Mengenai Saya

Foto saya
Malang, East Java, Indonesia
Uhibbuka Fillah...

Laman

Rabu, 30 Maret 2011

Sepatu 2nd


Pak Tua ini bertopi pakeannya sederhana, kendaraannya sepeda onthel. Belakang sepedanya ada kotak yg selalu menempel, kecil namun sangat bermanfaat bagi yg membutuhkannya. Teriknya matahari yg membakar pori-pori dan mengeringkan kerongkongan tak membuatnya menyerah untuk tetap menjajakan jasanya di daerah yg Ia lewati. Walaupun apa yg Ia hasilkan dari jasanya tak sebandingan dg proses perjuangannya, tapi Ia tetap semangat. Mencoba mengais sedikit rejeki untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, terkadang Ia pun tak menghiraukan apakah suaranya menggangu atau tidak. Di tiap sudut gang terdengar suara yg tak asing bagi saya dan kawan-kawan sekalian.

sol....sol....sol....sepatu
Yah, beliau adalah Tukang Sol Sepatu. Kita pun tahu realita kehidupan sehari-hari dari pekerjaan tsb. Kisah tukang sol sepatu ini ternyata banyak menyimpan hikmah bagi saya mungkin buat kawan-kawan juga. Kenapa?

Karena proses kehidupan kita tak jauh beda dg sepatu. Ketika melihat di toko, sepatu itu masih bagus, bersih, dan indah untuk dipandang mata. Tapi setelah sepatu itu dipakai, walaupun dirawat dg rapi atau hati-hati terkadang bukan hanya kotor, kusam bahkan bisa sobek. Mudahnya yang teringat dipikiran kita, sepatu itu pun tak seperti saat awal kita lihatnya di toko: bagus, indah, dan bersih. Kalo orang yang mampu dan punya banyak uang gak masalah masih ada cadangan atau bisa beli sepatu yang baru, yang jadi persoalan kalo kita orang yang kurang mampu dan aktivitas kita sehari-hari harus menggunakan sepatu. Cadangan saja gak punya apalagi mau beli, gak mungkin kan kalo mencuri?
Alternatifnya, kita pasti menyerahkan sepatu rusak kita ke sang ahli, tukang sol sepatu. Dengan jasa mereka sepatu kita bisa dipakai lag, bahkan kita juga bisa menghemat uang kita sekitar 80% kalo kita beli sepatu baru.

Itulah sekilas tentang sepatu. Sama seperti kehidupan kita sebagai manusia. Awal kita lahir di dunia, kita seperti sepatu baru yang masih ada di toko. Tapi berjalannya sang waktu, kita telah menapaki fase kehidupan yang lebih kompleks terlebih dengan sebagian umur yang telah kita gunakan. Keimanan sedikit demi sedikit dipertaruhkan ketika godaan menyambangi kita. Ketika sejenak kita merenung untuk mengevaluasi diri, tak banyak dari kita yang mengaku bahwa perbuatan yang sia-sia (dosa) lebih banyak daripada kebaikan yang dilakukan. Kita pun terlalu pintar, kadang membenarkan perilaku menyimpang tsb. Tak ingat tugas yang diberikan oleh Sang Pencipta dimuka bumi ini. Tak jauh beda dg sepatu yg kotor, kusam dan sobek seperti diatas.

"Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku." (Adz Dzaariyaat: 56)

Persoalan disini, bukan pada jumlah uang yang kita miliki untuk membersihkan diri kita yang kotor lantas ada yang menyemir atau menambal diri kita yang sudah sobek (banyak dosa) dg jasa orang lain. Karena kehidupan ini tak bisa dinilai dg uang semata kawan. Apalagi orang lain bertanggung jawab atas perbuatan kita. Lantas bagaimana?

Dari kisah diatas, kita harus jadi satu perangkat yaitu sepatu dan tukang sol sepatu dan tsb. Kehidupan kita memang tak semulus dan tak dijamin seperti nabi atau rasul. Kehidupan kita banyak liku-likunya, setiap orangpun punya kisahnya masing-masing. Kalopun kita kotor, maka untuk menjadi bersih bukan orang lain yang menyemir kita tetapi kita lah yg membersihkan kotoran-kotoran itu dg memperbanyak amal misalnya. Begitu juga ketika sampai sobek (banyak dosa), yang menambal bukan orang lain tetapi kita lah yang menambal sobekan itu dengan taubatan nasuha.


http://www.facebook.com/notes/melati/sepatu-2nd/192438334127883