Mengenai Saya

Foto saya
Malang, East Java, Indonesia
Uhibbuka Fillah...

Laman

Rabu, 30 Maret 2011

Ngepel bareng Jin


Hari ini giliran jarun yang mengepel lantai masjid. Jarun mendapat jatah setiap Sabtu pagi selepas sholat dhuha. Lantai masjid yang dua kali lebih besar dari lapangan basket di jajaki dari pojok dekat tempat wudhu.

Satu petak dua petak jarun melangkah, tapi rasanya ada yang salah.
Satu petak dua petak jarun mengulangi, tetap saja ada yang keliru.
Satu petak dua petak lagi, walaaaa pasti ada yang tidak beres..!!

Jarun membanting  pel membiarkan tergeletak berantakkan dengan air di ember yang bercipratan di sekeliling tempatnya ngepel tadi. Ada yang salah, ada yang keliru memang. Kemana lagi jarun pergi kalau bukan ke rumah gurunya kyai Badrun yang dia kenal sejak kecil.

" Kenapa lagi, run?"
" Masalah, kyai. Gawat!"
"Gawat apanya?"
"Gawat ya gawat kyai"
"La iya tapi kenapa gawat?'
" Masjid sudah di susupin jin nakal kyai, dari dulu sampai sekaang, baru sekarang, saya berani di goda sama jin, kyai."
"ah jin. Jin apa?"
"Jin ya jin , kyai. Ini sudah tidak beres."
"Walaa memangnya jin itu ngapain kamu run?"
"Begini kyai, ketika saya ngepel lantai masjid, bukannya tambah bersih malah tambah kotor. Sekali dua kali masih kotor. tiga kali tambah kotor. Gimana toh kyai, pasti ini ada apa-apanya. Ndak tahu jin dari mana yang berani-beraninya ganggu saya bersihin mushola."
"Haha jin arab kali run..."
"Arab itu jauh kyai, jinnya pasti naik pesawat, bayarnya mahal. Ndak mungkin kyai, kalau benar dari arab, pasti jinnya kaya."
Haha.. kyai ketawa lagi.

Muridnya yang satu ini memang aneh. Kalau masjid kotor karena di pel, bukan berarti ada jin yang sedang mengganggu.
Bukan pula karena lantainya tak mau diatur. Bisa jadi karena kain pelnya yang kotor, lupa di bersihkan, dan justru membuat lantai jadi kotor.

****

Manusia itu seperti lantai, setiap hari, setiap detik selalu aja ada debu yang menempel dan menjadi kotor. Sebersih apapun seseorang, dia tak akan luput dari kesalahan dan kekeliruan. Baik karena khilaf, lupa, tidak sengaja atau malah di sengaja sekalipun. Namanya juga manusia, tempat salah dan lupa. Al insaanu mahallul khoto wan nisyaan.

Begitupun sebagai umat, tak lepas dari kesalahan dan kekeliruan menempuh jalan kekhilafan dalam mengambil keputusan. Maka di utuslah Nabi dan Rasul yang menunjukkan jalan kebaikan kepada umat. Lalu setelah habis masa kenabian setelah sang penghulu para nabi Muhammad Saw  wafat berpindah pula tugas itu kepada umat yang menyuruh kebaikan dan mencegah kemungkaran.

Ulama yang memegang peranan penting dalam proses ini, membimbing umat menuju cahaya kegemilangan sepeninggal Rasul. Kalau ada yang kotor di bersihkan, kalau ada yang keliru di luruskan. Begitulah kiranya tugas para tokoh agama, entah apa sebutannya : kyai, ustadz, habib, syekh, guru, mu'allim, atau cendekiawan. Seperti kain pel, dia bersihkan lantai yang kotor  agar kembali menjadi bersih. Masalahnya, tidak setiap waktu kain pel yang semula bersih akan tetap terus bisa membersihkan dengan baik.

Menjadi orang yang memberi taushiah penyejuk hati, mengajar pengajian atau sibuk berda'wah ternyata tidak semudah penampilan di kasat mata. Menyerukan kebaikan selalu bermula dari hati. Hati yang bersih akan membuat orang yang diajaknya berbuat baik dan meninggalkan keburukan akan terbukalah hatinya. Hati yang kotor akan kehilangan ketajaman kata dan teladan.
Bukan pula pekerjaan yang mudah di lakoni, karena setiap ucap kata yang keluar, harus di barengi dengan ke ikhlasan dan konsistensi dalam ucapan. Sunggguh besar kebencian di sisi Allah orang yang mengatakan apa yang tidak ia lakukan.

Jika Muhammad sang utusan pun mohon ampun pada TUHANnya paling sedikit seratus kali dalam sehari, bagaimana mungkin seorang manusia biasa telah cukup dengan apa yang telah di lakukannya...
Hati-hati ketika menjadi pemimpin, salah mengucap pun, pengikut setianya akan manut. Kalau banyak kesalahan akan banyak pula orang yang ikut bersalah. Kalau salah mengucap, banyak orang yang menjadi korban kesalahannya.

Dari kasus kain pel dapat diambil kesimpulan ;
Alih-alih membersihkan justru mengotori, alih-alih meluruskan justru membuat orang tersesat. Jadi pemimpin itu sulit.
Selain paham dia butuh keikhlasan. Lillahi ta'ala. Wallahua'lam bishshowab..


http://www.facebook.com/notes/renungan-n-kisah-inspiratif/-ngepel-bareng-jin-/10150166807996042