Oleh: Badrul Tamam
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, Rabb
semesta alam. Shalawat dan salam semoga terlumpah kepada hamba dan utusan-Nya,
Muhammad bin Abdillah, keluarga dan para sahabatnya.
Pemimpin yang adil merupakan anugerah yang luar
biasa dari Allah bagi umat manusia. Melalui dia, Allah melimpahkan kebaikan dan
keberkahan sebagaimana yang terjadi pada zaman Khulafa' Rasyidin dan Umar bin
Abdul Aziz radhiyallahu 'anhum.
Allah sangat memuliakan para pemimpin yang adil,
sehingga menjanjikan untuk mereka naungan pada hari yang tiada naungan kecuali
naungan-Nya. Yaitu hari di saat manusia dikumpulkan di padang mahsyar, matahari
didekatkan dan manusia tenggelam oleh keringat mereka.
Disebutkan dalam Shahihain, dari Abu Hurairah radhiyallahu
'anhu, Dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
سَبْعَة
يُظِلّهُمْ اللَّه فِي ظِلّه يَوْم لَا ظِلّ إِلَّا ظِلّه : إِمَام عَادِل
“Ada tujuh golongan, Allah akan menaungi
mereka di bawah naungan-Nya yang tiada naungan pada hari itu kecuali
naungan-Nya: (Yang pertama) Imam yang adil . . . ” (HR. Bukhari dan
Muslim)
Dan menurut al-Qadhi ‘Iyadh, disebutkannya
imam yang adil pada urutan pertama karena banyaknya manfaat dan mashlahat yang
dihasilkannya. (Lihat: Syarah Sunan al-Nasai: 7/102)
Diriwayatkan oleh Imam Muslim, Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda,
إِنَّ
الْمُقْسِطِينَ عِنْدَ اللَّهِ عَلَى مَنَابِرَ مِنْ نُورٍ عَنْ يَمِينِ
الرَّحْمَنِ عَزَّ وَجَلَّ . . .الَّذِينَ يَعْدِلُونَ فِي حُكْمِهِمْ
وَأَهْلِيهِمْ وَمَا وَلُوا
“Sesungguhnya orang-orang yang berbuat adil,
kelak di sisi Allah (mereka berada) di atas mimbar dari cahaya di sebelah kanan
Allah Azza wa Jalla. . . . yaitu mereka yang berbuat adil dalam hukum,
keluarga, dan apa saja yang mereka pimpin.”
Diriwayatkan oleh Tirmidzi dalam Sunan-nya dan
beliau menghasankannya, dari hadits Abi Sa’id al-Khudri secara marfu’, “Manusia
paling dicintai oleh Allah pada hari kiamat dan paling dekat tempatnya dengan
Allah adalah pemimpin yang adil.”
Siapa Pemimpin yang Adil?
Ibnul Hajar rahimahullaah dalam Fathul
Baari, ketika menjelaskan tentang hadits naungan Allah di atas mengatakan, “Dan
penafsiran terbaik terhadap pemimpin yang adil adalah dia yang mengikuti
perintah Allah dengan meletakkan/menempatkan segala sesuatu pada tempatnya
tanpa berlebihan dan meremehkan. Dan disebutkannya pada urutan pertama karena banyaknya
manfaat (yang diwujudkan) melaluinya.”
Pemimpin yang adil adalah mereka yang takut
kepada Allah dan menerapkan syariat-Nya di muka bumi. Karenanya, dia selalu
berusaha menjadikan rakyatnya mengikuti syariat Allah, menjaga agama mereka,
dan menunaikan hak-hak rakyatnya dengan baik.
Sebaliknya pemimpin yang tidak adil adalah mereka
yang tidak takut kepada Allah dan menelantarkan Syariat-Nya. Berbuat dalam
kepemimpinannya yang mendatangkan murka Allah, melarang rakyatnya menerapkan
syariat-Nya, dan bahkan berbuat sesuatu yang membahayakan agama mereka. Maka
pemimpin seperti ini tidak akan pernah termasuk dalam tujuh golongan yang akan
diberikan naungan oleh Allah pada hari kiamat, tidak akan dicintai dan
dimuliakan oleh-Nya.
Karena tidak adanya rasa takut kepada Allah, maka
dia tidak banyak pikir dalam menzalimi rakyatnya. Memeras melalui pajak atau
menyedot sumber daya alam mereka untuk kepentingan perutnya sendiri tanpa
memikirkan penderitaan rakyatnya. Hak-hak rakyat dia telantarkan dan tidak
ditunaikan. Maka kita berlindung kepada Allah dari kejahatan pemimpin seperti
ini. Kita memohon kepada-Nya agar tidak dipimpin oleh orang-orang semacam itu.
Karena, kepemimpinan mereka akan membahayakan agama kita, kita dipaksa dengan
kasar atau lembut untuk mengingkari ajaran Rabb semesta Alam. Kemaksiatan dia
biarkan, sedangkan amar ma’ruf nahi munkar tidak ditunaikan. Bahkan, ketika
sekelompok dari umat Islam yang bangkit untuk menerapkan ajaran Tuhannya dan
menegakkan amar ma’ruf nahi munkar, serta merta disudutkan dan diperangi. Wal
‘yadhu billah!
. . .
penafsiran terbaik terhadap pemimpin yang adil adalah dia yang mengikuti
perintah Allah dengan meletakkan/menempatkan segala sesuatu pada tempatnya
tanpa berlebihan dan meremehkan.
(Ibnul
Hajar)
Doa Apa yang Bisa Dipanjatkan?
Dalam tulisan terdahulu, Doa Agar Terhindar dari Musibah Agama disebutkan
beberapa kandungan yang ada di dalamnya. Ringkasnya: supaya kita diberikan
kebaikan dalam urusan dien sehingga menghantarkan kita kepada surga-Nya. Lalu
kita berlindung kepada Allah dari musibah yang menimpa agama kita dan memohon
jangan dijadikan dunia sebagai tujuan utama hidup kita. Dan dipenghujung doa
disebutkan,
وَلَا
تُسَلِّطْ عَلَيْنَا مَنْ لَا يَرْحَمُنَا
“Dan janganlah Engkau kuasakan atas kami
orang-orang yang tidak menyayangi kami."
Yaitu memohon agar jangan dijadikan sebagai umat
yang dikalahkan dan dikuasai orang-orang kafir dan orang-orang zalim. Dan
memohon agar Allah tidak menjadikan orang-orang zalim sebagai penguasa atas
kita, karena pemimpin yang zalim tidak akan mengasihi rakyatnya.
Bahaya Pemimpin Zalim
Pemimpin yang durhaka kepada Rabbnya dan
bertindak zalim kepada rakyatnya menjadi sebab dihancurannya suatu negeri.
Allah Ta’ala berfirman,
وَإِذَا
أَرَدْنَا أَنْ نُهْلِكَ قَرْيَةً أَمَرْنَا مُتْرَفِيهَا فَفَسَقُوا فِيهَا
فَحَقَّ عَلَيْهَا الْقَوْلُ فَدَمَّرْنَاهَا تَدْمِيرًا
“Dan jika Kami hendak membinasakan suatu
negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu
(supaya menaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu,
maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian
Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.” (QS. Al-Isra’: 16)
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas tentang makna ayat
di atas, “Kami beri kuasa orang-orang buruknya, lalu mereka bertindak durhaka
di dalamnya. Maka apabila mereka telah bertindak seperti itu, aku hancurkan
mereka dengan adzab.” (Lihat: Tafsir Ibnu Katsir terhadap ayat tersebut)
Dan itulah makna firman-Nya,
وَكَذَلِكَ
جَعَلْنَا فِي كُلِّ قَرْيَةٍ أَكَابِرَ مُجْرِمِيهَا لِيَمْكُرُوا فِيهَا
“Dan demikianlah Kami adakan pada tiap-tiap negeri penjahat-penjahat yang
terbesar agar mereka melakukan tipu daya dalam negeri itu.” (QS. Al-An’am: 123)
Dan ketika jumlah para pemimpin dan penguasa
negeri yang seperti itu bertambah banyak –dan di akhir zaman jumlah mereka
semakin banyak, seperti yang sudah kami tulis dalam: Sinyalemen
Nabi: Banyak Pemimpin Bejat dan Hina di Akhir Zaman- maka
kehancuran negeri itu semakin dekat. Hal seperti yang dikatakan Imam Al-‘Ufi,
dari Ibnu Abbas tentang makna QS. Al-Isra’: 16 di atas adalah: aktsarnaa
‘adadahum (Kami perbanyak jumlah mereka). Dan seperti itu pula yang
dikatakan Ikrimah, al-Hasan al-Bashri, al-Dhahak, Qatadah, al-Zuhri dan
lainnya. (Lihat: Tafsir Ibnu Katsir dalam penafsiran ayat tersebut).
Karenanya kita berlindung kepada Allah dari
memiliki pemimpin yang durhaka kepada Allah, menelantarkan syariat-Nya dan
tidak mengasihi rakyatnya. Salah satunya dengan membaca doa yang sangat agung
berikut ini:
"Ya Allah, karunikanlah untuk kami rasa
takut kepadaMu yang dapat menghalangi kami dari bermaksiat kepada-Mu, dan
(karuniakanlah untuk kami) ketaatan kepada-Mu yang dapat menyampaikan kami
kepada surga-Mu, serta (karuniakanlah untuk kami) keyakinan hati yang dapat
meringankan kami dari berbagai cobaan dunia. Jadikankan kami bisa menikmati dan
memanfaatkan pendengaran, penglihatan, dan kekuatan kami selama kami hidup. Dan
jadikan semua itu sebagai pewaris bagi kami (tetap ada pada kami sampai
kematian). Jadikanlah kemarahan dan balas dendam kami hanya kepada orang-orang
yang menganiaya kami, dan tolonglah kami terhadap orang-orang yang memusuhi
kami. (Ya Allah) Janganlah Engkau jadikan musibah kami adalah yang terjadi pada
dien kami, dan janganlah Engkau jadikan dunia sebagai tujuan terbesar kami dan
puncak dari ilmu kami, dan janganlah Engkau kuasakan atas kami orang-orang yang
tidak menyayangi kami." (HR. Al-Tirmidzi dalam Sunannya no. 3502, al-Nasai
dalam 'Amal al-Yaum wa al-Lailah no. 402, Al-Hakim 1/528, Al-Baghawi no. 1374
dari hadits Ibnu Umar. Imam al-Tirmidzi mengatakan hasan Gharib. Syaikh
Al-Albani menghassankan hadits ini dalam Shahih al-Jami' al-Shaghir no. 1268)
Wallahu Ta’ala a’lam…