Mengenai Saya

Foto saya
Malang, East Java, Indonesia
Uhibbuka Fillah...

Laman

Minggu, 19 Desember 2010

Menikah Adalah Keajaiban


Bismillaahirrahmaanirrahiim
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
============================
Sebuah tulisan motivasi dari saya untuk anda ! 
Saya selalu mengatakan bahwa menikah adalah hal yang sangat kodrati. Dalam bahasa saya, menikah tidak dapat dimatematiskan.


Jika suatu saat ada orang yang mengatakan, “secara materi saya belum siap,”  maka saya akan selalu mengejar dengan pertanyaan yang lain, “Berapa standar kelayakan materi seseorang untuk menikah?”
Tak ada. Sebenarnya tak ada. Jika kesiapan menikah diukur dengan materi, maka betapa ruginya orang-orang yang miskin. Begitu juga dengan kesiapan-kesiapan lain yang bisa diteorikan seperti kesiapan emosi, intelektual, wawasan dan sebagainya. Selalu tak bisa dimatematiskan. Itulah sebabnya saya mengatakan bahwa menikah adalah sesuatu yang sangat kodrati.
Bukan dalam arti saya menyalahkan teori-teori kesiapan menikah yang telah dibahas dan dirumuskan oleh para ustadz. Tentu saja semua itu perlu sebagai wacana memasuki sebuah dunia ajaib bernama keluarga itu.
Sebagai contoh saja, banyak pemuda berpenghasilan tinggi, namun belum juga merasa siap untuk menikah. Belum cukup lah... itu alasan yang paling mudah dijumpai. Dengan gaji sekarang saja saya hanya bisa hidup pas-pasan. Bagaimana kalau ada anak dan istri? Oya, saya juga belum punya rumah, dan masih banyak alasan2 yang lain.
Ooo... Saudaraku, kalau kau menunggu gajimu cukup, maka sampai kapanpun kau tak akan pernah menikah. Masa engkau yg seorang pegawai kantoran kalah dengan seorang pemulung yg hanya tinggal dibawah jembatan tapi mereka berani menikah dan mempunyai anak, padahal penghasilan mereka tidak lebih dari 10.000 rupiah perhari...! Bisa jadi besok Allah menghendaki gajimu naik tiga kali lipat. Tapi percayalah, pada saat yang bersamaan, tingkat kebutuhanmu juga akan naik... bahkan lebih tiga kali lipat. Saat seseorang tak memiliki banyak uang, ia tak berpikir pakaian berharga tertentu, televisi, laptop... atau mungkin hp merk mutakhir. Saat tak memiliki banyak uang, makan mungkin cukup dengan menu sederhana yang mudah ditemui di warung-warung pinggir jalan. Tapi bisakah demikian saat engkau memiliki uang? Tidak akan. Selalu saja ada keinginan yang bertambah, lajunya lebih kencang dari pertambahan kemampuan materi. Artinya, manusia tidak akan ada yang tercukupi materinya.
Menikah adalah sebuah hal kodrati sebagaimana rezeki dan juga ajal. Tak akan salah dan terlambat sampai kepada setiap orang. Tak akan bisa dimajukan ataupun ditahan. Selalu tepat sesuai dengan apa yang telah tersurat di Lauh Mahfuzh pada awal penciptaan anak Adam. Meski semu aitu tak luput dari faktor usaha dan ikhtiar kita sebagai manusia.
Menikah adalah salah satu cara membuka pintu rezeki, itu yang pernah saya baca di sebuah buku.
Dalam alquran pun Allah berfirman:
“ Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu dan orang-orang yang layak (dikawinkan)


dari hamba-hamba sahayamu dan lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunianya. Dan Allah maha Luas (pemberianNya) dan lagi maha mengetahui. (QS AnNur 32)
Ada pula sabda Rasulullah, “Menikahlah maka engkau akan kaya.”  ( HR. Bukhari ).
Mungkin secara logika akan sangat sulit dibuktikan statemen-statemen tersebut. Taruhlah, pertanyaan paling rewel dari makhluk bernama manusia, “Bagaimana mungkin saya akan menjadi kaya sedangkan saya harus menanggung biaya hidup istri dan anak? Dalam beberapa hal yang berkaitan dengan interaksi sosial juga tidak bisa lagi saya sikapi dengan simpel. Contoh saja, kalau ada tetangga atau teman yang hajatan, menikah dan sebagainya, saya tentu saja tidak bisa lagi menutup mata dan menyikapinya dengan konsep-konsep idealis. Saya harus kompromi dengan tradisi hadir ke acara hajatan tersebut, dan nyumbang atau memberi amplop... yang ini berarti menambah besar pengeluaran. Semua itu tak perlu menjadi beban saya pada saat saya belum berkeluarga.”
Saat saya dihadapkan pertanyaan ‘menikah’ pertama kali dalam hidup saya beberapa bulan lalu, saya juga sempat maju mundur dan gamang dengan wacana-wacana semacam ini. Lama sekali saya menemukan keyakinan - belum jawaban, apalagi bukti - bahwa seorang Ifta hanyalah menjadi perantara Allah memberi rezeki kepada makhluk-Nya yang ditakdirkan menjadi suami/istri dan anak-anak saya kelak.
Saya tidak bermaksud ujub dan riya’ disini ( Demi Allah semoga Allah menjauhkan hal itu dari diri saya ), hanya ingin berbagi pengalaman pribadi saya agar menjadi motivasi buat saudaraku semua.
Dengarkan...! Dengarkan baik-baik bagian cerita saya ini:
"Sebulan setelah saya menikah, tiga cerpen saya sekaligus dimuat di tiga media yang berbeda. Tulisan - tulisan saya jadi sering dimuat di buletin kampus. Beberapa bulan berikutnya hampir selalu demikian, cerpen-cerpen saya semakin sering menghiasi media koran lokal. Interval pemuatan cerpen tersebut semakin merapat. Di bulan kedua setelah menikah, pada pekan yang sama, ada pemberitahuan dari sebuah majalah remaja bahwa mulai bulan tersebut, naskah fiksi saya dimuat secara berseri. Padahal, media tersebut terbit dua kali dalam sebulan.
Ini berarti, dalam sebulan sudah jelas ada dua cerpen yang terbit dan itu berarti dua kali saya menerima honor. Ini baru serialnya. Belum dengan cerpen-cerpen yang juga secara rutin saya kirim di luar serial. Dan ketika awal bulan puasa yang lalu, sebuah novel islami sudah saya terbitkan. Menyusul kumpulan-kumpulan tulisan saya dari note RDM ini berhasil saya bukukan dan dilepas ke pasaran meski dalam jumlah sangat terbatas dan hanya beredar di 3 kota di jawa tengah ( solo-jogya-klaten )...".


Subhanallah...! Begitulah Allah sudah mengatur rejeki seseorang. Tidak akan pernah Allah menzalimi hambaNya yg nyata-nyata ingin menegakkan syariatnya ( menikah ).
Hal-hal yang sebelumnya begitu saya takutkan dengan anggapan belum siapnya materi, justru setelah menikah Allah membuka jalan rejekiNya dari arah yang tidak pernah saya duga. Lalu saya ingat pesan seorang ustadz saya: "Ketika engkau masih bujangan dan merasa rejekimu berhenti mengalir, itu artinya Allah akan memberikan rejekimu jika engkau sudah menikah. Karena rejeki Allah itu terbagi dua, yaitu rejeki ketika sebelum menikah dan rejeki setelah menikah".
Ada juga sabda rasul yg mendukung pernyataan dari ustadz saya tersebut:
" Carilah rejeki kalian didalam pernikahan ( dalam kehidupan berumah tangga ) " { HR.Tirmidzi }.
Entah, keajaiban apa lagi yang akan saya temui kemudian. Yang jelas, saat ini saya harus tetap berusaha meyakinkan diri saya sendiri bahwa saya hanyalah perantara rezeki bagi keluarga... juga –mungkin –orang lain. Dengan begitu, mudah-mudahan saya bisa melepaskan hak-hak tersebut yang melekat pada uang gaji ataupun royalti yang saya terima.
Ya Allah... mampukan saya.

Barakallahufikum, semoga ada manfaatnya
Wassalam


http://www.facebook.com/notes/renungan-dan-motivasi-ifta-istiany-notes/motivasi-menikah-adalah-keajaiban/179207758774546