~"RENUNGAN
AYAT"~
- Firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala:
Walaa
tamnun tastaktsiru
Artinya:
"Dan janganlah kamu memberi
(dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak".
(Q.S.
Al Mudassir [74] : 6).
- *=> Dalam ayat ini Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihi Wa sallam dilarang memberi dengan maksud memperoleh yang lebih banyak.
=> Artinya janganlah mengharap
dengan usaha dan ikhtiar mengajak manusia ke jalan Allah, dengan ilmu dan
risalah yang beliau sampaikan kepada mereka dengan maksud memperoleh ganjaran
atau upah yang lebih besar dari mereka. Tegasnya jangan menjadikan dakwah
sebagai obyek bisnis yang mendatangkan keuntungan duniawi.
=>Bagi seorang Nabi lebih
ditekankan lagi agar tidak mengharapkan upah sama sekali dalam berdakwah, guna
memelihara keluhuran martabat kenabian yang dipikulnya
- (Dan janganlah kamu memberi dengan maksud memperoleh balasan yang lebih banyak) lafal Tastaktsiru dibaca Rafa' berkedudukan sebagai Haal atau kata keterangan keadaan. Maksudnya, janganlah kamu memberi sesuatu dengan tujuan untuk memperoleh balasan yang lebih banyak dari apa yang telah kamu berikan. Hal ini khusus berlaku hanya bagi Nabi saw. karena sesungguhnya dia diperintahkan untuk mengerjakan akhlak-akhlak yang paling mulia dan pekerti yang paling baik.
=>Nabi dilarang memberi sesuatu
dengan harapan mendapat balasan lebih banyak.
Para ulama berbeda pendapat mengenai
si pemberi hadiah yang mengharapkan balasan lebih banyak. Menurut Malik hal itu
tergantung kepada keadaan.
=> Apabila balasan yang
diharapkan itu dari si penerima yang lebih tinggi kedudukannya, maka hal itu
tidak apa. Seperti pemberian orang miskin kepada orang kaya, pemberian pelayan
kepada tuannya, pemberian buruh kepada majikannya dan lain-lain.
=> Pendapat ini dianut juga oleh
Imam Syafii. Abu Hanifah berpendapat bahwa tidak ada balasan bagi si pemberi
jika tidak diisyaratkan. Dan pendapat ini juga termasuk salah satu fatwa (qaul)
Syafii. Beliau berkata:
"Pemberian dengan mengharapkan
balasan lebih banyak, batal, tidak ada manfaatnya, karena hal itu sama halnya
dengan menjual dengan harga yang tidak diketahui".
Berkenaan dengan pemberian ini Nabi
saw pernah bersabda, yang diriwayatkan oleh 'Aisyah Radhiyallahu 'Anhu:
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم
يقبل الهدية ويُثْبِتُ عليها وأثاب على لقحة ولم ينكر على صاحبها حين طلب الثواب
وإنما أنكر سخطه للثواب, وكان زائدا على القيمة
Artinya:
Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wa
sallam menerima hadiah dan memberi balasan atas hadiah itu. Beliau memberikan
seekor unta perahan, dan tidak menyangkal pemiliknya ketika dia meminta
balasan. Beliau hanya mengingkari kemarahan pemberian hadiah itu karena
pembalasan itu nilainya lebih dari nilai hadiah.
(H.R.
Bukhari).
·
Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu
'Anhu pernah menerangkan tentang pemberian yang benar. Beliau mengatakan bahwa
si pemberi tak luput dari tiga alternatif.
·
*Pertama,
si pemberi menginginkan ridha
Allah dengan pemberiannya itu dan mengharapkan pembalasan dari pada-Nya.
·
*Kedua,
dia ingin pujian dan sanjungan
manusia dengan pemberiannya itu karena dia bersifat ria.
·
*Ketiga ,
dia ingin pembalasan dari si penerima
hadiah.
Dalam ketiga hal ini Nabi
Muhammad Shalallahu 'Alaihi Wa sallam bersabda secara umum:
إنما الأعمال بالنيات إنما لكل امرئ
ما نوى
Artinya:
"Perbuatan-perbuatan itu harus
dengan niat, dan tiap-tiap manusia sesuai dengan yang diniatkannya".
(H.R.
Bukhari dan Muslim).
- Adapun orang-orang yang menginginkan ridha Allah dan mengharapkan pembalasan dari sisi-Nya dengan pemberian itu, maka pembalasan yang diharapkannya itu ada di sisi Allah dengan rahmat-Nya.
Hal ini ditegaskan oleh ayat 39 ini
bagian akhir: "Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan
untuk mencapai keridaan Allah, maka orang-orang (yang berbuat demikian) itulah
orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).
Begitu juga halnya orang yang ingin
menghubungi familinya agar dia menjadi kaya, sehingga dia tidak menjadi beban
bagi orang lain. Niatnya seperti itu sama dengan golongan pemberi tersebut di
atas. Jika maksudnya untuk bermegah-+megahan karena dunia, maka hal itu bukan
karena Allah. Dan jika pemberian itu +ha maksudkan untuk mendapatkan hubungan
keluarga dan famili, hal itu bukah karena Allah.
Adapun orang yang menginginkan
sanjungan dan pujian manusia serta bersifat ria dengan pemberiannya itu, maka
pemberian itu tak ada manfaatnya baginya. Dia tidak diberi pahala di dunia
maupun di akhirat kelak. Dalam hal ini Allah berfirman:
يا أيها الذين آمنوا لا تبطلوا
صدقاتكم بالمن والأذى كالذي ينفق ماله رئاء الناس
Artinya:
"Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan
menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya
karena riya' kepada manusia".
(Q.S. Al Baqarah: 264).
Adapun orang yang menginginkan
pembalasan dari orang yang diberi itu, maka baginya apa yang diinginkannya itu
dengan pemberiannya dia berhak menarik pemberian itu kembali selama dia belum
menerima balasan sebanyak nilainya itu.
Demikian menurut lahir perkataan
Umar bin Khatab dan Ali bin Abu Talib Radhiyallahu 'Anhu. Dan bagaimana pendapat
ulama mengenai hal ini telah diterangkan di atas.
Orang-orang yang memberi zakat dan
yang menginginkan ridha Allah, maka mereka itu adalah orang yang dilipat
gandakan pahalanya. Maksudnya ialah orang yang menafkahkan hartanya, seperti
zakat, tanpa mengharapkan pembalasan dan ganti, maka pemberiannya itu akan
dilipat gandakan Allah pahalanya. Dengan syarat pemberian itu mencari keridaan
Allah, dan ingin melepaskan kesengsaraan dan menutupi keperluan orang-orang
yang berada dalam kesempitan. Pemberian selain itu bukanlah termasuk amal
shaleh.
Wallahu'alam...