♥♥♫•*¨*•.¸¸ﷲ¸¸.•*¨*•♫♥♥♥♥♥♥♫•*¨*•.¸¸ﷲ¸¸.•*¨*•♫♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥
Mendengar curhatan beberapa teman
yang telah menikah, rasanya membuat pandangan saya sedikit terbuka. Tentang
universitas kehidupan yang luar biasa ini. Yang saya jalani hampir 5 bulan
lamanya, bersama seorang pria dengan karakter yang luar biasa asing bagi saya.
Karakter yang unik, dan seumur hidup baru saya temui hanya dari satu orang, suami
saya.
Seorang teman mencoba membagi
kisahnya dengan saya, “Jadi, dek, waktu saya nikah sama suami saya dulu,
bayangan saya itu muluk-muluk. Menikah dengan ikhwan tarbiyah, amanahnya dulu
segudang, sering memimpin rapat, jadi pembina beberapa halaqah, pikir saya
bakalan menjadi istri pualing penak sejagad raya.” hm.. nampaknya kisah yang
menarik. Saya pun mulai khusyuk mendengarkan. ” Tapi, beberapa hari di awal
pernikahan, saya itu benar-benar merasa aneh. Suami saya ternyata tipe yang
tidak bisa sama sekali mengungkapkan ‘sayang’. Bagi beberapa orang itu sepele,
tapi tau sendiri, kan, wanita itu pengennya dimanja, diperhatikan,.. apalagi
kalo sedang sensitif.. Beberapa waktu saya menangis terus tanpa dia ketahui… ”
hmm.. Seketika saya ingat suami saya, dan merasa betapa beruntungnya saya..
Kemudian teman saya melanjutkan
“Tapi, pada akhirnya saya sadar, saya sedang mengharapkan sesuatu yang sia-sia.
Bukankah hakikat tarbiyah adalah memberi? lagipula, saya tidak sedang menikah
dengan malaikat. Dan barangkali Allah memang ingin saya mencintainya dari sisi
yang lain”
“Dan ternyata benar dek, suami saya
adalah orang yang tidak pernah mempersoalkan kesalahan saya. Justru dia
mengingatkan saya dengan cara yang saya paling bisa terima. Ternyata beliau
orang yang paling mengerti saya.. Meski proses memahami itu juga sempat
meremukkan hati, tapi sekarang saya begitu mencintainya, dengan segala
kekurangan beliau..”
Subhanallah, saya tersentuh..
Kesabaran teman saya tersebut, dan sikap positive thinking nya luar biasa.. dan
satu hal yang saya tangkap dari statement beliau, tentang ‘memberi’.. Ya, pada
hakikatnya adalah memberi. Mungkin kita tidak menerima sesuatu sekarang, tapi
setidaknya kita bisa memberi semuanya sekarang. Dan, mungkin saja kita tidak
menerima sesuatu yang kita inginkan, tapi ternyata Allah memberi yang kita
butuhkan.. Biarkan saat-saat menyesuaikan diri itu menjadi pelajaran bagi
kita..
Hal yang menarik yang juga saya
tangkap dari teman saya, beliau tidak langsung kecewa karena ‘pangeran’ yang dia
idamkan selama ini tidak sesempurna yang dia bayangkan dulu. Tapi dia tetap
mengambil segi positifnya, ‘Allah ingin saya mencintainya dari sisi yang
lain’.. senantiasa berpositif thinking pada Allah, dan pasangan kita tentunya.
Sebab, pernikahan itu bukan
mempertemukan dua manusia yang sempurna, tapi dua insan yang tidak sempurna,
yang pada akhirnya saling menyempurnakan satu sama lain.
Allah menyediakan madrasah luar
biasa dalam pernikahan. Universitas seumur hidup. Dengan SKS kesabaran,
pengertian, penghormatan, pengabdian, kesetiaan, pengorbanan.. Tinggal
bagaimana kita berusaha untuk mencapai nilai terbaik dalam SKS-SKS tersebut.
Selalu ada remidiasi, kesempatan perbaikan saat hasil dirasa belum maksimal.
Selalu ada waktu, selalu ada kesempatan..
Melalui madrasah ini pulalah pada
akhirnya saya menyadari, fithrah perempuan yang begitu kuat dan terasa..
seperti lagu nasyid yang lumayan terkenal dari Maidany
Ia ibarat kaca yang berdebu Jangan
terlalu keras membersihkannya Nanti ia mudah retak dan pecah
Ia ibarat kaca yang berdebu Jangan
terlalu lembut membersihkannya Nanti ia mudah keruh dan ternoda
Ia bagai permata keindahan Sentuhlah
hatinya dengan kelembutan Ia sehalus sutera di awan Jagalah hatinya dengan
kesabaran
Lemah-lembutlah kepadanya Namun
jangan terlalu memanjakannya Tegurlah bila ia tersalah Namun janganlah lukai
hatinya
Bersabarlah bila menghadapinya
Terimalah ia dengan keikhlasan Karena ia kaca yang berdebu Semoga kau temukan
dirinya Bercahayakan iman
♥♥♫•*¨*•.¸¸ﷲ¸¸.•*¨*•♫♥♥♥♥♥♥♫•*¨*•.¸¸ﷲ¸¸.•*¨*•♫♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥
“Kaca yang berdebu”.. ya,,
perumpamaan bagi kaum wanita.. saya juga, ternyata. Ego saya dulu menyangkal
ini semua, ingin berbeda dari akhwat kebanyakan. Pada akhirnya saya menyerah,
mengakui, saya pun seperti kaca yang berdebu…
this article is dedicated to my
beloved
“I’m sorry, I’m not an angel, I’m
only a human.. with so many foolishness.. I’m sorry..”