Mengenai Saya

Foto saya
Malang, East Java, Indonesia
Uhibbuka Fillah...

Laman

Kamis, 03 Februari 2011

"Keutamaan Meringankan Derita Sesama."


wasaari'uu ilaa maghfiratin min rabbikum wajannatin 'ardhuhaa alssamaawaatu waal-ardhu u'iddat lilmuttaqiina
Artinya:
"Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,"
{QS. Ali-'Imran (Keluarga Imran):[3]:133}


  alladziina yunfiquuna fii alssarraa-i waaldhdharraa-i waalkaatsimiina alghayzha waal'aafiina 'ani alnnaasi waallaahu yuhibbu almuhsiniina
Artinya:
"(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan."
{QS. Ali-'Imran (Keluarga Imran):[3]:134}
Spirit meringankan derita sesama pernah dilakukan Nabi Musa 'Alaihissalam, tatkala dia keluar kota dengan perasaan takut dan hati-hati sekali. Dia khawatir tertangkap prajurit Fir'aun karena dituduh membunuh. Lagi pula orang yang tertuduh membunuh akan dibunuh. Pada saat itu Nabi Musa 'Alaihissalam melangkahkan kakinya keluar dan menjauh dari istana 'Fir'aun tanpa tahu jalan yang akan ia tempuh. Dia bermaksud pergi ke negeri Madyan.
Setibanya di negeri Madyan Nabi Musa 'Alaihissalam menjumpai sekelompok orang sedang memberi minum ternaknya. Di sisi lain di belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang sedang menarik ternaknya. Nabi Musa berkata:"Apakah maksudmu  (dengan berbuat begitu)?. Kedua wanita itu menjawab, "Kami tidak dapat memberi minum ternak kami, sebelum pengembala-pengembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya."
Nabi Musa memahami apa yang telah dijelaskan oleh kedua orang wanita yang ada dihadapannya, bahwa hanya orang-orang kuatlah yang bisa memberikan minum untuk ternak-ternak mereka terlebih dahulu. Kemudian setelah mereka selesai, barulah orang-orang yang lemah mendapatkan kesempatan mengambil air untuk ternak-ternak mereka. Tentu saja, orang-orang yang mengambil pertama kali akan mendapatkan air yang jernih dan banyak, dan setelah itu orang-orang lemah yang mengambil air setelah mereka (orang-orang kuat) akan mendapatkan air yang tersisa dan keruh.
Nabi Musa 'Alaihissalam tergerak hatinya untuk menolong kedua wanita tersebut dan ia mengambilkan air untuk diminumkan kepada ternak-ternaknya, Firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala:
http://sphotos.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-snc4/hs1379.snc4/163169_196008857080968_151107631571091_867121_5734168_n.jpg
fasaqaa lahumaa tsumma tawallaa ilaa alzhzhilli faqaala rabbi innii limaa anzalta ilayya min khayrin faqiirun
Artinya:
"Maka Musa memberi minum ternak itu untuk (menolong) keduanya, kemudian dia kembali ke tempat yang teduh lalu berdo'a: "Ya Tuhanku sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan (*) yang Engkau turunkan kepadaku".
(QS. Al-Qashash (Kisah-kisah)[28]:24)
 (*). Yang dimaksud dengan "Khair" (kebaikan) dalam ayat ini menurut sebagian besar ahli Tafsir ialah "barang sedikit makanan".
Ketika kedua orang wanita tersebut pulang ke rumah lebih awal dari biasanya dengan membawa air minum, sang ayah pun bertanya kepada kedua anaknya tentang hal tersebut. Kedua anak gadisnya memberitahukan bahwa yang menolong mereka mengambil air minum untuk ternak mereka adalah Nabi Musa 'Alaihissalam.
Terpesona dengan kebaikan dan ketulusan Nabi Musa  'Alaihissalam yang menolong anak-anak gadisnya, lalu sang ayah yang tua renta itupun mengutus salah satu anak perempuannya untuk mengajak Nabi Musa datang ke rumahnya, untuk menikmati hidangan yang mereka siapkan. Maka Nabi Musa pun menerima ajakan tersebut karena ia merasa lapar dan letih karena perjalanan jauh yang ditempuhnya tanpa perbekalan yang cukup.
Salah seorang dari kedua anak perempuan Nabi Syu'aib mengusulkan kepada ayahnya agar mempekerjakan Nabi Musa guna mengurusi hewan ternak mereka, sehigga dengan demikian beban yang dipikul mereka berdua dalam mengembala ternak menjadi ringan. Nabi Syu'aib menyetujui usulan putrinya untuk mempekerjakan Musa. Tetapi tidak hanya itu Nabi Syu'aib juga menikahkan Musa
dengan salah seorang putrinya. Nabi Musa pun menikah dan tinggal beberapa lama di negeri Madyan....
Di zaman kapitalis saat ini, ada saja  orang mendewakan kekayaan, jabatan dan kehormatan. Tidaklah berlebihan kalau pribadi suka menolong yang mendarah daging dalam diri Nabi Musa 'Alaihissalam menjadi 'tontonan' langka seperti "Snow on the Sahara."(Salju di Gurun Sahara). Sebagian orang ketika dimintai bantuannya menjawab,"Maaf kami tidak bisa apa-apa." Agaknya semangat kebersamaan, gotong-royong, dan tolong menolong yang diwariskan turun temurun oleh nenek moyang kita, telah lama kita tinggalkan, lupakan dan abaikan.
Padahal dulu kata paman di kampung kami: "Bila ada salah seorang warga yang ingin membangun rumah ataupun memanen ladang, seluruh warga kampung turut membantu dengan suka rela." Namun pada generasi kami, tradisi tolong menolong itu 'sudah' hilang lapuk dimakan zaman.
Mungkin pemandangan tolong menolong itu sangat sulit kita temui lagi di masa mendatang. Untunglah masih ada segelintir orang yang peduli terhadap nasib sesama. Misalnya maraknya berbagai macam kegiatan amal, baik di media cetak maupun elektronik yang bertujuan menolong sesama.
Semangat meringankan beban sesama tidak mesti selalu berbentuk barang, uang serta perhiasan. Apapun yang kita punya bisa didermakan untuk kebahagiaan orang lain, sebagaimana pernah sabdakan Nabi Muhammad Shallahu 'Alaihi Wa sallam dalam sebuah Hadits Beliau yang artinya:
"Wajib atas setiap muslim itu mengeluarkan sedekah."
Para sahabat bertanya,"Wahai Nabi Allah, bagaimana?."
Rasulullah menjawab,"Dia harus bekerja dengan tangannya untuk dapat memberikan manfaat bagi dirinya dan dapat bersedekah."
Mereka bertanya lagi,"Bagaimana bila tidak juga mendapatkan kesanggupan itu?"
Rasulullah menjawab,"Membantu orang yang  kesusahan dan memerlukan bantuan."
Mereka bertanya lagi,"Bila tidak juga mendapatkan?"
 Rasulullah menjawab,"Hendaklah ia berbuat ma'ruf."
Disebutkan dalam sebuah riwayat, "Hendaklah ia menyuruh kepada kebaikan atau kepada yang ma'ruf dan menahan diri dari kejahatan."
(HR. Al-Bukhari, Muslim dan An-Nasa'i).
Intelektual yang diabadikan dengan 'tinta emas' dalam lintasan sejarah adalah mereka yang mendermakan ilmunya untuk kemanusiaan. Konglomerat yang dikagumi adalah mereka yang dengan hartanya meninggalkan amal kebajikan untuk menolong sesama dan kemajuan masyarakat luas. Sesungguhnya apapun yang kita miliki belum memiliki makna kalau belum mendatangkan manfaat bagi orang lain.
Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa sallam bersabda yang artinya:
"Barangsiapa yang melapangkan kesulitan orang mukmin saat di dunia, niscaya Allah akan melapangkannya dari kesulitan pada hari kiamat. Barangsiapa memberikan kemudahan terhadap orang yang dalam kesusahan, maka Allah akan memberikan kemudahan kepadanya di dunia dan akhirat. Allah akan senantiasa menolong hamba-Nya selama ia masih menolong saudaranya."
(HR. Muslim).
Suatu hari sahabat Ali bin Abi Thalib bertanya kepada muridnya,
"Kalau di tangan saya ada uang sepuluh dirham, kemudian tiga dirham saya sedekahkan, lalu berapa sisa uang saya?"
Muridnya menjawab, "Masih tujuh dirham."
"Salah...!", sahut Ali..
Yang benar uang saya masih tiga dirham, karena apa yang saya sedekahkan itulah yang sudah pasti tercatat sebagai amal shaleh, sedangkan selebihnya belum pasti."
Dialog ini mengandung pelajaran yang sangat dalam bahwa, "Apa yang kita miliki adalah apa yang sudah kita belanjakan di jalan kebaikan, bukanlah barang perhiasan yang kita simpan."

Wallahu'alam...


http://www.facebook.com/notes/memetik-hikmah-disetiap-kata-kejadian/keutamaan-meringankan-derita-sesama/192227757470134