Abu Azvhierandha
Biismillahir riohmaanir rohiim
Assalamu'alaikum warahmatullahi
Wabarakatuh ...
Bagaimanakah kita harus menyikapi
konsep kema’shuman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam itu. Bila kita
merujuk kepada al-Qur’an dan as-sunnah, maka akan kita temukan ayat-ayat dalam
al-Qur’an yang isinya menegur beliau (misalnya QS. at-Tahrim: 1 dan QS. Abasa:
1-11) dan di dalam as-sunnah maka akan kita temukan juga hal yang semisal,
seperti beliau pernah shalat dzuhur 2 rakaat karena lupa, yang akhirnya beliau
melakukan sujud sahwi.
Beliau shallallahu ‘alahi wa sallam
juga ditegur oleh Allah berkenaan dengan fitnah yang terjadi pada ‘Aisyah.
Mengenai kema’shuman Rasulullah
serta para Nabi dan Rasul secara umum, perlu dibagi menjadi dua macam:
1. Kema’shuman dari kesalahan dalam
menyampaikan ajaran agama
Yaitu apakah Rasulullah serta para
Nabi dan Rasul terjaga dari melakukan kesalahan dalam menyampaikan agama?
Jawabnya: ya. Allah Ta’ala berfirman:
آمَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنْزِلَ
إِلَيْهِ مِنْ رَبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ ۚ كُلٌّ آمَنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ
وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْ رُسُلِهِ ۚ وَقَالُوا
سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا ۖ غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ
“Rasul telah beriman kepada Al Quran
yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang
beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya
dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): “Kami tidak membeda-bedakan antara
seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya”, dan mereka mengatakan:
“Kami dengar dan kami taat”. (Mereka berdoa): “Ampunilah kami ya Tuhan kami dan
kepada Engkaulah tempat kembali“. (QS. Al Baqarah: 285)
Pada ayat di atas, setiap mu’min diwajibkan
untuk beriman kepada apa yang dibawa oleh para Nabi dan Rasul, ini menunjukkan
bahwa ajaran yang dibawa oleh para Nabi dan Rasul terbebas dari kesalahan,
kealpaan dan kecacatan. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah -rahimahullah- berkata:
ان الأنبياء صلوات الله عليهم معصومون
فيما يخبرون به عن الله سبحانه وفى تبليغ رسالاته باتفاق الأمة ولهذا وجب الايمان
بكل ما اوتوه
“Para Nabi Shalawatullah ‘alaihim
mereka ma’shum dalam mengabarkan dan menyampaikan ajaran agama dari Allah, ini
disepakati para ulama. Oleh karena itulah mengimani apa yang mereka bawa adalah
wajib” (Majmu’ Fatawa, 289-290/10)
2. Kema’shuman dari dosa dan maksiat
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
-rahimahullah- juga menjelaskan bahwa kema’shuman dari dosa dan maksiat
terdapat perbedaan pendapat diantara para ulama. Sebagian ulama berpendapat
mereka ma’shum secara mutlak. Sebagian yang lain berpendapat bahwa mereka
ma’shum dari dosa besar saja. Sebagian yang lain berpendapat bahwa mereka hanya
ma’shum dalam penyampaian risalah namun tidak ma’shum dari dosa dan maksiat.
Sebagian ulama yang berpendapat
bahwa para Nabi dan Rasul ma’shum secara mutlak berdalil dengan alasan logika,
yaitu bagaimana mungkin kita diperintahkan untuk meneladani dan mentaati para
Nabi dan Rasul jika mereka pernah berbuat dosa. Alasan logika yang lain adalah,
para Nabi dan Rasul adalah manusia-manusia sempurna, jika mereka berbuat dosa
dan maksiat, tentu tidak sempurna lagi. Pendapat ini lemah karena hanya
didasari oleh logika saja. Maka Syaikhul Islam pun menyanggahnya:
فهذا انما يكون مع البقاء على ذلك
وعدم الرجوع والا فالتوبة النصوح التى يقبلها الله يرفع بها صاحبها الى اعظم مما
كان عليه كما قال بعض السلف كان داود عليه السلام بعد التوبة خيرا منه قبل الخطيئة
“Logika tersebut bisa saja benar
jika para Nabi dan Rasul terus-menerus berbuat dosa lalu tidak ruju’, padahal
tidak demikian. Dan taubat nasuha yang diterima oleh Allah dapat mengangkat
orang yang bertaubat tersebut kepada martabat yang lebih tinggi daripada
sebelum ia bertaubat. Sebagaimana perkataan para salaf:
كان داود عليه السلام بعد التوبة خيرا
منه قبل الخطيئة
‘Nabi Daud ‘Alaihissalam keadaannya
lebih mulia setelah bertaubat daripada sebelum ia berbuat kesalahan‘” (Majmu’
Fatawa, 294/10)
Oleh karena itu kita jumpai banyak
dalil yang menunjukkan bahwa para Nabi dan Rasul pernah berbuat dosa. Namun
jika kita perhatikan setiap dalil yang menunjukkan para Nabi dan Rasul berbuat
dosa selalu digandengkan dengan taubat dan ruju’nya mereka.
Nabi Adam dan istrinya
‘Alaihimassalam berkata:
قَالَا رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا
وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Keduanya berkata: “Ya Tuhan kami,
kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami
dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang
merugi” (QS. Al A’raf: 23)
Nabi Nuh ‘Alaihissalam berkata:
قَالَ رَبِّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ
أَسْأَلَكَ مَا لَيْسَ لِي بِهِ عِلْمٌ ۖ وَإِلَّا تَغْفِرْ لِي وَتَرْحَمْنِي
أَكُنْ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Nuh berkata: Ya Tuhanku,
sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari memohon kepada Engkau sesuatu
yang aku tiada mengetahui (hakekat)nya. Dan sekiranya Engkau tidak memberi
ampun kepadaku, dan (tidak) menaruh belas kasihan kepadaku, niscaya aku akan
termasuk orang-orang yang merugi” (QS. Hud: 47)
Allah Ta’ala menceritakan tentang
Nabi Daud ‘Alaihissalam :
فَاسْتَغْفَرَ رَبَّهُ وَخَرَّ
رَاكِعًا وَأَنَابَ فَغَفَرْنَا لَهُ ذَٰلِكَ ۖ وَإِنَّ لَهُ عِنْدَنَا لَزُلْفَىٰ
وَحُسْنَ مَآبٍ
“Nabi Daud meminta ampun kepada
Tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertaubat. Maka Kami ampuni baginya
kesalahannya itu. Dan sesungguhnya dia mempunyai kedudukan dekat pada sisi Kami
dan tempat kembali yang baik” (QS. Shad: 24-25)
Begitu juga Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam. Banyak terdapat hadits dari yang menunjukkan bahwa
beliau tidak lepas dari kesalahan. Sebagaimana hadits:
سألت عائشة عن دعاء كان يدعو به رسول
الله صلى الله عليه وسلم . فقالت : كان يقول ” اللهم ! إني أعوذ بك من شر ما عملت
، وشر ما لم أعمل ” . وفي رواية : ” ومن شر ما لم أعمل
“Aisyah ditanya tentang doa yang
biasa diamalkan oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam. Ia menjawab:
‘Beliau sering berdoa: ‘Ya Allah, aku berlindung dari keburukan yang telah aku
perbuat dan keburukan yang belum aku perbuat’. Dalam riwayat lain: ‘Dari
keburukan yang aku belum tahu’‘” (HR. Muslim no.2716)
Oleh karena itu beliau tidak pernah
bosan bertaubat. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ تُوبُوا إِلَى
اللَّهِ فَإِنِّى أَتُوبُ فِى الْيَوْمِ إِلَيْهِ مِائَةَ مَرَّةٍ
“Wahai manusia, bertaubatlah kepada
Allah. Sungguh aku biasa bertaubat kepada Allah seratus kali dalam sehari” (HR.
Muslim no.7034)
Sehingga pendapat yang kuat adalah
sebagaimana yang dijelaskan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah:
فإن القول بأن الانبياء معصومون عن
الكبائر دون الصغائر هو قول أكثر علماء الاسلام وجميع الطوائف حتى إنه قول اكثر
أهل الكلام
“Pendapat yang menyatakan bahwa para
Nabi itu ma’shum dari dosa besar namun tidak ma’shum dari dosa kecil adalah
pendapat mayoritas ulama dan seluruh aliran-aliran Islam yang ada, bahkan
sampai-sampai ini pun merupakan pendapat mayoritas ahlul kalam” (Majmu’ Fatawa,
319/4)
Kesimpulan: pendapat yang benar
-wallahu’alam-, para Nabi dan Rasul ma’shum dari dosa besar dan ma’shum dari
terus-menerus melakukan dosa kecil. Mereka pernah berbuat kesalahan yang
tergolong dosa kecil namun segera bertaubat dan pasti diampuni oleh Allah
Ta’ala. Dengan demikian akan selaras dengan sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam:
كُلُّ ابْنِ آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ
الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ
“Setiap manusia pasti banyak berbuat
salah, dan sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah orang yang sering
bertaubat” (HR. Tirmidzi no.2687. At Tirmidzi berkata: “Hadits ini gharib”.
Di-hasan-kan Al Albani dalam Al Jami Ash Shaghir, 291/18)
Wallahu 'alam Bishawab ...
Jika ada yg bnar s'mata2 hanya dari
Allah Azza Wa Jalla sdangkan jika ada yg salah krena kesalahan saya yg dhoif
ini..Wasallam
Wallahi Taufiq Wal Hidayah ..Semoga
Bermanfaat !!!
Subhanakallahumma wabihamdika
asyhadu alla ila ha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika....