Kita mengenal tiga macam penyakit;
penyakit hati, penyakit jiwa, dan penyakit fisik. Membedakan penyakit fisik
dengan penyakit jiwa lebih mudah ketimbang membedakan penyakit jiwa dengan
penyakit hati. Walaupun demikian, ketiganya memiliki persamaan. Apa pun yang
dikenai oleh ketiga penyakit itu, ia tidak akan mampu menjalankan fungsinya
dengan baik. Tubuh kita disebut berpenyakit apabila ada bagian tubuh kita yang
tidak menjalankan fungsinya dengan benar. Telinga Anda disebut sakit apabila ia
tidak dapat mendengar lagi.
Di antara fungsi hati, menurut
Al-Ghazali, adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. Allah telah
menciptakan hati sebagai tempat Dia bersemayam. Tuhan berkata dalam sebuah
hadis Qudsi: Langit dan bumi tidak dapat meliputi-Ku. Hanya hati manusia yang
dapat meliputi - Ku. Dalam hadis Qudsi lain, Tuhan berkata: "Hai anak
Adam, Aku telah menciptakan taman bagimu, dan sebelum kamu bisa masuk ke taman
ciptaan-Ku, Aku usir setan dari dalamnya. Dan dalam dirimu ada hati, yang
seharusnya menjadi taman yang engkau sediakan bagi-Ku."
Hadis ini menunjukkan bahwa fungsi
hati adalah untuk mengenal Tuhan, mencintai Tuhan, menemui Tuhan, dan pada
tingkat tertentu, melihat Tuhan atau berjumpa dengan-Nya. Hati yang berpenyakit
ditandai dengan tertutupnya mata batin kita dari penglihatan-penglihatan
ruhaniah. Ada hubungan antara penyakit jiwa dengan penyakit fisik. Sebagai
contoh, penyakit jiwa yang paling populer pada masyarakat modern adalah stres. Stres
pada penyakit jiwa adalah seperti sakit flu pada penyakit fisik.
Dari beberapa penelitian ilmiah,
diketahui bahwa orang-orang yang stres mengalami gangguan pada sistem immune
atau sistem kekebalan dalam tubuhnya. Orang yang banyak mengalami stres cenderung
gampang sekali terkena penyakit. Ini menunjukkan bahwa penyakit jiwa amat
berpengaruh dalam menimbulkan gangguan fisik. Demikian pula sebaliknya,
penyakit fisik dapat menimbulkan gangguan jiwa. Orang yang sakit terus menerus,
sudah berobat ke mana-mana, tetapi belum sembuh, juga bisa mengalami penyakit
jiwa. Orang tersebut boleh jadi cepat tersinggung, mudah marah, dan sebagainya.
Salah satu di antara penyakit jiwa
adalah perasaan cemas; takut akan sesuatu yang tidak jelas. Ada dua macam
ketakutan; Pertama, takut kepada sesuatu yang terlihat, misalnya ketakutan pada
harimau. Kedua, takut kepada sesuatu yang abstrak, umpamanya seorang istri yang
takut suaminya akan berbuat macam-macam. Sang istri membayangkan sesuatu yang
bersumber dari imajinasinya sendiri. Ini berarti istri tersebut mengalami
gangguan psikologis. Ada juga orang yang merasa bahwa semua orang di sekitarnya
tidak suka kepada dia dan mereka semua bermaksud mencelakakannya. Dia selalu
dibayangi ketakutan seperti itu. Para psikolog menyebut ketakutan seperti ini
sebagai anxiety.
Penyakit hati menimbukan gangguan
psikologis dan gangguan psikologis berpengaruh pada kesehatan fisik. Contoh
penyakit hati adalah dengki, iri hati, dan dendam kepada orang lain. Dendam
adalah rasa marah yang kita simpan jauh di dalam hati kita sehingga
menggerogoti hati kita. Akibat dari menyimpan dendam, kita menjadi stres
berkepanjangan. Adapun akibat dari iri hati ialah kehilangan perasaan tentram.
Orang yang iri hati tidak bisa menikmati kehidupan yang normal karena hatinya
tidak pernah bisa tenang sebelum melihat orang lain mengalami kesulitan. Dia
melakukan berbagai hal untuk memuaskan rasa iri hatinya. Bila ia gagal, ia akan
jatuh kepada frustrasi.
Imam Ali berkata, "Tidak ada
orang zalim yang menzalimi orang lain sambil sekaligus menzalimi dirinya
sendiri, selain orang yang dengki."
Selain menyakiti orang lain, orang
yang dengki juga akan menyakiti dirinya sendiri. Ada penyakit hati yang
langsung berpengaruh kepada gangguan fisik. Bakhil, misalnya. Bakhil adalah
penyakit hati yang bersumber dari keinginan yang egois. Keinginan untuk
menyenangkan diri secara berlebihan akan melahirkan kebakhilan. Penyakit bakhil
berpengaruh langsung pada gangguan fisik.
Pernah ada orang datang kepada Imam
Ja'far as. Dia mengadukan sakit yang diderita seluruh anggota keluarganya, yang
berjumlah sepuluh orang. Imam Ja'far berkata dengan menyebutkan sabda Nabi saw,
"Sembuhkanlah orang-orang yang sakit di antara kamu dengan banyak
bersedekah." Dalam hadis lain disebutkan, "Di antara ciri-ciri orang
bakhil adalah banyaknya penyakit".
Tanda-Tanda Penyakit Hati
Pertama, kehilangan cinta yang
tulus. Orang yang mengidap penyakit hati tidak akan bisa mencintai orang lain
dengan benar. Dia tidak mampu mencintai keluarganya dengan ikhlas. Orang
seperti itu agak sulit untuk mencintai Nabi, apalagi mencintai Tuhan yang lebih
abstrak. Karena ia tidak bisa mencintai dengan tulus, dia juga tidak akan
mendapat kecintaan yang tulus dari orang lain. Sekiranya ada yang mencintainya
dengan tulus, ia akan curiga akan kecintaan itu.
Dalam kitab Matsnawi, Rumi
mengisahkan suatu negeri yang mengalami kekeringan yang panjang. Orang-orang
salih dan para ulama berkumpul untuk melakukan salat istisqa namun hujan tidak
turun juga. Karena hujan tidak turun, akhirnya para pendosa pun turut berkumpul
di tanah lapang. Sebagai ahli maksiat, mereka tidak tahu bagaimana cara salat
istisqa. Mereka hanya memukul genderang sambil mengucapkan puji- pujian dalam
bahasa Persia yang terjemahannya berbunyi: Titik-titik hujan sangat indah untuk
para pendosa. Begitu juga kasih sayang Tuhan sangat indah untuk orang-orang
durhaka. Mereka hanya mengulang-ulang kata-kata itu.
Tiba-tiba, tanpa diduga, hujan turun
dengan lebat. Hal ini terjadi karena orang-orang salih berdoa dengan seluruh
zikir dan tasbihnya, sementara para pendosa berdoa dengan seluruh
penyesalannya, dengan segala perasaan rendah diri di hadapan keagungan Tuhan.
Para pentasbih menyentuh kemahabesaran Tuhan sementara para pendosa menyentuh
kasih sayang Tuhan.
Kedua, kehilangan ketentraman dan
ketenangan batin. Ketiga, memiliki hati dan mata yang keras. Pengidap penyakit
hati mempunyai mata yang sukar terharu dan hati yang sulit tersentuh. Keempat,
kehilangan kekhusyukan dalam ibadat. Kelima, malas beribadat atau beramal.
Keenam, senang melakukan dosa. Orang yang berpenyakit hati merasakan
kebahagiaan dalam melakukan dosa. Tidak ada perasaan bersalah yang mengganggu
dirinya sama sekali. Sebuah doa dari Nabi saw berbunyi: "Ya Allah,
jadikanlah aku orang yang apabila berbuat baik aku berbahagia dan apabila aku
berbuat dosa, aku cepat-cepat beristighfar."
Di antara taubat yang tidak diterima
Allah ialah taubat orang yang tidak pernah merasa perlu untuk bertaubat karena
tak merasa berbuat dosa. Kali pertama seseorang melakukan dosa, ia akan merasa
bersalah. Tetapi saat ia mengulanginya untuk kedua kali, rasa bersalah itu akan
berkurang. Setelah ia berulang kali melakukan maksiat, ia akan mulai menyenangi
kemaksiatan itu. Bahkan ia menjadi ketagihan untuk berbuat maksiat terus
menerus. Ini menandakan orang tersebut sudah berada dalam kategori firman
Allah: "Dalam hatinya ada penyakit lalu Allah tambahkan penyakitnya."
(QS. Al-Baqarah: 10)
Dalam kitabnya Ihyâ `Ulûmuddîn,
Al-Ghazali berbicara tentang tanda- tanda penyakit hati dan kiat-kiat untuk
mengetahui penyakit hati tersebut. Ia menyebutkan sebuah doa yang isinya
meminta agar kita diselamatkan dari berbagai jenis penyakit hati: "Ya
Allah aku berlindung kepadamu dari ilmu yang tidak bermanfaat, hati yang tidak
khusyuk, nafsu yang tidak kenyang, mata yang tidak menangis, dan doa yang tidak
diangkat."
Doa yang berasal dari hadis Nabi saw
ini, menunjukkan tanda-tanda orang yang mempunyai penyakit hati. Merujuk pada
doa di atas, kita bisa menyimpulkan ciri-ciri orang yang berpenyakit hati
sebagai berikut:
Pertama, memiliki ilmu yang tidak
bermanfaat. Ilmunya tidak berguna baginya dan tidak menjadikannya lebih dekat
kepada Allah swt. Al-Quran menyebutkan orang yang betul- betul takut kepada
Allah itu sebagai orang-orang memiliki ilmu: Sesungguhnya yang takut kepada
Allah di antara hamba-hamba-Nya ialah orang yang berilmu. Jika ada orang yang
berilmu tapi tidak takut kepada Allah, berarti dia memiliki ilmu yang tidak
bermanfaat.
Kedua, mempunyai hati yang tidak
bisa khusyuk. Dalam menjalankan ibadah, ia tidak bisa mengkhusyukkan hatinya
sehingga tidak bisa menikmati ibadahnya. Ibadah menjadi sebuah kegiatan rutin
yang tidak mempengaruhi perilakunya sama sekali. Tanda lahiriah dari orang yang
hatinya tidak khusyuk adalah matanya sulit menangis. Nabi saw menyebutnya
sebagai jumûd al-`ain (mata yang beku dan tidak bisa mencair). Di dalam
Al-Quran, Allah menyebut manusia-manusia yang salih sebagai mereka yang
...seringkali terhempas dalam sujud dan menangis terisak-isak.
Di antara sahabat-sahabat Nabi,
terdapat sekelompok orang yang disebut al-bakâun (orang-orang yang selalu
menangis) karena setiap kali Nabi berkhutbah, mereka tidak bisa menahan
tangisannya. Dalam sebuah riwayat, para sahabat bercerita: Suatu hari, Nabi Saw
menyampaikan nasihat kepada kami. Berguncanglah hati kami dan berlinanglah air
mata kami. Kami lalu meminta, "Ya Rasulallah, seakan- akan ini khutbahmu
yang terakhir, berilah kami tambahan wasiat." Kemudian Nabi saw bersabda, "Barangsiapa
di antara kalian yang hidup sepeninggalku, kalian akan menyaksikan pertengkaran
di antara kaum muslimin yang banyak ..." Dalam riwayat lain, Nabi saw
bersabda: "Hal pertama yang akan dicabut dari umat ini adalah tangisan
karena kekhusyukan."
Ketiga, memiliki nafsu yang tidak
pernah kenyang. Ia memendam ambisi yang tak pernah habis, keinginan yang terus
menerus, serta keserakahan yang takkan terpuaskan.
Adapun ciri keempat dari orang yang
berpenyakit hati adalah doanya tidak diangkat dan didengar Tuhan.
Kiat Mengobati Penyakit Hati
Cara pertama untuk mengobati
penyakit hati, menurut Al-Ghazali, adalah dengan mencari guru yang mengetahui
penyakit hati kita. Ketika kita datang kepada guru tersebut, kita harus datang
dengan segala kepasrahan. Kita tidak boleh tersinggung jika guru itu
memberitahukan penyakit hati kita.
Umar Ibn Al-Khattab berkata,
"Aku menghargai sahabat-sahabatku yang menunjukkan aib-aibku sebagai
hadiah untukku."
Seorang guru harus mencintai kita
dengan tulus dan begitu pula sebaliknya, kita harus mencintai guru kita dengan
tulus. Apa pun yang dikatakan guru, kita tidak menjadi marah. Kita juga harus
mencari guru yang lebih sedikit penyakit hatinya daripada diri kita sendiri.
Kedua, mendapatkan sahabat yang
jujur. Sahabat adalah orang yang membenarkan bukan yang `membenar-benarkan'
kita. Sahabat yang baik adalah yang membetulkan kita, bukan yang menganggap
apapun yang kita lakukan itu betul.
Ketiga, jika sulit mendapatkan
sahabat yang jujur, kita bisa mencari musuh dan mempertimbangkan ucapan-ucapan
musuh tentang diri kita. Musuh dapat menunjukkan aib kita dengan lebih jujur
ketimbang sahabat kita sendiri. Keempat, memperhatikan perilaku orang lain yang
buruk dan kita rasakan akibat perilaku buruk tersebut pada diri kita. Dengan
cara itu, kita tidak akan melakukan hal yang sama. Hal ini sangat mudah karena
kita lebih sering memperhatikan perilaku orang lain yang buruk daripada
perilaku buruk kita sendiri.
Sebuah kisah dari Jalaluddin Rumi
akan menutup tulisan ini; Alkisah, di sebuah kota ada seorang pria yang menanam
pohon berduri di tengah jalan. Walikota sudah memperingatkannya agar memotong
pohon berduri itu. Setiap kali diingatkan, orang itu selalu mengatakan bahwa ia
akan memotongnya besok. Namun sampai orang itu tua, pohon itu belum dipotong
juga. Seiring dengan waktu, pohon berduri itu bertambah besar. Ia menutupi
semua bagian jalan. Duri itu tidak saja melukai orang yang melalui jalan, tapi
juga melukai pemiliknya. Orang tersebut sudah sangat tua. Ia menjadi amat lemah
sehingga tidak mampu lagi untuk menebas pohon yang ia tanam sendiri.
Di akhir kisah itu Rumi memberikan
nasihatnya, "Dalam hidup ini, kalian sudah banyak sekali menanam pohon
berduri dalam hati kalian. Duri-duri itu bukan saja menusuk orang lain tapi
juga dirimu sendiri. Ambillah kapak Haidar, potonglah seluruh duri itu sekarang
sebelum kalian kehilangan tenaga sama sekali."
Yang dimaksud Rumi dengan pohon
berduri dalam hati adalah penyakit- penyakit hati dalam ruh kita. Bersamaan
dengan tambahnya umur, bertambah pula kekuatannya. Tak ada lagi waktu yang
lebih tepat untuk menebang pohon berduri di hati kita itu selain saat ini. Esok
hari, penyakit itu akan semakin kuat sementara tenaga kita bertambah lemah. Tak
ada daya kita untuk menghancurkannya.