Abu Hurairah RA berkata bahwa
Rasulullah SAW bersabda, ''Ada dua golongan ahli neraka yang aku belum pernah
melihatnya, yaitu kaum lelaki memegang cemeti bagaikan ekor sapi dipukulkan
pada orang lain, dan perempuan-perempuan yang berpakaian tapi telanjang,
serong, dan menyerongkan kepala mereka seperti punuk-punuk unta yang
miring.Mereka tidak bisa masuk surga dan tak bisa merasakan baunya, padahal bau
surga itu sebenarnya dapat dirasakan dari jarak sekian, sekian.''
Lebih dari 1.400 tahun lalu
Rasulullah SAW telah mengingatkan tentang kecenderungan berpakaian wanita di
suatu masa. Dirunut dengan fakta saat ini, hadis tersebut sangatlah relevan.
Mode yang berkembang pesat yang
didesain dengan dalih simplicity (kesederhanaan) dan kepraktisan justru
menjurus pada minimalisme dan sensualitas. Mengumbar paha, dada, lekuk tubuh,
dan goyang seronok seolah dipaksakan untuk menjadi ''biasa''.
Lebih runyam lagi ketika kemudian
berkembang pemahaman bahwa kecantikan lebih cenderung diukur berdasarkan faktor
fisik. Kulit yang putih, rambut yang hitam lurus, tubuh yang langsing, serta
ukuran-ukuran vital dengan bilangan-bilangan tertentu seolah menjadi standar
wajib seorang wanita dianggap cantik atau bukan.
Seseorang bisa dilahirkan cantik,
buruk rupa, berkulit putih, merah, kuning, atau coklat dan hitam, karena hal
itu adalah sunatullah, sebagai suatu ketetapan dari Allah. Tidak ada satu
manusia pun yang mampu menolak dengan wajah seperti apa ia dilahirkan.
Sehingga, bentuk rupa dan fisik
seseorang tidak akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah. Yang dinilai dari
tiap-tiap manusia adalah bagaimana dia menggunakan apa yang diberikan Allah
kepadanya, baik dia cantik atau biasa-biasa saja.
Alangkah sia-sianya sebuah
kecantikan bila digunakan tidak sesuai dengan kehendak pembuatnya, yaitu Allah
SWT.
Demikian pula akan sia-sia bila keburukan muka
diratapi dan disesali, karena toh kita tidak dibebani dosa karena keburukan
itu. Akan lain halnya bila merawat tubuh. Selama hal tersebut tidak mengubah
ciptaan Allah, maka justru harus dilakukan sebagai bentuk merawat ciptaan-Nya.
Cantik yang hakiki justru tidak
bertumpu pada fisik semata. Cantik hakiki dimunculkan dari dalam jiwa, dengan
meresapkan pemahaman tentang Islam sehingga membentuk kepribadiannya.
Pemahaman Islam inilah yang niscaya
akan menghasilkan kecantikan hakiki karena dia berkepribadian Islam: memiliki
pola pikir Islami (aqliyah Islamiyah) dan berpola tingkah laku Islam (nafsiyah
Islamiyah).
Maka, seseorang yang berkepribadian
Islam ini tidak akan berpikir dengan selain kerangka berpikir Islam dan tidak
akan berbuat selain dengan perbuatan yang sesuai dengan Islam.
Benar-benar akan cantik dan indah
luar dalam karena sesuai dengan keinginan yang Maha Indah, sesuai dengan
penegasan hadis Rasulullah SAW, ''Sesungguhnya Allah adalah Maha Indah dan
menyukai keindahan.'' Wallahu a'lam. (Hesti Rahayu).