Mengenai Saya

Foto saya
Malang, East Java, Indonesia
Uhibbuka Fillah...

Laman

Rabu, 17 November 2010

Mensikapi Keraguan


الحمد لله ، أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له ، و أشهد أن محمدا عبده ورسوله لا النبي بعده . أما بعد.
 Segala puji bagi Allah, aku bersaksi bahwa tiada ilah yang patut disembah dengan benar melainkan Allah saja dan tidak ada sekutu bagi –Nya, dan aku bersaksi bahwasannya Muhammad adalah hamba dan Rasul –Nya yang tidak ada nabi setelahnya..
 Adapun setelah itu..
 النواوي في " رياض الصالحين " - (ج 1 / ص 13) (55) باب الصدق: عن أبي محمدٍ الحسن بن علي بن أبي طالبٍ، رضي الله عنهما، قال: حفظت من رسول الله صلى الله عليه وسلم: (( دع ما يريبك إلى ما لا يبريبك؛ فإن الصدق طمأنينةٌ، والكذب ريبةٌ )) ]رواه الترمذي وقال: حديثٌ صحيحٌ[ . قوله: يريبك هو بفتح الياء وضمها؛ ومعناه: اترك ما تشك في حله، واعدل إلى ما لا تشك فيه.
 Berkata An Nawawi dalam “Riyadhus Shalihin” (Juz 1/hal. 13)(hadits: 55), Bab As Shidqu: Dari Abu Muhammad Al Hasan bin Ali bin Abu Thalilb, radliallahu’anhuma, berkata: “Aku telah hafal dari Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam: ((Tinggalkan apa-apa yang meragukanmu kepada apa-apa yang tidak meragukanmu, sesungguhnya benar/jujur itu adalah ketenangan, dan dusta itu adalah keraguan))”. [Riwayat At Tirmidziy, dan beliau berkata: Hadits Shahih].
 Perkataanya: “ يريبك “ yaitu dengan memfathah “ya” dan mendlammah setelahnya (yaitu “ba”), maknanya: tinggalkanlah apa-apa yang meragukanmu dalam kehalalannya, dan berpalinglah pada apa-apa yang tidak meragukanmu didalammnya.
 Takhrij hadits
 Hadits Shahih dikeluarkan oleh At Tirmidziy (2518), An Nasa’I (8/327-328), dan Ahmad (1/200), dari jalan Syu’bah dari Buraid bin Abu Maryam dari Abu Al Hauraa’ As Sa’diy, beliau berkata: Aku berkata kepada Hasan Bin Ali: “Apa yang engkau hafal dari Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam?” Beliau menjawab: - maka disebutkanlah hadits di atas - .
 Aku (Salim Al Hilaliy hafidzhahullah) berkata: ini adalah isnad yang shahih rijalnya adalah rijal yang tsiqat, dan ada syawahid (pendukung-pendukung)nya dari Anas bin Malik, dan Abdullah bin Umar radliallahu’anhuma. [Bahjatun Nadzhirin syarah Riyadhus Shalihin (juz. 1/ hal. 121) ].
 Dan hadits ini juga di shahihkan oleh Al Albani dalam “Shahih Al Jami’ (3372).
 Kedudukan hadist ini dalam syari’at
 1. Hadits ini termasuk yang diletakkan oleh An Nawawi dalam Al Arba’in –nya, karena termasuk hadits Jawami’ul Kalim Nabi shalallahu’alaihi wa sallam. (jawami’ul kalim adalah: kalimat yang ringkas namun maknanya dalam dan mengandung faidah yang banyak).


2. Berkata Ibnu Hajar Al Haitami rahimahullah: “Hadits ini adalah salah satu qo’idah yang besar dari qo’idah-qo’idah agama, dan usul dalam wara’ yang diatasnya berputar masalah orang-orang yang bertaqwa, dan yang menyelamatkan dari gelapnya keraguanya, dan parkara-perkara yang tidak jelas yang menghalangi cahaya agama”.
 3. Diantara qo’idahnya yaitu: mengambil yang yakin dalam perkara-perkara agama, dan meninggalkan syubhat..
 4. Berkata Ibnu Al ‘Utsaimin rahimahullah: “Dan telah berjalan ahli ilmu – semoga Alah merahmati mereka- pada jalan ini dalam bab-bab fiqih, yaitu “mengambil sisi hati-hati, dan mereka menyebutkan berbagai macam persoalan yang banyak dalam masalah ini. [Syarah Riyadhus shalihin (juz. 1/hal. 197)]

Faidah-Faidah Hadits
 1. Hadits ini adalah salah satu ushul dari ushul-ushul fiqih, yaitu bahwa sesuatu yang meragukan di dalamnya maka tinggalkanlah menuju kepada sesuatu yang tidak meragukan.
Diantara contohnya: Apabila seseorang mengetahui pakaiannya terkena najis, akan tetapi dia tidak mengetahui apakah yang terkena itu bagian depannya ataukah bagian belakangnya, sehingga ada keraguan dalam membersihkannya, bila ia membersihkan bagian depannya, ia ragu dan hatinya tidak tenang, mungkin saja yang terkena itu bagian belakangnya, demikian juga bila membersihkan bagian belakang, ia pun ragu dan hatinya tidak tenang mungkin saja yang terkena itu bagian depan, maka untuk menghilangakan keraguan, ia mencucinya dua bagian tersebut, yaitu dengan mencuci bagian depan dan bagian belakang..
Contoh yang lain Apabila seseorang melakukan shalat 4 rakaat, kemudian dia ragu, apakah dia shalat 4 rakaat ataukah 3 rakaat? Sedangkan dia tidak yakin sedikitpun, jika dia mengambil 4 rakaat, maka hatinya manjadi ragu mungkin saja rakaatnya kurang, kalau ia mengambil 3 rakaat, dia merasa tidak kurang, tapi dia masih belum tenang, maka disini dia mengambil apa-apa yang tidak meragukannya, maka dia mengamalkan yang paling sedikit, apabila dia ragu apakah ia melakukannyanya 3 atau 4 rakaat maka jadikanlah 3 rakaat..
2. Senantiasa fithrah manusia mencari ketenangan hati. Manusia yang hatinya sehat dan hidup maka keraguan dan kedustaan akan membuat ketidak tenangan, dan apabila ia memutus keraguan dan menuju ketenangan dan hilang lah keraguan, maka hatinya menjadi tenang.
3. Kejujuran adalah ketenangan hati, yang tidak ada penyesalan sedikitpun jika melakukannya. Sebaliknya kedustaan adalah keguncangan hati dan akan ada penyesalan dikemudian hari.


4. Termasuk wara’ adalah diam/berhenti/ dalam masalah syubhat, menjaga diri dan tidak masuk kedalamnya, karena sesuatu yang halal tidak membuat seorang mu’min hatinya tidak tenang. Dan barang siapa yang menjaga dari syubhat, maka dia telah menjaga agama dan kehormatannya.
5. Mengembalikan kehatinya ketika menghadapi syubhat, jika hatinya tenang dan lapang dada dalam menjalankannya maka hal itu adalah baik dan halal, jika terjadi sebaliknya maka itu adalah buruk dan haram, hal ini terjadi bukan didahului oleh kecondongan hati untuk melakukannya yang disebabkan hawa nafsunya ingin meraih perkara syubhat tersebut.

Demikian dari saya, semoga bermanfaat..
 و صلى الله على نبينا محمد و على آله و صحبه و بارك و سلم .. و الحمد لله رب العالمين ..
 Yang selalu mengharapkan ampunan Rabbnya..

http://www.facebook.com/notes/melati/mensikapi-keraguan/162266397145077