Seorang guru besar bertanya pada
empat mahasiswanya yang baru saja mengikuti sidang disertasi doktoralnya,
“Apa yang akan kalian lakukan
setelah menyelesaikan jenjang doktor ini? mengingat ini adalah pencapaian level
tertinggi dalam jenjang pendidikan akademik yang diidamkan oleh banyak orang,”
tanya sang guru besar.
“Saya akan bekerja mengejar puncak
karir di perusahaan yang saya dambakan, kebetulan saya sudah positif diterima
di perusahaan tersebut dan dijanjikan menduduki posisi strategis di situ,”
jawab mahasiswa pertama dengan bangganya.
“Dengan kemampuan yang saya miliki,
saya akan bekerja di laboratorium ternama dunia untuk mengejar mimpi saya
menjadi ilmuwan yang bisa menemukan teori-teori baru sebagai kelanjutan dari
hasil riset disertasi saya kemarin,” jawab mahasiswa kedua penuh antusias.
“Perusahaan keluarga saya sedang
mengalami pertumbuhan yang cukup baik, dan mereka berharap kehadiran saya
nantinya akan membuat citra perusahaan semakin berkibar dan melejit di mata
dunia”, jawab mahasiswa ketiga dengan penuh percaya diri.
“Saya akan melepas semua atribut
kependidikan saya agar menjadi orang bodoh,” ujar mahasiswa keempat yang cukup
mengagetkan guru besar dan teman-temannya.
“Maksud Anda?” sergah guru besarnya
tanda tak mengerti dengan apa yang disampaikan mahasiswa keempatnya itu.
“Banyak orang di dunia ini yang
berhasil menyelesaikan studinya hingga ke jenjang tertinggi seperti yang kita
semua capai saat ini, tapi tak banyak yang menjadi pintar karena kesombongan
yang selalu menyelimuti mereka. Sedangkan saya akan melepaskan semua atribut
kependidikan saya agar menjadi orang bodoh yang senantiasa mau untuk belajar.
Ya, mau untuk belajar dan terus belajar.
Belajar untuk bisa menghargai orang
lain. Belajar untuk bisa berempati pada orang lain. Belajar untuk bisa
bermanfaat bagi orang lain. Belajar untuk tidak merendahkan orang lain. Belajar
untuk bisa memaafkan setiap jengkal kesalahan orang lain.Belajar untuk bisa
menerima orang lain dengan segala kekurangannya. Belajar untuk bisa tersenyum
dalam kondisi sepahit apapun. Belajar untuk selalu ikhlas dan bersyukur. Serta
belajar untuk bisa menjadi hamba yang taat pada Tuhannya, karena itu yang tidak
pernah saya dapatkan dalam semua level pendidikan yang saya tempuh selama ini.
Sehingga saya harus terus belajar dan belajar,” lanjut mahasiswa keempat
menjelaskan keinginannya.
Sontak terdiamlah guru besar dan
teman-temannya mendengar jawaban di luar dugaan tersebut, seraya merenungi
bahwa pendidikan sebenarnya bukanlah di jenjang formal seperti yang telah
mereka capai saat ini, tetapi di universitas kehidupan yang menuntut kemampuan
untuk memahami orang lain dan lingkungannya, dan guru terbaiknya adalah
pengalaman masa lalu yang berharga.