Ratu Elizabeth juga dikenal sebagai
wanita ke 111 terkaya diseluruh dunia, dan beberapa wanita lainnya dari india
juga terkenal dengan kekayaannya. Namun ada satu wanita hebat yang diam dan
sederhana dan merupakan wanita paling kaya dan kalau mau bisa menjadi wanita terkaya
di dunia.
Namun keimanan di dadanya yang
tinggi membuat dirinya menjadi nampak biasa saja, namun karena ketaatannya
kepada Allah membuat dia menjadi seorang wanita yang sosoknya dikenal seluruh
umat yang jumlahnya bermilyar-milyar dari jaman dahulu hingga sekarang.
Allah pun meninggikan dirinya dengan
menjadikan tingkah lakunya berjalan mondar-mandir sejauh beberapa kilometer
dalam kepanasan dan ketegangan, menjadi sebuah rukun syariah yang diikuti semua
orang di seluruh dunia.
Subhanallah Siti Hajar, wanita
solehah penemu air zam-zam, sumur yang tak pernah kering, sumur ajaib yang
muaranya tidak diketahui berasal dari mana. Sumur yang berisi air yang diminati
banyak orang, bahkan di Indonesia ada beberapa toko yang menjual se-dirigen air
zam-zam dengan harga 50 ribu rupiah.
Bila air zam-zam dijual, dan
menyebar distribusinya diseluruh dunia, betapa kaya rayanya Siti Hajar, dan
kita wajib memasukkan beliau sebagai wanita terkaya diseluruh dunia tanpa harus
melakukan tindakan maksiat untuk mendapatkan kekayaannya.
Wanita yang mulia itu adalah simbol
ketaatan pada Allah, dengan status yang kurang menguntungkan sebagai hamba
sahaya Nabi Ibrahim dan istri kedua dari sang nabi, beliau ketika diperintahkan
oleh sang suami untuk tinggal di gurun tanpa air tanpa makanan. Awalnya beliau
menolak karena wanita mana yang mau ditinggal di gurun tanpa apapun. Kita saja
kalau ditinggal di mal tanpa uang, mungkin juga tidak akan mau, padahal di mal
sudah jelas dingin dan banyak orang, sedangkan ini di gurun, bayangkan...!
Jawaban Siti Hajar kepada sang suami
hanyalah “bila Allah yang menyuruh, maka aku taat.” Subhanallah, ketaatannya
berbuah hadiah yang manfaatnya dirasakan oleh sangat banyak orang dari sejak
jamannya sampai jaman anak cucu kita. Sumur ajaib yang airnya mengalir tiada
henti, tidak akan pernah kering, itu adalah bukti mukjizat Allah sampai hari
ini.
Dengan bekal taat, maka Siti Hajar
menjadi wanita yang patut diambil hikmah dari kehidupannya sebagai seorang
wanita yang sederhana.
1. Taat kepada Allah walaupun secara
logika terasa sangat berat.
2. Perbuatannya yang sungguh-sungguh
dan hanya berharap pada Allah, yaitu berlari mencari air kehidupan untuk
anaknya, diikuti semua orang dari seluruh dunia, berbagai bangsa, berbagai
usia, bahkan Obama sekalipun bila masuk Islam dan naik haji, wajib mengikuti
perbuatan Siti Hajar, sosok wanita sederhana.
وَإِذْ جَعَلْنَا الْبَيْتَ مَثَابَةً
لِّلنَّاسِ وَأَمْنًا وَاتَّخِذُوا مِن مَّقَامِ إِبْرَاهِيمَ مُصَلًّى ۖ
وَعَهِدْنَا إِلَىٰ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ أَن طَهِّرَا بَيْتِيَ
لِلطَّائِفِينَ
وَالْعَاكِفِينَ وَالرُّكَّعِ
السُّجُودِ
Dan (ingatlah), ketika kami
menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang
aman. dan jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim[89] tempat shalat. dan Telah kami
perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: "Bersihkanlah rumah-Ku untuk
orang-orang yang thawaf, yang i'tikaf, yang ruku' dan yang sujud". (QS. Al-Baqarah [2] : 125)
3. Dialah wanita yang dicintai
Allah, dan berusaha untuk hidup dan menghidupkan kesejahteraaan umat (terbukti
akhirnya banyak kafilah dagang yang membuat perkampungan di sekitar sumur
zam-zam).
Siti Hajar, dialah wanita yang tidak
punya apa-apa, hanya iman di dada yang akhirnya membuat sesuatu dari tidak ada
menjadi ada.
Dari Abi Umamah ia berkata: “Ada
seorang lelaki berkata: “Ya Rasulullah, apakah hak kedua orang-tua atas anak
mereka?” Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: ”Keduanya
(merupakan) surgamu dan nerakamu.” (HR Ibnu Majah)
Hal ini sejalan dengan hadits
berikut ini: Dari Abdullah Ibnu Amar al-'Ash Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi
Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Keridhaan Allah tergantung
kepada keridhaan orang tua dan kemurkaan Allah tergantung kepada kemurkaan
orang tua." (HR Tirmidzi)
Namun yang menarik ialah ditemukannya
hadits yang secara khusus mengungkapkan haramnya durhaka kepada sang ibu.
Sedangkan hal ini tidak kita temukan dalam kaitan dengan larangan berlaku
durhaka kepada sang ayah. Sudah barang tentu ini tidak berarti bahwa berlaku
durhaka kepada fihak ayah dibenarkan. Yang jelas dengan adanya larangan khusus
berlaku durhaka kepada fihak ibu cuma menunjukkan betapa ajaran Islam sangat
menjunjung tinggi martabat kaum ibu.
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ حَرَّمَ عَلَيْكُمْ عُقُوقَ الْأُمَّهَاتِ
Bersabda Nabi shollallahu ’alaih wa sallam: “Allah melarang kalian
durhaka kepada ibu kalian.”(HR Bukhary)
Dalam hadits lain kita juga dapati
bagaimana Islam menyuruh menghormati ibu sekalipun ia bukan orang beriman
seperti hadits yang diriwayatkan oleh Asma puteri sahabat Abu Bakar Ash-Shiddiq
berikut ini:
عَنْ أَسْمَاءَ بِنْتِ أَبِي بَكْرٍ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَتْ
قَدِمَتْ عَلَيَّ أُمِّي وَهِيَ
مُشْرِكَةٌ فِي عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَاسْتَفْتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قُلْتُ قَدِمَتْ عَلَيَّ أُمِّي
وَهِيَ رَاغِبَةٌ أَفَأَصِلُ أُمِّي قَالَ نَعَمْ صِلِي أُمَّكِ
Asma binti Abu Bakar berkata: “Telah
datang kepadaku ibuku dan dia seorang wanita musyrik di zaman Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam. Maka aku datang kepada
Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam meminta fatwa beliau. Aku bertanya
kepada beliau: ”Telah datang kepadaku ibuku sedangkan ia punya suatu keperluan.
Apakah aku penuhi permintaan ibuku itu?” Maka Nabi shollallahu ’alaih wa sallam
bersabda: ”Iya, penuhilah permintaan ibumu itu.” (HR Bukhary)
Mengapa kaum ibu sedemikian
diutamakan? Karena mereka adalah fihak yang sejak masih mengandung anak saja
sudah merasakan beban memikul tanggung-jawab membesarkan anak-anaknya. Mereka
adalah pendamping, penyayang, pengasuh dan pengajar pertama dan utama bagi
seorang anak. Ibu adalah fihak yang paling banyak direpotkan oleh anak semenjak
mereka masih kecil. Begitu lahir anak menuntut air susu ibunya. Keinginan minum
ASI seringkali tidak pandang waktu. Bisa jadi seorang ibu di tengah malam
”terpaksa” bangun mengorbankan waktu istirahatnya demi menyusui buah hatinya.
Seorang ibu juga direpotkan ketika
anaknya ngompol dan buang air besar. Ibulah yang biasanya harus mencebok dan
membersihkan anaknya. Semakin ikhlas seorang ibu mengerjakan semua aktifitas
tadi maka semakin melekatlah si anak kepada dirinya. Di balik segala kerepotan
tadi sesungguhnya terjalinlah ikatan hati yang semakin kokoh antara ibu dan anak.
Itulah sebabnya ketika seseorang sudah dewasa sekalipun, tatkala dalam kesepian
tidak jarang rasa rindu akan belaian tangan ibunya yang penuh kasih sayang
terkenang kembali.
Dalam pepatah Arab ada ungkapan
berbunyi Al-Ummu madrasah (ibu adalah sekolah). Benar, saudaraku.
Seorang ibu merupakan sekolah pertama bagi setiap anak. Ibulah yang pertama
kali mengajarkan banyak pelajaran awal tentang kehidupan kepada anak. Apalagi
di zaman penuh fitnah seperti sekarang dimana al-ghazwu al-fikri (perang
pemikiran/ perang budaya/ perang ideologi) datang menyerbu rumah-rumah kaum
muslimin. Serbuan itu datang dari berbagai penjuru. Bisa dari televisi,
internet, facebook, buku bacaan, komik, majalah, nyanyian, musik, pergaulan
bahkan dari sekolah formal...! Maka kehadiran seorang ibu yang memiliki wawasan
pengetahuan luas menjadi laksana penjaga benteng terakhir bagi anak-anaknya.
Ibulah yang bertugas membentengi,
memfilter dan mengarahkan anak-anak menghadapi berbagai serbuan perang budaya
tadi.
Di masa kita dewasa ini saat mana
faham ateisme, materialisme, sekularisme, liberalisme dan pluralisme begitu
dominan mewarnai kehidupan masyarakat dunia, maka kehadiran seorang ibu
sendirian mendampingi anak-anaknya kadang dirasa kurang memadai. Sehingga
kerjasama antara ayah-mukmin dan ibu-mukminah sangat diperlukan. Dalam dunia
modern anak-anak kita sangat perlu pengarahan yang sangat kokoh dan kompak dari
kedua orang-tuanya sekaligus untuk meng-counter serangan musuh-musuh
Islam yang pengaruh buruknya semakin hari semakin hegemonik.
Betapapun, seorang ayah tidak
mungkin diharapkan untuk terus-menerus berada di rumah karena tuntutan mencari ma’isyah
(penghasilan) bagi anak-isterinya. Oleh karenanya kehadiran dan keaktifan
peran seorang ibu di rumah mendampingi anak-anaknya menjadi sangat strategis.
Oleh karenanya Nabi shollallahu ’alaih wa sallam menyetarakan hadir dan
aktifnya seorang ibu mendampingi anak-anaknya di rumah dengan aktifitas jihad
fi sabilillah yang dilakukan oleh kaum pria di medan perang menghadapi
musuh-musuh Allah.
عن أنس، رضي الله عنه، قال: جئن
النساء إلى رسول الله
صلى الله عليه وسلم فقلن: يا رسول
الله، ذهب الرجال
بالفضل والجهاد في سبيل الله تعالى،
فما لنا عمل ندرك به
عمل المجاهدين في سبيل الله؟ فقال
رسول الله صلى الله عليه وسلم:
"من قعد -أو كلمة نحوها -منكن في
بيتها فإنها تدرك
عمل المجاهدينفي سبيل الله".
Dari Anas Radhiyallahu ‘anhu ia
berkata: Kaum wanita datang menghadap Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam
bertanya: “Ya Rasulullah, kaum pria telah pergi dengan keutamaan dan jihad di
jalan Allah. Adakah perbuatan bagi kami yang dapat menyamai ’amal para
mujahidin di jalan Allah?” Maka Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam
bersabda: ”Barangsiapa di antara kalian berdiam diri di rumahnya maka
sesungguhnya ia telah menyamai ’amal para mujahidin di jalan Allah.” (HR
Al-Bazzar).