdoa, ‘Ya
Allah, demi kebenaran Al-Qur’an yang agung, sembuhkanlah aku!’ Dan aku
berjanji tidak akan kembali melakukan dosa untuk selamanya. Maka Allah
membebaskanku dari penyakit.
Setelah sembuh, aku kembali kepada keadaan
semula, hidup berpoya-poya dan berhura-hura. Syetan telah membuatku lupa dengan
perjanjian yang telah kuikrarkan kepada Tuhanku. Aku terlena dalam keadaan itu
sampai beberapa saat lamanya hingga aku menderita sakit hampir mati karenanya.
Lalu aku perintahkan keluargaku membawaku ke tengah-tengah rumah seperti
biasanya. Kemudian aku suruh mereka mengambilkan mushaf dan aku mulai
membacanya. Lalu aku acungkan mushaf itu seraya berdoa, ‘Ya Allah, demi
kehormaan kalam-Mu yang ada dalam mushaf ini, bebasknalah aku dari penyakitku!.’
Maka Allah mengabulkan permintaanku dan menyembuhkan penyakitku.
Kemudian aku kembali hidup bersenang-senang dan
akupun jatuh sakit lagi. Lalu aku perintahkan keluargaku membawaku ke
tengah-tengah rumah seperti yang engkau lihat sekarang ini. Kemudian aku
menyuruh mereka mengambilkan mushaf untuk kubaca, tetapi mataku sudah tidak
bisa melihat saru huruf-pun. Aku pun menyadari bahwa Allah sudah murka
kepadaku. Lalu aku acungkan mushaf itu di atas kepalaku sembari memohon, ‘Ya
Allah, demi kehormatan mushaf ini, bebaskalah aku dari penyakit ini, wahai
penguasa bumi dan langit!’ Tiba-tiba aku mendengar seperti suara
memanggil, ‘engkau bertaubat tatkala engkau sakit, dan engkau kembali kepada
perbuatan dosa tatkala engkau sembuh. Betapa banyak Dia menyelamatkanmu dari
kesusahan, dan betapa bayak Dia menyingkap bala’ cobaan tatkala engkau diuji.
Tidaklah engkau takut dengan kematian? Dan engkau telah binasa di dalam
kesalahan-kesalahan’.”
‘Engkau bertaubat tatkala engkau sakit, dan engkau kembali kepada
perbuatan dosa tatkala engkau sembuh. Betapa banyak Dia menyelamatkanmu dari
kesusahan, dan betapa bayak Dia menyingkap bala’ cobaan tatkala engkau diuji.
Tidaklah engkau takut dengan kematian? Dan engkau telah binasa di dalam
kesalahan-kesalahan’.
Manshur bin ‘Ammar berkata, “sungguh demi Allah
aku keluar dari rumahnya dengan air mata tertumpah merenungkan ‘ibrah yang baru
kulihat, dan belum sampai di pintu rumahku, sampailah kabar bahwa dia sudah
meninggal.” [PurWD/voa-islam.com]