Mengenai Saya

Foto saya
Malang, East Java, Indonesia
Uhibbuka Fillah...

Laman

Rabu, 26 Januari 2011

Dijalan Dakwah Aku Menikah


Bismillaahirahmaanirrahiim
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
============================


Hidup itu penuh perjuangan..
Bekerja membalik tanah, menyingkap rahasia langit dan bumi.
Dakwah itu berat, Cinta juga berat..
Semakin engkau menyelami, semakin engkau tidak mengerti,
Karena keduanya tidak terbatas.
---------------------------------------------
" Lagi ngapain mas? " Dani tersenyum ketika melihat pesan dari HP-nya. oh Dian. Dengan cekatan dia pencet cepat tombol-tombol HP bututnya.
"Mas lagi di bulan sekarang " kembali kedua bibir itu senyum-senyum sendiri.
"Eh jangan senyum-senyum sendiri gitu donk, entar jadi kebiasaan lho. aku nggak mau punya adek di katain orang ‘agak-agak’ gara-gara senyum-senyum sendiri lho." tawa kembali terurai ketika dia pencet send di HP nya.
Memang Dani dan Dian sudah mendeklarasikan diri sebagai kakak dan adek sejak setahun lalu.(walaupun hanya mereka yang tahu). Ngga tahu entah dari mana asal usul itu, padahal nggak ada ikatan darah antara keduanya. Tapi memang kakak dan adek kelas. Kebetulan mereka berdua belajar di kampus yang sama, hanya jurusannya yang berbeda. Kebetulan lagi, Dani adalah mantan pengurus organisasi yang sekarang sedang dihuni oleh Dian.
Organisasi yang paling dihormati seluruh mahasiswa, organisasi yang paling di benci oleh misionaris-misisonaris kristen dan yahudi. Organisasi yang para punggawanya berusaha untuk benar-benar menjaga dan memperbaiki diri.Ya…..organisasi yang paling tidak diminati sejak SMA oleh para mahasiswa jika diamanahinya. Kenapa? tanya kenapa? Ya..itulah Lembaga Dakwah Kampus atau yang paling dikenal sebagai Rohis. Tapi kok Dani…?
" Mas jangan bikin adek penasaran ah ? mas lagi dimana ?" begitu jawaban Dian di HP, mungkin kalo telepon dengan nada sebel.
" Mas lagi di rumah, di kamar, di atas kasur, tiduran sambil baca buku yang baru beli tadi siang..!” balasnya menggambarkan keadaannya sedetail-detailnya.
" Afwan ya, di rumah ? rumah mana mas? Jakarta atau yogya? “ Dian balas lagi dengan pertanyaan. Memang mereka berdua kebetulan melanjutkan kuliah di luar kota, meninggalkan hiruk pikuk Jakarta yang semrawutnya luar biasa.


 Tepatnya kekota gudeg, kota pelajar, kota wisata, kotanya nyi roro kidul ( ue alah….hari gini percaya gituan.hehe..).
" di rumah ! Rumah Cinta..hehe.becanda.!!! "Mas lagi di Jakarta ! lagi baca buku nich, tepatnya novel judulnya "Cinta Yang Terlambat". Bagus dech, mo pinjem ?." Jawabnya terlihat bangga karena bisa membeli buku.
" Jakarta ? kok pulang ngga’ bilang-bilang. tahu gitu kan adek bisa bareng! eh..Bagus tuch kedengarannya. ya dah dech, met bermelankolis aja dech buat mas. Jangan lupa, ntar kalo udah selesai, adek pinjem yach. syukron ba’dahu. Wass…." Dian mengakhiri percakapan SMS-nya.
" Afwan, mas tadi buru-buru. anak isteri dah kangen katanya. hehehe….. Insyaallah nanti kalo dah selesai, pasti aku pinjemin. Wa’alaikum salam.." dan "klik" Dani juga selesai menutup HP-nya. 
Mungkin karena sama-sama jauh dari rumah dan asal yang sama juga, mereka berdua bisa akrab, bahkan kelewat akrab untuk seorang yang mengaku sebagai "penyeru dan aktivis da’wah", sama-sama senasib katanya. Memang sebuah alasan klise untuk hubungan seperti itu. Hubungan yang sangat beresiko membuka peluang bagi para syetan untuk berlomba-lomba menjerumuskan mereka kedalam kubangan dosa berlabel "pacaran"….
" Ah…insayallah aku ngga’ akan ada rasa apa-apa dengannya", gumam dalam hati Dani membenarkan alasannya, sambil melantunkan sebait do’a : " Ya Allah lindungi hamba, jauhkan hamba dari dosa. Dosa untuk mata yang melihat tanpa berusaha memalingkannya. Dosa untuk lisan yang tak terjaga dan berdusta. Dosa untuk telinga yang merasa tenteram mendengar suaranya. Dosa untuk jantung yang berdebar tenteram ketika bertemu dengannya. Dosa untuk wajah yang selalu menebar pesona. Dosa untuk cinta yang hadir sebelum waktu seharusnya. Kabulkanlah Ya Allah. Ami…n."
" SMS dari siapa tuuch….cieeee dari siapa..ce ileeeeh dari siapa siiiiich ….ayo ngaku ayo ngaku cieeeh.." Bunyi ringtone HP disamping bantal yang membuat jantungnya sedikit berdegup meninggi. Dengan cekatan, langsung di ambilnya HP itu…dan…hingga pada sebuah tanda "message" dia pencet "OK". hampir sepuluh detik-an HP itu loading menmpilkan pesan, maklum HP butut. !!! Jantung yang belum lama normal dari kaget kembali harus di paksa berdetak kencang,begitu message itu terbuka …
Saat kumenatap langit
Rasanya ada satu bintang yang hilang dari pandanganku
Bintang yang memiliki sinar sendiri, ketika malam menerangi bumi Dan selalu bersinar dimanapun ia berada


Dan ternyata…..
Seiring berjalannya waktu
Bintang itu telah menghiasi hati seseorang
Dengan cinta , kerinduan dan harapan.
Deg….deg…deg…. suara detak jantung yang mirip suara drum dari nasyidnya IZZIS yang didengarnya lewat earphone MP3. Entah mengapa ketika membaca SMS itu, ada sebuah sensasi yang luar biasa dahsyatnya. Padahal sering kali dia membaca puisi seperti itu ketika melihat-lihat blog internet. Tapi ini beda, apakah karena …DIAN??. Ah….. campur aduk rasa yang ada dalam hatinya kembali bergemuruh. Antara seneng dan sedih, antara suka dan benci bahkan satu rasa yang mungkin ada pada setiap pemuda karena sebuah puisi seperti itu…yach "Gede rasa alias GR". Apakah dia…ehm..ehm…. ataukah cuma ehmmm..ehmmm. " . Pikirannya jadi bertanya dan berprasangka. Dan akhir sebuah tanya itu dia kembali….
" Astaghfirullah!!! ini belom boleh terjadi " kata Dani dalam hati. "Percuma kamu mengaku aktivis dakwah, ngakunya ikhwan, liqo’nya intensif, manusia-manusia ter-tarbiyah, yang seharusnya menjaga ketat hijabnya, dan menyebar kesholihan ke sekitarnya.Ah…..percuma " kembali kesadaran itu muncul, kesadaran ilahiyah yang jelas-jelas petunjuk yang benar.
" Tapi bukankah itu manusiawi. bukankah mencintai itu fitrah manusia. Bukankah mencintai itu hak setiap diri pada makhluk yang Allah namakan An Naas, manusia. Bukankah jika ngga’ mengungkapkannya ngga’ akan terjadi apa-apa. dan bukankah……" kembali jiwa kemanusiaannya menjawab sendiri dan pertentangan hatinya itu terus berlanjut.
" Iya betul, kamu berhak untuk mencintai. tapi, apakah sekarang ini waktu yang tepat untuk itu, apakah kamu mampu untuk menjaga hatimu, angan-anganmu, sikapmu, bukankah selayaknya cinta itu tumbuh setelah ada ikatan indah yang menghalalkanmu " kembali malaikatnya menimpali.
" Tapi semenjak kenal dia, aku jadi tambah rajin ibadah, semangat belajar, kuliah, hafalan juga lumayan, sering baca hadits karena kita sms-annya saling nasehatin kok. trus nambah rajin ke mesjid juga ". masih keukeuh dengan pendiriannya.
" Eit…s. hati-hati Dani !. Sekarang koreksi lagi niatmu melakukan semua itu. Apakah karena Allah atau karena Dian?, sesungguhnya akan sia-sia semuanya kalo kau kotori niatmu karena "dia". Jika karena Allah..Alahamdulillah, tapi tetep juga beresiko, suatu saat nanti terkotori. karena syetan nggak akan menyerah. Awalnya seperti itu, tapi hisablah diri, seberapa lama itu dapat bertahan?..masih perdebatan dalam hatinya semakin berkecamuk.


" Astaghfirullahal ‘adhim. Ya Allah tunjukkan padaku bahwa yang benar itu nampak benar, hingga aku bisa mengikutinya dan yang salah itu nampak salah hingga aku bisa menjauhinya ". sebuah do’a yang akhirnya dia panjatkan.
" Lho… bukankah jelas jalan yang baik dan yang buruk. kenapa masih memohon pada Allah untuk menunjukkannya???. Cinta itu terlarang sebelum ada ikatan suci indah menghalalkan yaitu pernikahan. !!!". malaikatnya masih berusaha
" Ya…. semua ini harus segera di akhiri sebelum semuanya terlambat lebih jauh dan semakin keruh". rasa yakin dengan kebenaran kembali merasukinya. " Ya ..Allah. berikan hamba kekuatan itu."
------------------------------------------------------------------------------------------
Detik berlalu, menit berganti, jam terus berputar dan haripun berubah. Semangat yang tadinya menyala-nyala untuk kembali meluruskan hati itupun sedikit demi sedikit mulai luntur. Ya…… sebuah tekad yang kuat untuk segera mengakhiri hubungannya dengan Dian terkikis oleh waktu, yang semakin lama membuat pijakan mulai goyah. Satu yang belum ada " keberanian". Ya.. keberanian untuk mengucapkannya, keberanian untuk meniti jalan ilahi yang terbentang lurus. Keberanian untuk menghindari jerat-jerat dosa yang sungguh mudah untuk dilalui. Banyak perasaan-perasaannya sendiri yang membuat itu tidak mudah dan serasa semakin sulit.
" ah entar aku disangkainnya ke-GeEr-an donk, siapa sich kamu Dan, kok bisa-bisanya berpikiran dicintai akhwat sesempurna Dian?. ahh…..sekarang kan baru memasuki masa ujian takutnya kau melukai hatinya, trus belajarnya terganggu, trus nilainya anjlok, kan aku juga yang salah nanti. ‘ mulai perasaan-perasaan itu merasuk kedalam hati dan mengikis tepi-tepi keyakinan hati.
" Tapi kalau tidak kamu katakan, akan lebih sakit dan lebih susah bagi kamu dan dia. Jika rasa itu memang ada , akan sangat sulit bagi wanita untuk segera melupakannya !" kembali perasaannya berkecamuk. Ditengah-tengah kebimbangan yang sangat itu, terus dia berpikir. Bisikan setan dan bisikan malaikat datang berganti-ganti mengobrak abrik dinding pertahanannya. Bagaimana dan bagaimana. Hingga suatu saat keyakinan itu muncul, ketika seorang sahabat memberikan dukungannya. sebuah dukungan yang luar biasa kuatnya.
" Afwan akhi, antum harus sangat bijak , karena memang antum yang memulainya. Jika antum biarkan juga akan berkepanjangan dan tentunya akan lebih sulit bagi antum dan dia. Insyaallah ini waktu yang tepat untuk memutuskan. Jika antum sama-sama siap, Allah sudah memberikan jalan yang begitu indah bagi kita, berupa pernikahan. Tapi jika antum belum yakin bisa menjaga hati, lebih baik segera minta pengertiannya, bahwa hubungan yang antum berdua jalani sungguh besar resikonya, baik bagi antum berdua dan untuk dakwah yang menjadi jalan kita "begitu seorang sahabat itu menasehati.


" Tapi saya takut karena sekarang baru masuk masa ujian,” Dani menimpali.
 " Yakinlah bahwa Allah akan membantu hamba-hambaNya yang ingin tetap menjaga kesucian menempuh jalan-Nya. "kembali sahabat itu meyakinkannya.
" Bersabarlah dan bersyukurlah. bersabar karena antum berhadapan dengan godaan syetan yang sudah masuk kedalam wilayah perasaan. dan bersyukurlah, karena ditengah-tengah godaan tersebut, Allah masih membukakan hati kita atas belenggu-belenggu dosa yang menghijabnya, sehingga Allah menunjukkan jalan lurus kehadirat-Nya. ".. Kata bijaksana seorang sahabat. Memang sahabat adalah orang yang bisa mengingatkan ketika kita telah mulai bahkan belum melamgkah meniti jalan maksiat dan dosa.
-------------------------------------------------
Malam itu seperti malam-malam sebelumnya. Kamar kost yang dia yang dia tempati sejak tiga tahun lalupun belum banyak berubah, karena memang tidak di rubah. Kasur busa yang hanya cukup untuk dirinya dengan sprey yang terlihat kotor ( karena memang malas untuk nyuci) membujur di lantai. Meja belajar rendah dengan tumpukan buku-buku kuliah berserakan masih tetap setia berada di tempatnya, pojok ruangan. Sambil berbaring dia layangkan pandang ke rak buku yang menempel di tembok tepat menghadap ke dirinya. Rak yang penuh dengan buku islam yang memang mulai dua tahun lalu dia koleksi.
Eh… bukan cuma di koleksi, memang dia berencana untuk membuat perpustakaan pribadi. seluruh buku itu dia beli dari hasil uang jajan yang disisihkannya setiap bulan. Target satu buku satu bulan sudah mulai dirintisnya. Sementara matanya melayangkan pandangan ke rak itu, hingga sebuah suara terdengar di telinga. Suara ringtone HP yang menggelikan itu berbunyi. Segera diambilnya HP butut yang ada di meja, dibukanya sambil memilih-milih buku di rak itu, karena memang loading HP-nya lumayan lama. Bersamaan dengan terbukanya massage di telepon genggamnya, matanya terhenti ketika sampai sebuah buku ," Jangan nodai Cinta ", diambilnya buku itu dan kembali ke massage yang telah terbuka. Dengan berbaring di atas kasur sambil ditopang bantal yang agak tinggi dia baca ,
Dinding kesetiaan,
Atap pengorbanan
Jendela kejujuran,
Pintu kepercayaan
Dan…… Halaman kasih sayang.


Ah…rumah cinta "  
‘Subahanallah’ kata yang ada di benaknya, kagum, bangga dan….ah sebuah perasaan yang nggak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Hingga akhirnya selantun do’a terucap dari bibirnya, menutup kembali semangatnya untuk membaca buku yang telah di pilihnya. " Ya… Allah berikanlah rumah cinta itu untukku. jadikanlah barakah itu di rumahku….berikanlah yang terbaik untukku dan untuknya ".    
------------------------------------------------------------------------
Disuatu siang nampak begitu banyak mahasiswa berkumpul di masjid. Ada yang nampak sibuk mondar-mandir, kesana kemari sambil berbicara dengan temannya yang mengikuti di sampingnya. Sebuah name tag kotak agak kecil menggantung di lehernya. Name tag itu bertuliskan " PANITIA". Ya memang hari ini adalah jadwal kajian bulanan rutin di masjid kampus temmpat Dani dan Dian kuliah. Spanduk besar terpampang di dinding, jelas di sana tertulis tema yang begitu menggelitik dan sungguh menarik., " Ketika Cinta Menyapa " dengan pembicara Ustadz  Ilyas Abdullah.
Berjubel banyaknya peserta yang hadir di tempat itu. Memang untuk urusan cinta, pasti banyak peminatnya. bukan cuma mahasiswa umumnya tapi juga ikhwan akhwat pun sangat antusias ketika membahas masalah fitrah manusia ini. Ya cinta…dan ujung-ujungnya nanti akan mengerucut kepada cinta antara sepasang kekasih tanpa harus dimulai membahasnya.
Nampak didepan , menghadap para jama’ah, di meja kecil, jelas terpampang tulisan ‘MC’ , seorang ikhwan berumur kira-kira 20-an, bejenggot tipis khas ikhwah tanpa kumis, dengan kopyah putih dan baju gamis hijau muda, memegang microphone dan mempersilakan jama’ah untuk merapikan shaf duduknya. Ba’da salam dan shalawat, dia memulai acara dan memperkenalkan dirinya. Dari situ bisa di ketahui namanya Dani, dialah yang akan memandu acara kajian siang itu. Kemudian dia segera memperkenalkan seseorang ikhwan di sampingnya, dengan penampilan yang hampir sama dengan dia, hanya bedanya jenggotnya sedikit lebih tebal. Namanya Ilyas Abdullah, beliaulah yang akan memberi tausyiah kajian tersebut.
Dan tanpa menunggu lama, MC-pun mempersilakan pembicara untuk menyampaikan tausyiahnya, setelah sebelumnya, dengan hikmat para jama’ah mendengarkan lantunan kalam ilahi yang di bacakan secara murottal. Dengan suara tegas namun lembut terdengar di telinga, ustadz Ilyas memulai tausyiahnya. Tak lupa salam, syukur dan shalawat ke atas rasulullah SAW, beliau memberikan tausyiah kepada yang hadir. Subahanallah, begitu jelasnya apa yang disampaikan ustadz Ilyas, hingga semua hadirin seakana tersihir oleh kata-katanya. Semua tersampaikan secara sistematis dengan bahasa yang mudah di mengerti terutama untuk kalangan remaja, sesekali dengan kalimat puitis dan juga humor yang sewajarnya.



" Akhi wa ukhti fillah, antum sekalian mungkin sudah sangat familiar bahkan hafal di luar kepala dengan firman Allah dalam surat Ar Ruum ayat 21. Bahkan kebanyakan undangan pernikahan yang kita terima, tertulis di sana dengan tinta emas. Namun sayang beribu kali sayang mereka tak mencoba menghayati maknanya:
" Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untuk kalian dari anfus (jiwa- jiwa) kalian sendiri, azwaaj (pasangan hidup), supaya kalian ber-sakinah kepadanya, dan di jadikan-Nya diantara kalian mawaddah dan rahmah. sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir"
Coba kita periksa betapa indah kata-kata Allah dalam ayat ini. Disini Allah menjelaskan pada kita semuanya, bagaimana seharusnya sebuah alur perayaan cinta. Yaa….sebuah alur perayaan cinta. antum ingin tahu apa itu perayaan cinta. ikuti sesi selanjutnya !" ustadz Ilyas behenti untuk tersenyum sejenak.
" Kata-kata pertama yang dibicarakan alqur’an tentang pernikahan dua orang manusia adalah min anfusikum, dari jiwa-jiwa kalian. Ya…pertama adalah kesejiwaan. Persamaan visi dan misi dalam membangun rumah tangga. apa itu? komitmen kepada Allah dan agamanya,
sehingga rasulullah kita ketika memilih calon pendamping hidup untuk mendahulukan agamanyadaripada harta, tampang dan keturunannya.
Yang kedua dari ayat ini, Allah menjelaskan "azwaajan", yg artinya pasangan hidup. alqur’an mengatakan setelah ada kesejiwaan, tak berlama-lama langsung menunjuk kepada suami istri. inilah komitmen. Jika komitmen kita kepada Allah dan agamanya, insyaallah itulah bekal utama untuk menggapai rumah tangga bahagia. Orang selalu berpikir, bahwa kita harus selalu mencari pasangan yang tepat, sesuai dengan kriteria kita, tetapi kenapa tidak terpikirkan oleh kita untuk menjadikan orang yang ada disamping kita yang memang hebat itu menjadi orang yang tepat. Ya…." Menjadikan" bukan sekedar " Mencari ". Ada dua hal di dunia ini, Menikahi orang yang kita cintai atau mencintai orang yang kita nikahi. Yang pertama adalah kemungkinan namun yang kedua adalah keharusan.
Setelah pasangan hidup, Allah mengajarkan “supaya kalian tentram, tenang padanya”. Litaskunuu ilaihaa. Dalam bahasa arab, huruf  lam disini sebagai ishim maushul ( kata hubung ) yang menunjukkan otomatis. Allah menjamin, pernikahan dimulai dengan kesejiwaan, maka otomatis suami istri akan merasakan ketentraman terhadap pasangannya. Tentram karena gejolak syahwat telah menemukn saluran yang halal dan thayyib, tenang karena ada sahabat lekat yang siap mendukung perjuangan. Itulah mengapa pernikahan disebut separuh agama.
Waja’ala bainakum mawaddatan. Selanjutnya adalah mawaddah. Yang harus di usahakan dan diupayakan serta diproses yaitu mawaddah, cinta, love. Seperti cinta kita pada Allah yang merupakan buah dari ikhtiyar kita, mengapa kita tidak mengupayakan cinta kita pada ‘dia yang di halalkan’ untuk kita.

Ingatlah yang disampaikan oleh Fahri, itu tuch tokoh “Ayat-ayat cinta”-nya ustadz Habiburahman el Shirazy, ketika menjawab suratnya Nurul, sang lentera yang bercahaya diantara cahaya. “ Bangun, proses dan usahakan cintamu pada yang memang seharusnya kamu cintai, suamimu kelak. Karena cinta sejati ada setelah ikatan suci yang menghalalkan, pernikahan.”
Disamping mawaddah, rahmah juga harus diupayakan. Ini juga cinta lho, bukan Cuma kasih sayang. Cinta yang bagaimana? Cinta yang memberi tanpa pinta, berkorban tanpa tuntutan, bersedia tanpa menunggu, pokoknya cinta yang romantis banget kalo bahasa kita sekarang.. Nah akhi wa ukhti fillah… Inilah alur perayaan cinta kita sampai disini. “ panjang lebar ustadz Ilyas mengulas pelajaran dari firman Allah tersebut.
Sungguh mulianya alqur’an, tiada kitab yang mampu menandingi dengan bahasa seperti ini. Dan satu ayat saja beribu-ribu pelajaran bisa di ambil, berjuta manusia bisa merasakan bahagia, beribu Negara aman tenteram dan damai, karena komponen dasar pendukungnya adalah rumah tangga bahagia, sakinah mawaddah wa rahmah yang di bangun di atas dasar aqidah...
ustadz Ilyas kembali bertausiyah,
“ Lalu kenapa Banyak sekali pernikahan yang error akhir-akhir ini ?” tampak raut muka sedih dan memelas. “ Karena biasanya mereka mulai alur pernikahannya juga error. Plotnya kacau balau. Pernikahan tidak dimulai dengan kesejiwaan tapi justru dengan mawaddah. Sebelum menikah mereka sudah menikmati cinta yang romantis. Entah apa namanya, pacaran, TTM, HTS. Semuanya itu adalah mawaddah. Tanpa sakinah, apalagi rahmah.” Lanjutnya.
 “ Untuk antum, para aktivis dakwah pun harus berhati-hati,”dengan suara tegas beliau berpesan “ Jangan salah, syetan tidak pernah kehabisan cara menyimpangkan manusia dari jalan ilahi sejauh-jauhnya. Jangan sampai niat suci antum terkotori oleh hal-hal yang kurang terpuji. Perhatian, kado, bunga, coklat, kedekatan, khalwat, pandangan. Itu semua mawaddah. Bahkan SMS berisi nasehat “ bertakwalah pada Allah”, misscall tahajud, hadiah buku dan kaset nasyid berjudul “Jagalah Hati”, dan seterusnya, itu juga mawaddah. Bentuknya saja yang beda, yang satu bunga dan coklat valentine yang lain buku dan kaset dakwah. Tetapi sensasi yang dirasakan oleh pemberi dan yang menerima sama : mawaddah.
Nah saudaraku, hati-hatilah dengan mawaddah. Biasanya meski engkau aktivis da’wah, memulai dengan kesejiwaan, coba-coba mencicipi mawaddah sebelum dihalalkan akan mengaburkan kesejiwaan itu dan membuat segalanya berantakan. Celakalah mereka yang menikmati mawaddah sebelum waktunya!!”
“ katakan amii….nnn!” ustadz Ilyas menutupnya serentak seluruh jama’ah yang hadir membalas dengan ucapan “Amiiin” dengan berbagai ekspresi paling banyak yang menunduk, mungkin malu. Tak terkecuali Dani pun menunduk malu.


“ Yang terakhir, bagi antum para ikhwan saya berpesan. Jatuh cintalah pada akhwat manapun, berapapun banyaknya, tapi jadilah gentle dan sportif! Kalau ada ikhwan lain yang lebih siap dating mendahului menjemput sang pujaan hati pengisi sepi, jangan menangisi nasib diri! Persilakan dengan gagah, bahkan bantu dengan segenap pengorbanan kalau perlu! Seperti teladan Sayidina Ali. Cintanya kepada Fatimah sebelum menikah adalah Mempersilakan atau Mengambil kesempatan. Mempersilakan adalah pengorbanan, Mengambil kesempatan adalah keberanian. Mempersilakan artinya bila sudah ada ikhwan lain yg mendahuluimu meminang akhwat pujaanmu, maka ikhlaskanlah. Salah sendiri karena engkau tidak bergerak menjemputnya...hmmm. Dan mengambil kesempatan artinya adalah keberanianmu untuk meminangnya atau menempuh jalan taaruf yg diridhoi Allah.
Begitupun para akhwat, antunna bebas mencintai ikhwan manapun. Tetapi kalau seorang yang baik akhlak dan agamanya datang dan kita tak punya alasan syar’i untuk menolak, jangan sekali-kali menghindar. Atau berbagilah manakala saudarimu yang lebih membutuhkan, bantulah ia untuk segera menggenapkan dien”. Ingatlah “cinta bukanlah segalanya”,dalam hidup selalu ada pilihan, menikahi orang yang kita cintai atau mencintai orang yang kita nikahi. Yang pertama hanyalah kemungkinan namun yang kedua adalah kewajiban yang harus kita laksanakan.”
 Setelah panjang lebar, ustadz Fahri mengakhiri tausiyahnya dengan do’a kafaratul majelis serta salam penutup.
“ subhanallah wal hamdulillah walaa ilaaha illallah wallahu akbar. Banyak sekali ibroh yang bisa kita ambil dari tausiyah yang telah disampaikan. Jazakallah khoiron katsir ya ustadz. Semoga kita semuanya terhindar dari godaan syetan yang senantiasa menjerumuskan manusia dari jalan kebenaran kepada gelapnya jalan kesesatan.
----------------------------------------------------------------------------
“ Ya Allah, sungguh aku mohon kepadamu untuk dipilihkan yang terbaik menurut ilmu-Mu, memohon agar diberi keputusan berdasar keputusanMu dan memohon dari karuniaMu yang agung. Sebab sesungguhnya engkau Maha berkuasa sedang aku tidak berkuasa. Engkau Maha mengetahui sedang aku tidak mengetahui dan Engkau mengetahui segala hal yang ghaib.
Ya Allah jika engkau mengetahui behwa ‘dia’ baik bagi agamaku kehidupanku dan akhir urusanku, dunia akhiratku, maka tetapkanlah ia untukkudan mudahkanlah aku menggapainya, kemudian berkahilah dia untukku. Jika Engkau mengetahui bahwa ‘dia’ adalah bukan untukku, agamaku, kehidupanku dan akhir urusanku serta dunia akhiratku, maka jauhkanlah ‘dia’ dariku dan jauhkanlah aku darinya. Tetapkanlah kebaikan untukku dan untuknya dimana saja berada, kemudian jadikan aku ridho menerima semua keutusan_Mu. 
                

        Kegundahan itu kembali menyeruak dalam hati. Kegelisahan yang sangat, keresahan yang dahsyat kegalauan hati yang teramat.keberanian yang terkikis oleh ketakutan. Keyakinan dan ketidakyakinan silih berganti mengisi akal dan hati. Ya….perasaan yang sungguh sangat wajar bagi remaja ketika dihinggapi tanggung jawab ini. Menikah.
Banyak sekali yang mengedepankan akalnya, hitung-hitungan secara matematis terutama soal ma’isyah untuk menafkahi keluarganya nanti. Padahal Allah telah menjaminkan bahwa Allah pasti akan membantu, jika mereka miskin, Allah akan menjadikannya kaya. Jika mereka tidak mampu, Allah akan memampukannya. Hanya memang tergantung kita yang menjemputnya. Sebuah kewajaran memang!! Namun sedikit demi sedikit keyakinan itu menguat. Azzam telah terpatri. Keberanian itu tumbuh makin meninggi. Keberanian untuk menempuh jalan ilahi, Tuhan yang pasti akan menolong hamba_Nya jika kita mendekat pada-Nya.
-----------------------------------------------------------------------------------
“ Assalamu ‘alaikum”. Sapa Dani memulai pembicaraan telepon.
“ wa’alaikum salam warahmatullah wabarakaatuh” jawaban diseberang sana.
“ ada apa mas kok tumben-tumbenan telepon, kangen ya? Sebuah pertanyaan centil selanjutnya.
“ hehehe….mas ganggu ya, nggak da apa apa kok. Pingin telepon aja, lagi ngapain dek?” sebuah basa basi
“ nggak kok mas, Cuma lagi baca-baca buku aja. “ jawab Dian singkat “ buku apa, boleh tahu nggak ?” Tanya Dani masih berbasa basi.
“ buku nikah nich, lagi persiapan ilmu. Hehehe.” Jawabannya agak malu. Dan beberapa lama basa basi itu terus berlanjut tentang kabar, kegiatan hari itu, keadaan keluarga, kuliah dan hingga suatu waktu..
“Afwan ya…. Sebenarnya mo bicara tentang kita”. Dani berubah jadi serius
“ tentang kita ? ada pa mas kelihatannya kok serius banget?” Dian bertanya seolah bercanda
“ Ya tentang kita selama ini, kedekatan kita dan mungkin ini sebuah muhasabah diri kita. Entah berapa kali gossip beredar tentang kita menyebar disini, fitnah dari sini. Tadinya mas nggak ingin menanggapi itu, tapi memang kita nggak bisa lepas dari kungkungan kita. Apapun yang kita lakukan mereka tahu hanya bagian luar fisik kita dan sesungguhnya nggak tahu apa yang ada dalam hati kita.” Kata-katanya terhenti sejenak untuk menenangkan hatinya dan lalu memulainya kembali..


“ sebuah resiko memang memulai hubungan seperti ini. Kita mungkin tahu bagaimana perasaan di hati kita masing-masing dan insyaallah belum terkotori niat-niat yang melenakan , tapi kita hidup di tengah-tengah lingkungan, kita adalah makhluk yang belum lengkap tanpa kehadiran orang lain. Dan orang lain tidak mungkin akan tahu hati kita dan itulah yang sehausnya kita jaga “ Dani berhenti menunggu reaksi dari sebelah sana.
“ Astaghfirullahal ‘adhim…. Afwan mas kalau selama ini Dian sudah membuat mas Dani susah “ suara pelan seperti kurang yakin.
“ Dian yang memulai hubungan ini, tapi Dian tulus mas…Dian anggap mas udah seperti kakakku sendiri. Dan semua gossip itu nggak betul mas” lanjut Dian agak tegas, menahan gejolak di hati
“ Alhamdulillah…..mas yakin tentang itu. Tapi kembali lagi Dian, orang lain tidak akan bisa baca apa yang ada dalam hati kita, yang mereka tahu adalah yang mereka lihat” . suara Dani kian bergetar.
“ afwan jiddan kalau mas dah nambah beban fikiran kamu, tadinya mas mau ngomong ini setelah UAS nanti , tapi….mas pikir kalau diperlama malah akan lebih sakit jadinya.
“ Nggak papa kok mas…insyaallah nggak akan mempengaruhi persiapan ujianku.”jawab Dian.
 “ Dian..”!. Getaran kata itu terhenti tiba-tiba, seolah ada sesuatu yang mencekat kuat di tenggorokannya. “ Apa kamu sudah siap untuk membina sebuah keluarga, dimana kau menjadi sebuah guru peradabannya, madrasah kehidupan bagi anak-anaknya ?.” Pertanyaan itu membuat jantung Dian tiba-tiba seakan berhenti sejenak, aliran darah di pembuluh pun seakan tersumbat lemak yang sudah mengeras. Namun pelan-pelan semuapun kembali normal, hingga...
“ insyaallah mas “, jawaban Dian pendek, tak tahu dari mana kekuatan itu, namun terdengar sangat yakin.
“Alhamdulillah, mungkin ini waktu yang tepat untuk menyampaikannya, kembali suara di ujung sana memulai bicara.
“ Waktu yang tepat”. Dian bertanya dalam hati.
Pelan – pelan ia menyiapkan hatinya, seperti seorang terdakwa saat akan menerima vonis dari pengadilan. Campur aduk perasaan. Satu demi satu perasaan dan pikiran muncul bergatian. Dian masih duduk termangu di atas sajadah yang belum sempat dilipatnya seusai sholat isya’nya. Lirih dalam hati dia memohon “ Ya rabb….kuatkan hatiku untuk mendengarnya, “.



“ mas mau curhat nich, maukah kau medengarnya Dian?”. Suara Dani dengan nada memelas meminta
“ insyaallah mas, dengan senang hati”. Dian menjawab yakin
“ Nggak tahu harus darimana memulainya! Yang jelas sebenarnya mas sudah lama memikirkan tentang hal ini, tentang hati ini. Tentang kita!. Mas juga sudah curhat ke temen-temen, murobbi siapa saja yang mas anggap lebih dewasa. Mas juga sudah istikhoroh untuk menguatkan hati dan memohon jalan terbaik dari Allah. Dian , maukah kau jawab pertanyaanku !. “ suara lirih itu terhenti.
Dalam ketidakpastiannya Dian menjawab:“ apa mas ?.”
Kemudian suara di seberang telepon itu kembali terdengar…..
“ insyaallah mas yakin dengan keputusan ini. Maukah kau menjadi ummi bagi anak-anakku, menempuh jalan dakwah ini bersamaku ?” nada yakin terdengar dari Dani. Suara itu terdengar seakan-akan sebuah bom atom tepat meledak di telinga Dian, seakan tak mau kalah suara degub jantungnya.
“ Ya Allah, bintang itu…..bintang yang bersinar paling terang diantara banyak bintang. Bintang yang memancarkan cahayanya sendiri itu….bintang yang selama ini menyenangkan jika kupandang itu…? Ohhh….rabbi bantulah hambaMu. Berikan kekuatan padaku untuk menjawabnya..!” dalam lamunannya Dian mencoba berdoa. Kemudian entah kekuatan darimana… “ ehmmm mas serius dengan keputusan mas ?.” Dian seakan masih tak percaya
“ Dua rius Dek !” jawab Dani penuh keyakinan.
Sejenak suara menjadi hening. Berganti suara aliran nafas mereka sendiri dan degub jantung masing-masing yang terdengar keras. Hampir dua menit mereka memagut diri dalam penantian, saling menunggu. Dani menunggu jawaban kalimat khitbahnya, sedangkan Dian menunggu kekuatan jiwanya. Berpikir dan berdoa, karena terus terang dia belum tahu dan belum mampu menjawabnya. Dan tiba-tiba sebuah kekuatan itu muncul. Entah bisikan darimana. Bisikan dari hati yang bersih dan jiwa yang suci. Bisikan ilahi yang selama ini ia usahakan untuk mendekat kepada-Nya.
“Ehmm mas bolehkah Dian minta waktu untuk istikhroh, menguatkan hat. Terus terang ini hal berat untuk Dian. Dian ingiin, barakah Allah tetap menjadi hal yang ingin Dian raih .” kelu lidahnya berbicara.
“ Insyaallah tetap di jalan dakwah kita menikah, dan istikharoh adalah suatu keniscayaan. Tafaddhol (silahkan) ukhti.” Jawab Dani.


“Afwan mas semuanya insyaallah telah Dian serahkan pada Allah . insyaallah jawaban yang akan Dian berikan adalah hasil istikharoh Dian dan kemantapan hati ini.” Dian mengulangi keyakinannya.
“ Baik ukhti. Insyaallah mas tunggu jawaban segera darimu, memang benar semuanya telah kita serahkan pada Allah. Apapun keputusanmu, insyaallah mas siap menerimanya, dan doakan mas siap juga menjalaninya. Kalau begitu, udah dulu yach…kita mohon pada Allah limpahan barokahNya. Aku tunggu jawabannya..Wassalamu ‘alaikum.” Dani segera mengakhiri pembicaraannya.
“ Amiiin. insyaallah mas. Wa’alaikum salaam.”
------------------------------------------------------
Kuncup bunga-bunga di taman seakan masih malu untuk menyambut hangat mentari yang menghapus beningnya embun pagi ini. Gelap malampun rasanya enggan untuk tergantikan terang cahaya. Namun itulah sunnatullah yang harus terjadi. Waktu harus terus berjalan dan berganti, pagi berganti siang. Malampun menjelang dengan keheningannya. Kemudian sapaan sejuk embun pagi kembali menyapa bumi, berganti hari.
Dan seiring hari-hari yang berganti itupun juga telah dilewati oleh dua orang yang berusaha menemukan jalan tuhannya, Dani dan Dian. Berat bagi Dian untuk memutuskannya, dan Dani dalam masa yang paling kurang menyenangkan, tidak menyenangkan bahkan. Menanti…ya…menanti sebuah jawaban atas sebuah pertanyaan tentang masa depan, tentang hari-hari yang akan terlewati dan tentang jalan-jalan ilahi. Dan semuanya adalah proses, ya…. Proses yang harus dilewati.
“Tut…tut..tut…tutututut…..” suara HP itu memecah keheningan. Keheningan malam yang khusyu’ untuk berdoa. Mendekat pada-Nya.
“ Bismillaahirrahmaanirrahiim..” bisik Dani sebelum membuka HP. “ Hallo assalamu ‘alaikum”. Segera dia membuka salam mengikuti sunnah nabi.
“ wa’alaikum salaam…” balas Dian lengkap. Semoga keselamatan dan kebahagiaan atas orang-orang yang lebih dahulu membuka salam.
“ Afwan mas, ganggu! Udah selesai qiyamul lailnya?’. Tanya Dian.
Ya memang sebuah kenikmatan tersendiri bisa melaksanakan ibadah nafilah itu
“ alhamdulillah sudah, kenapa?”. Jawab Dani yang baru saja menyelesaikan witir dan dzikirnya.


“Afwan mas ini masalah yang kita bicarakan beberapa minggu lalu”. Suara Dian terhenti di situ.
Ya beberapa minggu lalu , Dani memintanya untuk menjadi teman mengarungi jalan dakwah mereka bersama, berdua. Memulai mahligai indah permikahan, meletakkan dasar-dasar madrasah peradaban.
“ sebelumya, Dian mohon maaf. Bukannya Dian nggak percaya dengan mas. Dian yakin dengan niat mas, begitupun juga keikhlasan mas. Tappi ada beberapa hal yang ingin Dian sampaikan. Dian harap mas Daninggak keberatan?.” Dian kembali menahan suaranya.
“ Jazakillah ukhti.Tafadhol!” jawab Dani singkat.
“ seandainya mas Dani adalah...afwan, seorang akhwat, sesuai fikih dakwah yang kita telah pelajari dalam liqo pekanan kita. Menurut mas ketika ada dua orang ikhwan yang hampir sama keshalihannya datang untuk ta’aruf. Siapa yang akan mas pilih?”
“ Alhamdulillah kita tetep berusaha melaksanakan fikih dakwah kita. Akhwat juga boleh memilih antara dua. Menurut mas kita lihat kondisi backgroundnya dulu. Mana yang lebih mendesak untuk segera menikah?.” Jawab Dani.
“ ikhwan pertama , umurnya 25 tahun, ma’isyahnya sudah ada. Ingin segera menikah karena takut terjerumus ke lembah dosa walaupun karena memang sudah waktunya kalau dilihat dari segi usia. Sedang yang kedua umurnya 20 tahun, masih kuliah, juga sudah punya ma’isyah. Juga ingin segera menikah sama dengan ikhwan yang pertama. Kira-kira mas akan pilih yang mana ?”.
“ Emmm ..bener-bener pilihan yang sulit, tapi dengan mengucap bismillah mas pilih yang pertama. “ jawab Dani yakin.
“ Walaupun ikhwan itu tidak mas cintai?” lanjut Dian minta penegasan.
“ Ya walaupun dia bukan ikhwan yang mas cintai. Hidup memang adalah sebuah pilihan, menikah dengan orang yang kita cintai atau mencintai orang yang kita nikahi. Yang pertama ini adalah pilihan, dan yang kedua adalah sebuah keharusan. Menikah adalah ibadah., untuk Allah. Dan semua yang dilandasi karena Allah, insyaallah semuanya menjadi berkah dan insyaallah akan mudah, hingga Allah akan menumbuhkan cinta antara keduanya, cinta yang sangat indah, yang di bangun dengan dasar-dasar ibadah.” Jawab Dani panjang.
“Aaamiin “ jawab Dian penuh pengharapan. Tapi dengan airmata yg mulai menetes.
“ Nah itu jika mas adalah akhwat. Sekarang mas adalah seorang ikhwan sebenarnya. Jika ada dua akhwat yang juga sama-sama shalihahnya, mengharapkan mas segera mengkhitbahnya gimana. Kasusnya hampir sama, akwat pertama umurnya 19 tahun, masih kuliah,namun kedewasaannya mengalahkan umurnya.

Dan yang kedua, 24 tahun, bekerja. Nah kondisi akhwat pertama masih aktif dan intensif liqo’nya, tapi yang kedua kurang intensif bahkan sangat susah. Karena memang ikhwah di sana sangat kurang, dan juga beban pekerjaan yang kadang memaksanya tidak mengikuti liqo pekanannya. Dia ini sudah beberapa kali ta’aruf, tapi akhirnya tidak jadi karena masalah jarak yang memisahkan keduanya. Nah mana yang akan mas dahulukan?”.
“ Bismillah, inyallah mas mementingkan dakwahnya, mas pilih yang kedua untuk menjadi pendamping mas, karena dia lebih membutuhkan dari yang pertama. !”
“ walaupun akhwat yang pertama adalah yang mas cintai?”.
“ emmmm…insyaallah mas tetep mencoba istiqomah” ada sedikit keraguan dalam hatinya.
“ Alhamdulillah. Jika begitu Dian mantap dengan mas. Dan ini insyaallah yang terbaik. Mas tahu kan mbak Salma, akhwat yang beberapa bulan kemaren biodatanya Dian titipin ke mas ?”. sampai di sini Dani berhenti.
“ iya mas masih inget. Ada apa?” jawab Dani, sedikit keheranan.
Ya…biodata yang beberapa bulan lalu coba dia berikan kepada murobbinya untuk dicarikan ikhwan yang siap untuk mengkhitbahnya, meminangnya. Seorang akhwat yang sudah waktunya untuk menikah namun belum ada ikhwan dating meminangnya. Akhwat yang sedang futur karena banyaknya tekanan menghantamnya. Seorang akhwat yang sudah sangat jarang tersentuh tarbiyah intensif karena jarak yang membentang memisahkannya dari komunitas tarbiyah. Tidak ada ikhwan yang menguatkan hatinya karena memang kader di daerahnya bisa terhitung dengan jari. Seorang akhwat yang mengharapkan uluran tangan ikhwan sholeh, yang membimbing dan menguatkan langkah kakinya. Ah.. sungguh dilematis buatnya.
“ Insyaallah Dian siap dengan sepenuh keyakinan menikah sekarang mas. Tapi sungguh sangat egoisnya Dian, jika menikah sementara saudara kita yang lebih membutuhkan, yang harus kita dahulukan, yang butuh dukungan, merana dalam penantian tanpa kepastian. Yang mulai goyah karena tekanan keluarga dan lingkungan. Yang mulai menurunkan standar criteria ikhwan calon suaminya karena usia yang semakin menua. Yang hampir kehilangan pegangan jika kita tidak segera meraihnya. Mas...Dian ingin, mas adalah ikhwan itu. Yang sedia mengulurkan tangan, meraih jari jemarinya, meneguhkan langkah perjuangannya. Tempat mencurahkan kasih sayangnya. Memberikan bahunya tempat menyandarkan kepalanya ketika penat menghampirinya.!
“ Tapi….” Dani seakan sesak karena gugup tak percaya dengan apa yang di dengarnya. “ bagaiman denganmu?”.
“ Insyaallah Dian ikhlas dan bahagia bisa berbagi kebahagiaan dengan saudara.


Semuanya telah Dian serahkan pada Allah, berat memang sebenarnya, karena tak ada alasan menolak ikhwan seperti mas. Tapi Dian yakin, Allah akan memudahkannya, untuk Dian dan mas Dani sendiri”.
“ Tapi bagaimana mas bisa mencintainya sedang mas belum mengenalnya dan bagaimana juga dengan beliau?.”
“ Afwan mas, seharusnya pertanyaan itu tidak mas tanyakan ke Dian, tapi pada diri mas sendiri. Dimanakah Allah dan karena siapa mas menikah, bukankah kita menikah karena dakwah. Ingatlah janji Allah Barang siapa menolong agama-Ku, maka Aku akan menolongnya”. “ Asytaghfirullahal ‘adhiim”. Dan lirih Dani mohon ampun.
“ Cinta..? cinta akan tumbuh ketika kita mencintai agama-Nya, dakwah dan jihad di jalan-Nya, bersama-sama!. Yakinlah Allah akan menumbuhkannya, jika mas mengupayakannya! Istikharah mas, moga Allah menunjukkan jalan dan keputusan terbaik bagi kita.” Panjang lebar Dian meyakinkan ‘kakak’nya.
“ Syukron..jazakillah ukhti atas semuanya. Sungguh pelajaran yang berharga baru aku dapatkan “.
“ Wa iyyakum. Mas, menikah dengan orang yang kita cintai adalah pilihan, tapi mencintai orang yang kita nikahi adalah keharusan. Pilihlah yang kedua, moga Allah melimpahkan barakah-Nya”.! Pesan Dian untuk kesekian kalinya.
“ Aamiin. Insyaallah. Tapi kita masih tetap saudara kan?”. Giliran Dani mengajukan pertanyaan.
“ Kita sesama muslim adalah saudara dan Dian tetap adik mas. Tapi ada batas-batas syar’i yang harus kita patuhi.” Jawab Dian tegas.
“ Pasti ya ukhti. Jazakillah “ Jawab Dani pendek.
“ Wa iyyakum” setelah memberikan salam dia tutup teleponnya. Ada rasa lega dalam hatinya tapi juga sedikit berat menggelayutinya…hingga tak beberapa saat kembali HP itu berbunyi kembali. Dia sempatkan untuk membukanya.
Cinta…..dimanakah ia berada?
Apakah tersirat di tebaran kata para pujangga?
Syair sebuah tembang asmara atau pesona kuntum bunga kala musim penghujan tiba?
Bukankah cinta yang demikian akan usai bila tlah tiba waktunya? Wahai jiwa….kini ku sadar…..

Cinta sebenarnya ada pada hati yang pasrah seraya meratakan kening pada hamparan sajadah….
Hati yang tak pernah lelah….merengkuh pada Sang Pemiliknya.  
Dan tangan itu segera memencet tombol-tombol untuk membalasnya
Bagi mereka yang mengupayakan cinta
Hanya ada iklim hangat dan iklim sejuk Meski ada goda aurora dan pelangi khatulistiwa
Bagi mereka yang mengupayakan cinta Setiap musim membagi cinderamata Kristal salju, kuntum bunga, pasir pantai, serasah hangat juga payung dan laying-layang
Bagi mereka yang mengupayakan cinta di tiap cuaca cerah berbagi harapan, awan bersulam rahmat hujan menyanyi rizki, badai mengeratkan peluk dan tiba-tiba, syurga mengetuk pintu rumah.
-----------------------------------------------------------------------------------
Mentari telah mulai menyapa pagi. Kabut telah mencair menjadi embun. Kuncup-kuncup bunga di taman semerbak menyebarkan wanginya. Tak kalah, melati di bawah jendela kamar, telah tersenyum manis. Putih mewangi. Dan haripun telah dimulai. Hari-hari untuk kembali menapaki jalan-jalan perjuangan. Tak ketinggalan Dian. Sambil membolak-balikkan pot bunga yang ada di tangannya, sibuk merawat bunga-bunga di taman. Di tengah taman-taman itu, dengan tekun dia bersihkan rumput-rumput di pangkal tanaman. Jilbab hijau muda yang menutup rapat tubuhnya serasi dengan penampilannya. Bagai bunga yang mekar indah, menutup bunga-bunga yang ada. Jika bunga-bunga itu bisa berbicara, mungkin akan iri pada apa yang di karuniakan Allah padanya.

Anggun layaknya bidadari. Ya, karena setiap muslimah yang menjaga ketat hijabnya dan sholihah adalah layak untuk disebut bidadari. Itu Rasulullah tercinta yang mengabarkannya. Dan memang, wanita sholihah adalah bidadari, hingga bidadari syurga pun cemburu padanya. Di tengah-teallahu laka wabaarakallahu ‘alaika wajama’a bainakuma fii khoir. Semoga barakah Allah selalu ,menghiasi rumah tangga kami nanti, dan kebahagiaan kami belumlah lengkap tanpa terlengkapi dengan kehadiran ukhtina, dalam acara walngah keasyikannya bercumbu dengan bunga-bunga, sebuah suara menyadarkannya. Suara yang berasal dari Hpnya. Segera di bukanya dan baca.
“Doakan kami dengan ‘ Baarakimatul ‘ursy kami berdua” -Dani dan Salma-“


“Mas Dani..?” ya kenangan dua bulan yang lalu menyembul kembali ke angan-angan. Hatinya bergemuruh.tapi kenapa, bukankah aku telah mengikhlaskannya?..dan kesadaran telah kembali di dapatnya. Dengan cepat dia pencet HP untuk membalasnya..
“ baarakallahu laka. Alhamdulillah. Kapan mas?” Dian usahain betul-betul datang. Doakan moga ngga’ ada kegiatan di kampus. “
“ insyaallah tanggal 24 bulan depan, acaranya di rumah bidadari yach.”
“ oke dech. Selamat sekali lagi ya mas”. “ Syukron. Kami tunggu ya”. Dan klik…rasa lega bercampur lara. Gelisah yang bertambah resah. Akan tetapi penuh keyakinan yang membuatnya tegar menghadapinya. Allah pasti membantunya dan menyiapkan yang terbaik baginya.
Dan akhirnya, Dijalan Dakwah Aku Menikah !       

TAMAT

Barakallahufikum..semog bermanfaat
Wassalam…


http://www.facebook.com/note.php?note_id=161496163879039&id=137365446278178&ref=mf