Ada yang bilang masyarakat Indonesia
sudah cukup diberi motivasi, mereka butuh saran, fasilitas atau sarana untuk
mencapai sukses.
Orang bisa sukses bukan karena
fasilitas mereka yang cukup untuk mencapai kesuksesan mereka. Tapi karena
impian, tekad, kemauan dan kerja keraslah yang menuntun mereka sampai ke
puncak.
Tanpa itu semua, sebesar apapun
fasilitas yang diberikan, akan menjadi sia-sia belaka, dan menjadi orang
kebanyakan.
Mari kita lihat contohnya.
Buku Harry Potter membuat sang
penulis, JK Rowling menjadi salah satu orang terkaya di dunia dengan kekayaan
mencapai US$ 798 million (Rp. 7,9 triliun).
Padahal sebelumnya ia masuk dalam
kategori orang miskin yang layak mendapat santunan.
Saat mengetik naskah pun ia harus
mengetik menggunakan mesin tik tua, karena tidak mempunyai computer. Bahkan,
karena tak punya uang untuk foto kopi, ia harus mengetik ulang naskahnya
beberapa kali agar bisa diserahkan ke beberapa penerbit.
Bahkan ia menerima berbagai
penolakan dari pihak penerbit, sebelum akhirnya buku Harry Potter meledak
dipasaran.
Ini membuktikan dengan minimnya
fasilitas bukan jaminan untuk tidak sukses. JK Rowling telah membuktikannya
dengan sikap pantag menyerah dan kerja keras yang luar biasa.
Masih kurang contoh. Mari kita ikuti
pergelaran Piala Asia 2007. Timnas Irak, yang saat itu negaranya sedang porak
poranda akibat perang, tidak mempunyai uang untuk dana operasional sehingga
persiapan mereka dibiayai oleh Asian Football. Sedangkan untuk gaji
pemain tidak jelas bagaimana perjanjiannya, sehingga tidak ada jaminan akan
mendapat bayaran atau tidak.
Saat latihan pun mereka ke Jordania,
karena mereka tidak punya tempat latihan yang layak, dan satu-satunya yang
mungkin layak meiliki resiko yang besar.
Masalah belum selesai, pelatih belum
bisa membentuk tim yang solid, karena beberapa pemain yang berbeda etnis dan
agama tidak mau berbicara satu sama lain.
Setelah lama berinteraksi dan sadar
akan pentingnya peran mereka untuk membangkitkan semangat bangsa, mereka baru
bersatu.
Sekalipun tanpa fasilitas pendukung
yang lengkap, sekalipun tanpa kejelasan gaji, timnas Irak tampil memukau.
Mereka berhasil melibas tim bertabur
bintang, Australia di perempatfinal, dan menaklukkan tim kuat Korea Selatan di
semifinal dan melaju ke final.
Kemenangan di semifinal ini disambut
suka cita rakyat Irak, sayangnya sebuah bom meledak di tengah kerumunan yang
menewaskan 50 orang.
Peristiwa tragis ini justru
membangkitakn semangat juan mereka bertanding di final. Tim ini semakin bersatu
dan bertekad menang, karena mereka sadar kemenangan mereka bisa menjadi
semangat baru bangsanya dan mereka tidak ingin kematian para korban menjadi
sia-sia.
Akhirnya dengan semangat baja, di
partai final timnas Irak berhasil mengalahkan Arab Saudi yang merupakan juara
tiga kali Piala Asia. Timnas Irak berhasil menjadi juara Piala Asia 2007,
bahkan salah satu pemainnya memegang top scorer.
Sekarang mari kita lihat Negara kita
tercinta, Indonesia. Dengan kekayaan yang dimiliki negeri ini, baik kekayaan
dari hasil laut, perkebunan, pertambangan, dan kekayaan yang lainnya, membuat
Indonesia masih menjadi Negara berkembang. Padahal Negara kita ini hampir
memiliki segalanya yang nyaris dimiliki Negara lain.
Sedangkan Singapura yang luas
negaranya hanya 400 km2 (cuma seper tiga ribu luas Indonesia yang mencapai
1.922.570 km2) dan tidak memiliki sumber daya alam apapun (hanya memiliki
sumber daya manusia) menjadikan Singapura sebagai salah satu Negara terkaya di
dunia
Sekali lagi ini membuktikan, tanpa
uang, fasilitas, ataupun berbagai kekuatan material lainnya tidak menjanjikan
untuk tidak sukses. JK Rowling, Timnas Irak dan Singapura telah membuktikannya.
Dan Indonesia pun telah membuktikan dengan kekayaan tidak menjamin untuk aman
di puncak kesuksesan.
Memang mudah menyalahkan fasilitas,
karena fasilitas adalah benda mati yang hanya diam dan tidak akan membantah
kita. Sayangnya ketika kita selalu menyalahkan fasilitas, kita justru terjebak
untuk tidak memperbaiki diri.
Orang sukses akan mencari jalan
bagaimana caranya bisa menghasilkan prestasi yang maksimal dengan fasilitas
yang ada. Jadi yang ada di pikiran mereka adalah menang atau sukses terlebih
dahulu, tanpa peduli fasilitasnya.
Orang dengan mental pecundang,
ketika melihat minimnya fasilitas akan pasrah dan meyakini bahwa mereka tidak
mungkin menang dengan fasilitas yang ada.
Jadi bukan fasilitas yang membuat
kita menang atau kalah dalam persaingan tapi mentalitas.