"Allah Maha Kaya, sedangkan
kita manusia adalah 'butuh/perlu'(fakir). Akankah si fakir menggantungkan diri
pada si fakir yang lain?,atau seseorang itu berkata,'tidak ada penolong
terhadap 'kesulitan', kecuali manusia? Naudzubillah! Astaghfirullah,
Subhanallah, Masya Allah Laa Haula walaa Quwwata Illa billaahil 'Aliyyil
Adziim."
Apabila seseorang mendapati masalah
& merasa sudah terhalang 'tembok kukuh', lalu menyandarkan pertolongan
manusia (Hablumminannas), sedangkan mereka menolong berkali-kali namun 'gagal',
maka dimanakah keyakinan/keimanan kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala sebagai
Al-Wakil?
Firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala
Qul man yaklaukum biallayli
waalnnahaari mina alrrahmaani bal hum 'an dzikri rabbihim mu'ridhuuna
-> Katakanlah: "Siapakah
yang dapat memelihara kamu di waktu malam dan siang hari dari (azab Allah) Yang
Maha Pemurah?" Sebenarnya mereka adalah orang-orang yang berpaling dari
mengingati Tuhan mereka.
(QS. Al-Anbiyaa [21]:42)
Siapakah yg memelihara & menjaga
kita setiap saat?
Siapakah yg mengawasi kita ketika
'asyik' bermaksiat?
Siapakah yg menjaga kita disaat
berada di tempat tidur?
Apakah ayah/bapak/abah/babe/papah/papi/abi,
...
Apakah ibu/bunda/mama/mimi/umi,..
Apakah
kakak/Aa/teteh/abang/mas/uda/kakang/...adik/ading/ade/dede....
Apakah satpam/waker/pembantu bahkan
bodyguard...
Ataukah ALLAH SUBHANAHU WA TA'ALA?
Firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala:
Qul man biyadihi malakuutu kulli
syay-in wahuwa yujiiru walaa yujaaru 'alayhi in kuntum ta'lamuuna
-> Katakanlah: "Siapakah
yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi,
tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari (azab)-Nya, jika kamu
mengetahui?"
(QS. Al-Mu'minuun [23]:88).
Dari Abu Abdurrahman Abdullah bin
Mas’ud Radhiyallahu'anhu beliau berkata : Rasulullah Shalallahu’Alaihi Wa
sallam menyampaikan kepada kami dan beliau adalah orang yang benar dan
dibenarkan :
"Sesungguhnya setiap kalian
dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya sebagai setetes mani selama empat
puluh hari, kemudian berubah menjadi setetes darah selama empat puluh hari,
kemudian menjadi segumpal daging selama empat puluh hari.
Kemudian diutus kepadanya seorang
malaikat lalu ditiupkan padanya ruh dan dia diperintahkan untuk menetapkan
empat perkara :
menetapkan rizkinya, ajalnya,
amalnya dan kecelakaan atau kebahagiaannya. Demi Allah yang tidak ada Ilah
selain-Nya, sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli
Surga hingga jarak antara dirinya dan Surga tinggal sehasta akan tetapi telah
ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli neraka maka masuklah
dia ke dalam neraka. sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan
ahli neraka hingga jarak antara dirinya dan neraka tinggal sehasta akan tetapi
telah ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli Surga maka
masuklah dia ke dalam Surga.
(HR. Bukharii dan Muslim)
Hadits ini dikeluarkan oleh Bukhari
dalam Shahih-nya pada kitab Bad’ul-Khalqi, bab Dzikrul-Malaikah, nomor 3036,
juga pada bab al-Qadr dan al-Anbiya. Sementara Muslim meriwayatkannya pada
permulaan kitab al-Qadr, bab Kaifiyatu Khalqil-Aadamy, nomor 2643.
Hadits ini sangat agung, memuat
kondisi manusia mulai dari awal penciptaannya, kehidupannya di dunia hingga
kondisinya yang terakhir di negeri keabadian akhirat, baik di kampung
kebahagiaan (Surga) maupun di kampung penderitaan (neraka).
Semuanya berjalan sesuai ketentuan
Allah Subhanahu Wa Ta'ala
Sayaquulu alssufahaau mina alnnaasi
maa wallaahum 'an qiblatihimu allatii kaanuu 'alayhaa qul lillaahi almasyriqu
waalmaghribu yahdii man yasyaau ilaa shiraathin mustaqiimin
Artinya:
"Orang-orang yang kurang
akalnya [*] diantara manusia akan berkata: "Apakah yang memalingkan mereka
(umat Islam) dari kiblatnya (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka telah berkiblat
kepadanya?" Katakanlah: "Kepunyaan Allah-lah timur dan barat; Dia
memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus
[**]".
(QS. Al-Baqarah[2]:142)
[*] Maksudnya: ialah orang-orang
yang kurang pikirannya sehingga tidak dapat memahami maksud pemindahan kiblat.
[**] Di waktu Nabi Muhammad
Shalallahu 'Alaihi Wa sallam berada di Mekah di tengah-tengah kaum
musyirikin beliau berkiblat ke Baitul Maqdis. Tetapi setelah 16 atau 17 bulan
Nabi berada di Madinah ditengah-tengah orang Yahudi dan Nasrani beliau disuruh
oleh Tuhan untuk mengambil Ka'bah menjadi kiblat, terutama sekali untuk memberi
pengertian bahwa dalam ibadat shalat itu bukanlah arah Baitul Maqdis dan Ka'bah
itu menjadi tujuan, tetapi menghadapkan diri kepada Tuhan. Untuk persatuan umat
Islam, Allah menjadikan Ka'bah sebagai kiblat.
Subhanallah, Allaahumma shalli 'alaa
Muhammad...