Bismillahirrahmanirrahim
Assalamualaikum
warahmatullahi wabarakatuh
=============================
Hari itu awan sangat berat,
pertanda sebentar lagi hujan yang lebat akan mengguyur bumi ini. Terlihat Aya
asik termenung ditepi meja belajar kamarnya, Intan tengah menyelesaikan
pekerjaan kampusnya, dan Rahmi tenggelam dalam musiknya.
“Hei Aya, kenapa kamu selalu
melihat langit dikala awan hitam tengah menyelimuti?” Intan sedikit kelelahan
dengan tugasnya.
“Aku sendiri tidak tahu In,
kenapa awan hitam itu begitu menarikku? Hanya saja aku sempat mengalami
beberapa kejadian disaat awan mulai hitam dan menyelimuti langit,” Aya terlihat
sedikit sedih, dan mulai mengalihkan pandangannya dari langit tersebut. “hari
itu, aku sedang berjalan menuju perkampungan, tiba-tiba aku melihat seorang
kakek berjalan menuju mesjid, tapi alangkah sedihnya, sebelum kakek itu sampai
ke mesjid Allah telah memanggilnya terlebih dahulu, beliau terserempet motor
dan meninggal di tempat In.” Aya seperti mengulang kejadian itu di dalam
benaknya.
“Innalillahiwainnailaihi
roji’un. Semoga Allah menerima amalannya selama hidup ya Ya. Lalu, apakah kamu
tidak trauma dengan kejadian tersebut. Padahal kamu melihat sendiri kejadiannya
kan Ya?” kali ini Rahmi ikut berkomentar, dia mematikan musiknya saat Aya mulai
bercerita tadi.
“Awalnya iya, aku jadi takut
untuk berjalan sendirian apalagi disekitar mesjid itu. Tapi kemudian saat
trauma itu sedikit mulai menghilang, terjadi lagi kejadian yang sama tapi di
jalan raya, saat aku ingin membelikan obat untuk Shafa, adik kecilku, aku
melihat seorang anak pengamen jalanan ditabrak mobil dan meninggal saat itu
juga,” Wajah Aya mulai mendung dan bersedih, “dan kedua kejadian tersebut
terjadi saat awan ini mulai hitam menyelimuti langit, yang kemudian disusul
oleh hujan.”
“ kamu mengalami kejadian
yang sangat tragis.” Intan ikut bersimpati dengan kejadian-kejadian tersebut.
“Karna itu, setiap langit
berubah jadi kelam, aku seperti dipanggil untuk melihat nya, entah kejadian apa
yang sedang terjadi diluar sana hingga langitpun menangis olehnya.” Aya,
menutup matanya seperti tidak mampu membayangkannya.
Tidak lama kemudian mereka
bertiga segera tidur, hanya Aya yang masih terbayang akan tragedi yang membuat
nya takut untuk keluar terlalu lama.
************************
Kampus tempat Aya dan
teman-temannya menimba ilmu digemparkan oleh Fahri, mahasiswa yang terkenal
tidak tahu aturan dan suka meliburkan diri dari pelajaran, saat itu mendapat
nilai tertinggi se fakultasnya. Sungguh tidak biasa.
Beberapa hari yang lalu,
Fahri yang adalah seniornya Aya di Fakultas Ekonomi itu menyatakan perasaan nya
untuk menikahi Aya. Hanya mereka yang tahu, bahkan Intan dan Rahmi tidak
mengetahui hal ini. Karena Fahri berterus terang, maka Aya pun terbuka saja,
jelas dalam sekali ucapan Aya menyebutkan TIDAK. Saat itu Fahri tidak bertanya
apa-apa kenapa Aya menolaknya, dia hanya tersenyum dan pergi berlalu. Dan
sampai saat inipun Aya tidak pernah memikirkan Fahri sedikitpun, apalagi dibawa
pusing tentang pengakuan Fahri. Tetapi tetap saja, Aya masih ikut heran dan
penasaran kenapa dalam beberapa hari itu Fahri telah menunjukkan prestasinya,
tidak hanya kepada Aya tetapi keseluruh kampus. SUBHANALLAH. Aya tersenyum
dalam hati, dan mengucap syukur atas keberhasilannya membuat gempar para mahasiswa.
Ketika istirahat
berlangsung, Aya menemukan selembar surat di dalam tasnya. Dia sendiri terkejut,
kenapa kertas itu tiba-tiba muncul di tasnya, sedangkan tas itu dari pagi tidak
pernah dia tinggalkan, kecuali saat dia ke WC tadi dan tas itu dipegangkan pada
Intan. Apa mungkin ini kertasnya Intan?
“Kepada Raudatul Fahra Aya.
Ini pertama kalinya aku mendapat nilai tertinggi se kampus, dan tidak aku
sangka para mahasiswa lain membuat berita ini menjadi semakin besar, aku
tidaklah sepintar itu, kamu tahu jelas kemampuanku. Ini aku persembahkan
untukmu. Tidak ada maksud lain, hanya ingin kamu menyimpan barang yang sangat
berharga bagiku. Berharap kertas ini jangan kau buang atau dikembalikan.
Terimakasih” di balik tulisan itu ada nilai bertuliskan A+, yang ternyata
adalah kertas hasil ujiannya sendiri untuk mata kuliah Kalkulus, Aljabar
Linear, dan Bahasa Inggris.
Lama Aya memegang dan
membaca tulisan itu, kemudian dia tersenyum, dan menyimpan kertas itu kembali
ke dalam tasnya.
---------------------------------------------
Keesokan harinya, Fahri
kembali menyatakan perasaannya untuk menikahi Aya. Kali ini pernyataannya lebih
serius daripada yg pertama. Namun Aya tetap berkata TIDAK dalam sekali ucap.
Sebenarnya Aya sangat menghargai pengakuan fahri, dia lain dari teman2
lelakinya yg sering meyatakan agar mau menerimanya menjadi pacarnya. Tapi Fahri
tidak, dia langsung menginginkannya menjadi istrinya. Begitu mendengar
penolakannya, Fahri tetap tersenyum dan berlalu begitu saja. Dan kali ini Intan
dan Rahmi melihat kejadian tersebut dan langsung bertanya kepada Aya, kenapa
Fahri pagi-pagi sekali sudah datang dan menemui Aya.
Aya hanya menjawab dengan
senyuman dan berkata “tidak ada apa-apa kalian tenang saja” dan berlalu begitu
saja. Terang saja Intan dan Rahmi masih penasaran, apalagi Intan yang kemaren
menerima permintaan Fahri untuk memasukkan sebuah kertas ke dalam tas Aya.
Meski begitu kedua sahabat Aya tidak mendesakknya untuk memberitahu mereka,
jika Aya berkata begitu berarti memang tidak ada apa-apa, mereka percaya dan
mulai menenangkan diri dari rayuan syetan, dengan dzikir.
Berbulan-bulan setelah
kejadian tersebut, Fahri tetap mendapat peringkat terbaik diangkatannya, bahkan
sekarang dia menjadi Presma (Presiden Mahasiswa). Jabatan yang diterima oleh
Fahri membuatnya semakin terkenal dikalangan kampus, dan sangat banyak
akhwat-akhwat yang menanti Fahri untuk menyatakan perasaan pada salah satu
diantara mereka, namun itu hanyalah mimpi bagi mereka, satu-satunya akhwat yang
Fahri pernah menyatakan perasaannya hanyalah Aya. Raudatul Fahra Aya.
Kembali muncul selembar
kertas di dalam tas Aya. Dia membuka dan membacanya.
“Kepada Raudatul Fahra Aya.
Tidak pernah ku menyangka hal ini akan terjadi. Cita-citaku untuk menjadi ketua
Presma akhirnya terwujudkan. Dan ini adalah bukti bahwa semua yang pernah
mereka cap padaku tidak benar, aku bukanlah anak yang payah. Dan hari ini,
kembali aku persembahkan ini padamu. Tidak ada maksud lain, hanya ingin kamu
menyimpan barang yang sangat berharga bagiku. Berharap kertas ini jangan kau
buang atau dikembalikan. Terimakasih” di belakang tulisan itu ada pengumuman
tentang diangkatnya Fahri Rahmat sebagai ketua Presma. Aya Tersenyum dan memasukkannya
kembali ke dalam tas.
Seminggu kemudian, kembali
Fahri menemui Aya untuk yg ketiga kalinya dan menyatakan perasaannya yg sama,
ingin menikahi Aya. Dan tetap satu ucapan tegas Aya, TIDAK. Fahri tersenyum dan
berbalik arah meninggalkan Aya.
Dan untuk ketiga kalinya
Fahri tidak mendapatkan hasil apa-apa. Dia bingung kenapa Aya masih menolaknya
padahal prestasi-prestasinya telah jelas nampak. Apa Aya tidak menyukainya?
Pertanyaan itu terbersit dibenak Fahri.
Lebih dari satu bulan Fahri
terus memikirkan kenapa Aya tidak pernah menerimanya, apa yang salah pada
dirinya?
Padahal dia telah
membuktikan bahwa dia bukanlah seperti dulu yang selalu di cap sebagai seorang
anak yang payah, boros dan suka libur dari pelajaran demi bermain-main dan
hanya bisa membuang uang orang tua yang telah susah payah menyekolahkannya hingga
tingkat perguruan tinggi.
Tapi sekarang dia bukanlah
anak yang payah lagi, nilainya selalu tertinggi seangkatannya bahkan anak-anak
tidak memangilnya dengan sebutan anak mami atau anak payah melainkan mereka
hormat padanya karna dia telah menjabat sebagai seorang ketua Presma. Lalu
apalagi yang diinginkan Aya? Apakah Aya menginginkan materi? Materi untuk bisa
membawanya keluar pergi berbelanja sesuai keinginannya?
----------------------------------------------
Dan Fahripun ikut berkerja
dengan ayahnya. Walaupun gajinya tidak seberapa, tapi dia sangat giat untuk
bekerja agar bisa menyenangkan Aya dan diterima oleh Aya. Hingga dia terpaksa
sering libur dan cuti dari kegiatan kemahasiswaan untuk menyelesaikan
pekerjaannya yang tertunda. Kabar inipun cepat menyebar hingga sampai ketelinga
Aya, namun Aya tetap tidak bergeming, dia tidak pernah memikirkan Fahri hingga memusingkan
dirinya. Hingga 4 bulan kemudian dia telah kembali eksis dengan kampus dan
kegiatannya.
Dengan kembalinya keberadaan
Fahri di kampus, dan muncullah kembali selembar kertas di dalam tas Aya.
“Kepada Raudatul Fahra Aya.
Selama beberapa bulan ini aku tidak pernah eksis dalam kegiatan kemahasiswaan,
aku rasa dirimu tahu. Tapi alasannya karna aku ingin mencari materi, aku
berkerja dengan ayahku dan mendapatkan gaji yang lumayan cukup. Dan hanya ini
yan bisa aku persembahkan untukmu. Tidak ada maksud lain, hanya ingin kamu
menyimpan barang yang sangat berharga bagiku. Berharap kertas ini jangan kau
buang atau dikembalikan. Terimakasih” dibalik tulisan tersebut adalah sebuah
piagam, piagam yang dipersembahkan untuk karyawan teladan. Aya tersenyum, dan
menyimpannya lagi dalam tas.
Beberapa minggu kemudian
Fahri kembali menemui Aya, namun hari itu dengan seikat mawar putih dia kembali
menyatakan perasaannya kepada Aya,masih dgn tujuan yg mulia, menikahi Aya. Saat
itu Aya sedikit lama untuk menjawab, lalu kemudian mengatakan TIDAK untuk
keempat kalinya kepada Fahri. Dan untuk pertama kalinya Fahri tidak tersenyum
namun menundukkan pandangannya sambil menitikkan sedikit air mata dan kemudian
membawa pulang mawar putih dengan beribu kesedihan.
Aya tidak pernah mengatakan
apa alasannya menolak Fahri, bahkan setelah keempat kalinya. Fahri kebingungan,
dia sangat menyayangi Aya dan tidak ingin Aya direbut oleh ikhwan lain. Fahri
sangat-sangat kebingungan, hingga setiap hari dia tidak pernah lagi ikut kerja
dengan ayahnya, dan kegiataan kemahasiswaannya pun terbengkalai,
bahkan nilainya juga banyak yang anjlok, meski
tidak separah dulu. Hidup Fahri serasa tidak ada semangat lagi, dia sungguh
tidak mengerti, dan diapun tidak ingin menanyakan hal ini pada Aya, takut membuat
Aya tambah membencinya.
Hingga satu kali, dia
berpikir untuk tidak ingin terus-terusan bersedih di dalam kebingungannya, dan
Fahripun mencari tahu apa alasan Aya tidak pernah mau menerimanya.
Sekarang setiap hari dia
selalu mengikuti Aya, dia mencari tahu apa saja kegiatan Aya, apa saja yang
membuat Aya semakin menutup dirinya dikalangan para ikhwan, bahkan Fahri sempat
bertanya kepada Intan, sahabat Aya, dan baru dia ketahui bahwa Aya pernah
mengalami kejadian yang sangat membuatnya trauma. Kemudian Fahri mencari
kegiatan apa saja yang diikuti oleh Aya, dan sungguh terkejut Fahri, ternyata
di kampus Aya mengikuti kegiatan rohis, dan sepulang kuliah dia mengajar di TPA
dekat tempat kostnya. Bacaan ayat Al-Quran Aya ternyata sangat menyentuh Fahri,
dan juga keakraban Aya dengan para santrinya membuat Fahri semakin mengagumi
Aya, dan menginginkan Aya menjadi ibu dari anak-anaknya nanti.
Kembalilah Fahri ke rumahnya
dan terrmenunglah ia, menangisi semua dosa-dosanya selama ini kepada Allah, dia
tidak pernah melaksanakan kawajiban shalatnya, ia tidak pernah berzakat dan
berpuasa dengan sempurna, sungguh sangat hinanya dirinya. Dia lebih suka tidur
daripada mengerjakan shalat, meski ayah dan ibunya telah berulang kali untuk
mengingatkannya. Fahri menangis dan bersujud kepada Allah dalam shalat
malamnya, ia menangis dan berdoa memohon ampunan Sang Penguasa Hati. Hingga
malam itu penuh dengan doa dan tangisan seorang Fahri Rahmat.
------------------------------------------------------------------------------
1bulan lagi adalah acara
wisuda, angakatan ’02, angkatan Fahri. Sejak pernyataan terakhir Fahri kepada
Aya, dia tidak peernah tampak lagi disekitar Aya, dia kembali sibuk dengan
segala kegiatan yang pernah ditinggalkannya, hingga sampai 1bulan lagi acara
wisuda. Dia melepaskan tanggung jawabnya dan diserahkan kepada junior yang
lebih pantas. Dan memulai untuk serius menyusun Tugas Akhirnya.
Setelah lulus dari
Universitas yang telah mengajarkannya tanggung jawab, selama kurang lebih 3,5
tahun ia tidak pernah tampak lagi di sekitar kampus. Entah kenapa Aya mulai
memikirkan Fahri, setelah kurang lebih 1tahun, ia tidak pernah melihat Fahri
yang selalu mencoba untuk merebut hatinya dengan berbagai lembar kertas
pembuktian. Tiba-tiba hati Aya terasa kosong, dan mulai merasakan sedih.
“Lho, kenapa aku sedih?
Harusnya aku senang karna dia tidak lagi menggangguku dengan berbagai
kertas-kertasnya.” Aya mencoba menenangkan dirinya.
Seminggu kemudian,
kost-kostan Aya kedatangan pak pos. Biasanya yang suka dikirimi paket adalah
Rahmi, Ayapun memanggil Rahmi untuk menerima paketnya, namun ketika dibukakan
pintu nama yang ditanyakan oleh pak pos adalah Raudatul Fahra Aya. Kontan Aya
kaget, kenapa ada kiriman untuknya? Pak pospun menyerahkan selembar amplop
untuk Aya, dan meminta Aya untuk menandatangi buktinya.
Di kamar Aya mencari tahu
siapa pengirimnya, FAHRI RAHMAT. DEG, “astagfirullah, ada apa dengan ku? Kenapa
tiba-tiba saja terasa ada yang berdesir yang sangat menyakitkan? Ya Allah,
jauhkan aku dari segala yang batil ya Rabb. Amin ya Rabb.” Dengan perlahan Aya
membuka surat dari Fahri, dan membacanya dengan pelan.
“Assalamu’alaikum ukhti Aya.
Afwan, jika tiba-tiba aku
menulis surat ini pada ukhti. Aku tidak ada maksud lain, aku hanya takut jika
seandainya ukhti menunggu tulisan dariku, tapi tidak pernah datang.
Aku sekarang telah menjadi
karyawan tetap di perusahaan ayahku, dan mencoba untuk meneruskan perkerjaan
ayah, agar beliau bisa istirahat dan tidak perlu lagi bersusah payah mencari
nafkah untuk kami sekeluarga, aku tidak ingin membebani ayah lagi.
Ibuku sudah lebih dulu
dipanggil oleh Allah SWT, karna itu sejak ibu meninggal aku harus mengurus
adik-adikku sendirian. Selama ini aku banyak belajar ilmu agama, aku sadari
bahwa diri ini sangat lemah akan pengetahuan islam, karna itu sebelum lulus aku
sedikit banyak telah belajar dari ustadz yg tinggal dekat rumah ku. Dan
alhamdulillah semua kebiasaan buruk telah ku buang, sekarang di hati ini hanya
ada Allah, kekasihNYA Rasulullah yg aku cintai, keluargaku, juga RAUDATUL FAHRA
AYA. Dan kata ayah akupun sudah cukup umur untuk mengikuti sunnah nabi
junjungan kita, Muhammad SAW. Secara materi, insya Allah aku telah siap, juga
secara batinniyah.
Dengan menyebut nama Allah,
Bismillahirrahmaanirahiim..aku ingin mengkhitbahmu ukhti, jika ukhti izinkan
aku akan segera melamarmu pada orang tuamu.
Sekian surat ini aku
tuliskan, semoga ukhti memikirkannya terlebih dahulu,saya beri waktu paling
lama dua minggu untuk istikharah sebelum memberi jawaban. insya Allah hari ke
enam belas setelah surat ini sampai ditanganmu aku akan menemui ukhti. Ukhti
Raudatul Fahra Aya, jika jalan yg aku tempuh ini diridhoi Allah, semoga Allah
menyatukan kita. Amin.
Wassalamualaikum.
Fahri Rahmat”
------------------------------------------------------------
Hanya tetesan air mata yang
mewakili Aya unutk menjawab semua pertanyaan yang menganjal di hatinya. Kembali
ia buka laci tempat penyimpanan kertas-kertas yang diberikan Fahri padanya
dulu.
Dan sesuai janjinya, hari
keeanam belas Fahri pun menemui Aya meminta jawaban atas pinangannya. “Aku
masih memiliki ayah dan Ibu, aku tidak berhak langsung menjawabnya. Antum
tanyakan saja terlebih dahulu kepada orang tuaku, apapun keputusan mereka,
itulah keputusanku, dan berharap antum bisa menerima apa adanya”
“Insya Allah” hanya singkat
ucapan Fahri, namun menambah keyakinan dalam hati Aya.
Selama 3hari berturut-turut
Fahri mendatangi rumah Aya sesuai permintaan ayahanda Aya, dan dia mampu untuk
melalui ujian dan cobaan dari ayahanda Aya, hingga beliau dan istrinya menerima
Fahri sebagai menantu dirumah itu. Alhamdulillah.
Esoknya, Fahri datang
bersama ayahnya untuk mengkitbah Aya secara resmi. Keluarga Aya menerima dengan
tangan terbuka. dan Acara akadpun dirancang secepatnya.
Proses akad nikah dan
walimah, tidak perlu terlalu lama,hanya selang sebulan setelah Fahri mengkitbah
Aya. Semuanya terselesaikan dengan sempurna.
“Bunda, Fahri adalah ikhwan
yang sering Aya ceritakan, dan alhamdulillah dia kembali ke jalan Allah dengan
penuh perjuangan. Aya mencintainya bunda.” Dengan berlinangan air mata Aya
memeluk ibunya setelah akad nikah yang sempurna itu terjadi. Dan walimahnya
segera dilaksanakan dengan sederhana.
Hingga akhirnya mereka
memasuki malam peraduan Adam dan Hawa.
“Alhamdulillah, aku sangat bersyukur
bisa menikahi wanita shalihah sepertimu istriku. Allah telah menunjukkan
jalanNya. Dirimu yang selama ini aku kagumi dan aku sayangi, sekarang telah sah
dan halal menjadi istriku dimata hukum dan agama. Mendekatlah istriku, ijinkan
aku mencium kepalamu dan mendoakan pernikahan kita ini. Semoga kita bisa
menjadi keluarga sakinah, mawaddah warahmah ya Istriku”, dengan senyum bahagia
Fahri memeluk istrinya tercinta.
“Abi, aku ingin memberikanmu
sesuatu.” Sambil berjalan mengambil sebungkus kado yang berbungkus rapi.
“Apa ini Aya?” Fahri bingung
dengan kado yang diberikan Aya padanya.
“Bukalah abi.” Dengan penuh
senyum Aya memberikan Fahri kado tersebut.
Dan ternyata isinya adalah,
sebuah kertas yang dibingkai kecil, ada empat bingkai kertas. Fahri memeriksanya
dengan seksama, dan ternyata kertas itu adalah kertas-kertas yang pernah
diberikannya dulu kepada Aya.
“Abi memintaku untuk
menyimpan barang yang sangat berharga bagimu, dan aku telah menyimpannya
untukmu.” Senyum tulus Aya membucahkan airmata Fahri dan memeluknya dengan
penuh rasa cinta dan kagum.
“Istriku, istriku, istriku..Aku
mencintaimu karena Allah..”
Barakallahufikum..semoga
bermanfaat dan ada ibrah yg diambil.
Wassalam..