Kisah nyata di Amerika ini mungkin
akan memberi pelajaran buat Anda.
Seorang bayi mungil yang cantik baru
saja lahir dan membuat kedua orang tuanya begitu bahagia. Pasangan suami istri
itu begitu bersemangat untuk mengisi hari-hari bersama gadis kecil mereka.
Tapi apa daya, sekalipun begitu
banyak cinta diberikan, sang bayi tidak banyak menunjukkan sikapnya yang
menghormati orang tua.
Di usia satu tahun belum terjalin
komunikasi yang baik antara sang bayi dan kedua orang tuanya. Di usia dua tahun
bayi tersebut seringkali mengabaikan larangan orang tuanya.
Di usia tiga tahun sang bayi masih
tetap mengabaikan nasehat orang tuanya hingga kedua orang tua mencapnya sebagai
anak “NAKAL” yang susah dinasehati.
Tapi di tahun ketiga ini pula
akhirnya orang tua menyadari kesalahan mereka.
Sebuah KESALAHAN yang FATAL.
Tahukah Anda apa kesalahannya?
Ternyata selama 3 tahun orang tua
tersebut tidak tahu bahwa anak mereka tuli.
Ya, di usia 3 tahun baru diketahui
bahwa sang bayi tuli.
Jadi selama ini bayi tersebut bukan
mengabaikan orang tua, tapi tidak mendengar apa-apa.
Can you imagine that?
Entah bagaimana itu bisa terjadi,
tetapi kalau saja orang tua percaya sedikit saja pada anak tersebut bahwa ada
sesuatu dibalik ketidaknurutan anak tersebut, mungkin masalah ini lebih cepat
terdeteksi.
Kisah lain juga terjadi di
Indonesia.
Ada seorang anak yang kerjanya
kencing terus.
Kalau berpergian, baru kencing di
stasiun bensin ini lalu minta kencing lagi di stasiun bensin lain.
Usianya sudah 7 tahun tapi tidak
bisa menahan kencing lebih parah dari anak bayi.
Orang tuanya kadang kesal melihat
anaknya yang selalu kencing sehingga membuat mobil sering berhenti mampir hanya
untuk ke toilet.
Ini terjadi cukup sering.
Sampai akhirnya segalanya terlambat.
Ternyata sang anak terdiagnosa
menderita diabetes, dan karena terlambat diketahui,
sang anak akhirnya meninggal.
Innalilah.
Seandainya saja orang tua bisa
percaya bahwa apa yang dirasakan anak adalah benar, seandainya saja orang tua
percaya ada sesuatu yang tidak beres, bukan pada anaknya, tapi pada kondisi
nya, mungkin akan ada bedanya.
Ya, prasangka baik pada anak,
bisa membuat kita memutuskan sesuatu
dengan lebih tepat.
Kadang kita melihat anak malas
belajar atau malas ke sekolah, lalu kita bilang dia anak malas. Padahal mungkin
dia sedang menjadi korban abuse teman-temannya di sekolah hingga kehilangan
semangat belajar. Jadi pada kasus ini masalah abuse (diskriminasi di sekolah)
yang harus diselesaikan bukan dengan memukul anak kalau tidak belajar.
Jadi setiap kali anak menimbulkan
masalah, maka tugas orang tua adalah mendeteksi secara integral apa yang
terjadi.
Kadang yang kita lihat sebagai
sebab, adalah akibat bukan sebab.
Jadi pastikan kita mengatasi masalah
dari sumber masalahanya bukan akibat turunannya.
Ini tidak hanya berlaku dalam
parenting tapi dalam kehidupan keseluruhan.
Temukan sumber masalah, baru kita
bisa mengatasi masalah.
Orang dulu bilang
“Tidak ada asap kalau tidak ada api”
Jadi sehebat apapun kita buang asap
dia akan tetap muncul kecuali apinya dimatikan.