Mengenai Saya

Foto saya
Malang, East Java, Indonesia
Uhibbuka Fillah...

Laman

Selasa, 01 Februari 2011

Mar’ah Yang Belum Tentu Shalihah


oleh Bidadari In Action
Beberapa hari yang lalu, saya berkesempatan menghadiri sebuah kajian dakwah di wilayah utara Jakarta. Pengisinya seorang ustadzah yang luar biasa keilmuannya menurut saya, sebab beliau memegang gelar Lc, yang jarang dimiliki oleh seorang perempuan. Beliau juga kepala Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah Al Qudwah. Sangat kapabel dalam menjelaskan seluk beluk buku dakwah yang kami bahas.

Tiba di saat termin tanya jawab, kajian semakin menarik karena ini kesempatan saya untuk mengajukan pertanyaan seputar dakwah yang dilakukan oleh perempuan yang telah berumah tangga. Beliau hanya mengajak kita mengkaji lebih dalam sebuah hadist yang sangat familiar di telinga kita: Dunia adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita shalihah (mar’ah sholihah). Belai mengaku setengah hidup setengah mati untuk memahami isi hadits yang sekilas terlihat mubazir. Namun setelah didalami, hadits ini menyimpan pesan yang luar biasa.
Maknanya kurang lebih adalah sebagai berikut. Mar’ah adalah perempuan dengan seluruh ‘keperempuanannya’. Artinya seorang wanita disebut sebagai mar’ah jika dia memilki skill sebagai seorang perempuan. Seperti memasak, merapikan rumah, mengasuh anak, dll. Sedangkan sholihah adalah gelar yang disematkan kepada seorang perempuan yang memang layak mendapatkannya.  Untuk mendapatkan gelar ini, seorang perempuan harus punya ilmu dan MENGAPLIKASIKAN ilmunya. Ibarat seorang dokter yang tidak berpraktek sebenarnya tidak layak disebut dokter. Begitu pula dengan sholihah. Seorang perempuan tidak layak mendapat gelar shilohah jika ia hanya punya ilmu tapi tidak dipraktekkan untuk kemaslahatan ummat. Jadi, untuk menjadi perhiasan yangpaling indah, banyaklah beramal untuk mendapatkan gelar sebagai Mar’ah Shalihah.
Saya coba hubungkan artikel di atas dengan sedikit hal di bawah ini..
"Barangsiapa yang mengerjakan  amal  saleh,  baik  laki-laki maupun  perempuan  dalam  keadaan beriman, maka sesungguhnya akan  Kami  berikan  kepadanya  kehidupan  yang   baik   dan sesungguhnya  akan  Kami  beri  balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan."
(An-Nahl: 97)
Ayat di atas memang menjelaskan tentang amalan yang dikerjakan oleh mu'min dan mu'minah. Namun, seorang ustadz mengatakan, bahwa 'bekerja' bagi seorang muslimah, sebenarnya tak ada aturan. Baik dihukumkan wajib bahkan tak ada pula sunnahnya.
Jika bekerja dilakukan dengan adanya ketakutan akan ditinggal perhgi oleh suami, maka niatnya salah. Namun, jika dilakukan demi penuhi kebutuhan keluarga, membantu suami. Maka hal ini dibenarkan. Wallaahua'lam.


http://www.facebook.com/notes/melati/saudariku/177026782335705